Betulkah Membaca Adalah Hal yang Luar Biasa?

Beberapa jam lalu saya melihat postingan Facebook seseorang berisi foto Ustaz Abdul Hakim Amir Abdat sedang membaca buku di perpustakaan LIPIA. Dalam status itu tertulis narasi bahwa si pembuat status takjub pada semangat membaca Ustaz Abdul Hakim, padahal beliau sudah sepuh. Di saat yang bersamaan si pembuat status mengeluhkan sebagian penuntut ilmu yang gairah membacanya loyo.

Soal Ustaz Abdul Hakim dan kebiasaan membacanya ini menarik. Cerita soal itu bukan baru kali ini saya dengar. Sudah sejak beberapa tahun silam saya mengetahuinya. Fakta bahwa hari ini saya mendapati kembali cerita tentang itu, membuatnya semakin menarik. Selain menunjukkan bahwa semangat membaca beliau tak padam walaupun usianya sudah senja, hal itu juga menyiratkan konsistensi beliau dalam menjalani kebiasaan yang positif. Konsisten dalam menjalani suatu hal bukanlah perkara gampang. Jangankan menjaga kebiasaan baca buku berjam-jam setiap hari, menjaga kebiasaan untuk tetap membaca satu halaman per hari pun sulit bukan main. Tanpa komitmen yang tegas dan semangat yang kokoh, hal sesederhana membaca buku setiap hari bisa jadi perkara yang sama mustahilnya dengan membelah matahari.

Seorang teman pernah menulis sebuah esai yang menyebut bahwa membaca buku adalah aktivitas yang biasa-biasa saja. Saya setuju belaka dengan pendapatnya. Seperti bersepeda, berkebun, lari pagi, menonton televisi, menyapu halaman, mengepel lantai, dan mendaki anak tangga, membaca buku memang hal biasa. Sama sekali tidak ada unsur supranatural atau magis di dalamnya. Orang yang rajin baca buku tidak lantas jadi bisa berjalan di atas air atau terbang dengan jubah untuk membantu orang-orang yang sedang kesusahan. Mereka adalah orang-orang biasa. Mereka adalah orang-orang yang sama dengan orang mana pun yang kita temui di muka bumi. Bedanya, mereka baca buku. Dan perbedaan kecil itu kadang-kadang punya efek yang besar.

Karena membaca buku adalah aktivitas yang biasa-biasa saja, seharusnya ini bukan jadi urusan yang pelik. Tapi pada kenyataannya, setidaknya di kebanyakan tempat di negeri ini, kita mendapati sebagian besar orang beranggapan bahwa membaca buku adalah suatu laku yang eksklusif. Konon itu adalah kebiasaan orang-orang “berpendidikan” (Wow, Ajip Rosidi, salah satu penulis Indonesia paling produktif dan penggila baca, bahkan tidak lulus SMA!). Konon itu adalah kebiasaan orang-orang kaya (Hmm, saya tahu banyak orang yang hidupnya pas-pasan begitu getol membaca buku). Konon itu adalah kebiasaan orang-orang yang tidak punya kesibukan (Oh ya? Btw, Soekarno dan Mohammad Hatta—Presiden dan Wakil Presiden pertama Indonesia—itu rajin sekali baca buku, dan ah, kurang sibuk apa mereka?). Ada banyak anggapan sejenis. Pada intinya tersebar anggapan bahwa membaca buku adalah hal luar biasa. Seandainya pernyataan semacam itu muncul ratusan tahun lalu ketika orang-orang buta huruf masih jamak, wajar saja. Tapi jika anggapan membaca buku adalah hal luar biasa muncul di zaman ini, ketika semua orang bisa membaca dan beragam bacaan gampang diakses, tentu itu patut membuat dahi kita berkerenyit.

Membaca buku adalah hal lumrah, tapi membaca buku bukan semata menyibak-nyibak lembaran kertas sambil mengamati huruf-huruf yang tercecer di atasnya. Membaca buku, apalagi membiasakan diri membaca buku, punya dampak dan urgensi yang lebih menakjubkan daripada kelihatannya. Ketika seseorang rutin membaca buku setiap hari, yang menakjubkan bukanlah aktivitas membaca itu sendiri, tapi bagaimana ketangguhan dia dalam mempertahankan kebiasaan tersebut. Seperti orang-orang yang konsisten menyantap menu makanan sehat setiap hari atau berlari pagi setiap hari, bagian paling menakjubkan bukanlah pada menyantap menu makanan sehat atau lari pagi, tapi bagaimana mereka istikamah melakukan aktivitas-aktivitas tersebut. Di titik inilah kita patut kagum kepada orang-orang semacam Ustaz Abdul Hakim yang sanggup menjaga kebiasaan membaca buku sampai tua. Itu bukan cuma menunjukkan kecintaan beliau kepada ilmu, tapi juga memperlihatkan betapa tegas komitmen yang beliau miliki.

Dalam hal membaca buku, pengaruh-pengaruh baiknya sering kali memang tidak kasat mata. Tidak seperti orang yang menjalani program olahraga dalam jangka waktu tertentu untuk membikin bentuk tubuh yang sixpack, atau orang yang menjalani laku diet untuk menurunkan berat badan, atau orang yang rutin mengenakan pembersih tertentu untuk memutihkan wajahnya, efek membaca buku muncul dalam bentuk yang kompleks dan secara bertahap. Efek yang paling gampang dilihat adalah orang yang membaca buku jadi punya lebih banyak pengetahuan. Tapi sesungguhnya itu adalah efek yang paling sederhana, sebab di zaman ketika semua orang bisa mencari informasi apa pun di internet, sekadar punya banyak pengetahuan tidak begitu penting. Efek penting dari membaca buku kebanyakan memang tak bisa dilihat dengan mata telanjang. Efek-efek semacam si pembaca jadi memiliki pemikiran yang jernih, rasa simpati yang tinggi, keluasan sudut pandang, kepekaan yang baik, dan daya ingat yang tajam adalah efek-efek yang lebih penting ketimbang sekadar berwawasan luas atau menjadi “ensiklopedia berjalan”. Tidak seperti olahraga rutin bisa membuat badan ramping, rajin membaca buku efeknya tidak kelihatan jelas. Mungkin karena itulah sedikit orang yang memilih untuk rajin membaca buku. Padahal, sebagaimana kita tahu, dalam banyak kasus hal yang tidak kelihatan lebih penting daripada yang kelihatan.

Sudah terlalu banyak riset mengatakan baca buku bisa mengurangi risiko penyakit semacam alzheimer, membaca buku bisa berguna untuk ini, membaca buku dapat meningkatkan itu, dan lain sebagainya. Tapi apakah semua itu membuat orang-orang jadi tergerak untuk membaca buku? Kelihatannya tidak. Dan sebetulnya membaca buku bukanlah aktivitas yang penting-penting amat, seandainya dunia berjalan sebagaimana mestinya. Sayangnya, saat ini, ketika informasi begitu mudah tersebar dan syakwasangka serta kebohongan dapat menular seperti jalaran api di padang rumput, membaca buku menjadi aktivitas yang posisinya kian penting. Membaca buku dapat mencegah kita tergesa-gesa dalam mengambil kesimpulan, menghindarkan kita dari gampang percaya suatu berita, dan terutama dapat membantu kita berpikir secara kritis terhadap berbagai hal. Sejujurnya orang-orang yang suka baca buku saja masih banyak yang terjebak dalam badai hoax dan prasangka. Lantas, bagaimana dengan yang tidak suka baca buku? Itulah pertanyaan besar yang harus kita jawab. Dan kalau pertanyaan itu terasa kelewat sulit, cukuplah bagi kita merenungi orang-orang macam Ustaz Abdul Hakim yang masih rajin membaca walaupun sudah berusia tua. Dan pada dirimu sendiri, apakah kamu tidak memperhatikan?

Author

1 thought on “Betulkah Membaca Adalah Hal yang Luar Biasa?

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *