Cerita Kampus: Bangga Kuliah di UPS Tegal, Universitas Parek Stasiun?
Published Date: 12 April 2023
Alhamdulillah, saat penulis pertama kali penulis masuk UPS Tegal pada bulan September 2011 sudah tidak ada kegiatan Orientasi Studi dan Pengenalan Kampus (OSPEK) yang ribet. Tidak ada lagi kegiatan OSPEK menyeramkan seperti yang pernah penulis dengar sebelumnya. Informasi yang didapat dari teman maupun membaca berita, kegiatan ospek di dunia perkuliahan sering diisi dengan perpeloncoan oleh senior, para mahasiswa baru diminta untuk memakai atribut yang aneh-aneh dengan kegiatan yang aneh-aneh pula. Namun, pada tahun itu kegiatan ospek diganti dengan istilah pengenalan lingkungan kampus yang lebih ‘soft’. Para mahasiswa baru diajak oleh senior untuk berkeliling melihat ruang-ruang kelas, gedung-gedung rektorat, perpustakaan, laboratorium komputer, lapangan basket dan fasilitas-fasilitas penunjang perkuliahan yang lainnya. Selebihnya banyak kegiatan yang hanya duduk-duduk di auditorium lalu mendengarkan beberapa dosen dan jajaran rektorat bercerita tentang universitas, mulai dari visi-misinya,program-program studinya, para alumninya, hingga sejarahnya.
Salah satu yang menarik dan selalu ingat sampai sekarang ialah saat salah satu pembicara berkisah tentang sejarah UPS Tegal atau lebih dikenal dengan UPS saja. Universitas yang berdiri pada tahun 1980 ini awalnya bernama Universitas Pancasila. Namun, pada tahun 1984 namanya diubah menjadi Universitas Pancasakti karena nama Universitas Pancasila sudah ada di Jakarta. Kemudian beliau juga menambahkan bahwa nama UPS banyak diplesetkan. Sebab pada awal-awal tahun berdiri, mayoritas mahasiswanya adalah orang-orang berumur, maka UPS sering diplesetkan mempunyai kepanjangan dari Universitas Pinisepuh. Tak hanya itu, karena gedungnya masih ‘numpang’ di beberapa sekolah, maka sering juga disebut Universitas Pating Slebar (bertebaran). Dan ketika dapat menggunakan gedung peninggalan Belanda, Gedung Birao, yang terletak di dekat stasiun kereta api Tegal pun masih bisa diplesetkan. Orang-orang sekitar menyebutnya UPS = Universitas Parek Stasiun. Parek dalam bahasa Jawa artinya dekat.
Saat penulis berkuliah, UPS sudah mempunyai gedung sendiri yang terbilang megah. Lokasinya di dekat objek wisata Pantai Alam Indah (PAI) Tegal. Walaupun itu tak menghindarkannya dari plesetan baru, yakni UPS = Universitas Pinggir Segara. Dalam bahasa Jawa, segara berarti laut. Memang dekat sekali dengan garis pantai. Bahkan ketika penulis berkumpul dengan teman-teman SMA yang kuliah di tempat lain, juga sering membercandai kampus dengan mengacu pada acara reality show yang ditayangkan di Trans7 dan dibawakan oleh Vincent Rompies saat itu.
Satu teman bertanya, “Ente sekolah ning ndi yah, Cis?” (Kamu kuliah dimana yah, Cis?”)
Teman yang lain menjawab, “UPS… Salaaaah!!”
Masa Kuliah di UPS
Banyaknya nama plesetan yang diemban kampus tempat penulis menimba ilmu dulu, bukan berarti bahwa UPS tidak memiliki kualitas untuk dibanggakan. Perkembangan jurusan studi terhitung baik dengan banyaknya jumlah fakultas yang tidak kekurangan peminat. Di masa penulis kuliah dulu, UPS mempunyai beberapa fakultas yang bolehlah dibanggakan. Antara lain:
- Fakultas Keguruan dan Ilmu Pendidikan dengan 6 program studi; S1 Bimbingan Konseling, S1 Pendidikan Pancasila dan Kewarganegaraan, S1 Pendidikan Matematika, S1 Pendidikan Bahasa dan Sastra Indonesia, dan S1 Pendidikan Bahasa Inggris dan S1 Pendidikan Ekonomi.
- Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik dengan satu program studi; Ilmu Pemerintahan
- Fakultas Ekonomi dengan dua program studi; S1 Akuntansi dan S1 Manajemen
- Fakultas Hukum dengan satu program studi; S1 Ilmu Hukum
- Fakultas Perikanan dan Ilmu Kelautan dengan dua program studi; Pemanfaatan Sumberdaya Perikanan (PSP) dan Budidaya Perairan (BDP)
- Fakultas Teknik dengan program studi D3 Teknik Mesin.
Dan kini, masyaAllah, UPS benar-benar berkembang. Kampus yang beralamat di Jl. Halmahera No. 01 KM 01, Mintaragen, Kec. Tegal Timur, Kota Tegal ini telah mempunyai lebih banyak pilihan jurusan. Ada penambahan program studi di beberapa fakultas, ada pula fakultas baru dengan program studi yang baru -informasi lebih lengkap bisa kunjungi websitenya di www.upstegal.ac.id-. Kita dapat memilih beberapa program studi baru, di antaranya:
- Fakultas Keguruan dan Ilmu Pendidikan yang sekarang mempunyai program studi S1 Pendidikan IPA dan Pendidikan Profesi Guru (PPG),
- Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik yang mempunyai program studi S1 Ilmu Komunikasi,
- Fakultas Ekonomi dengan S1 Bisnis Digital dan D3 Manajemen Perpajakan,
- Fakultas Perikanan dan Ilmu Kelautan yang mengubah dua program sebelumnya menjadi S1 Budidaya Perairan (Teknologi dan Manajemen Perikanan Budidaya) dan S1 Pemanfaatan Sumber Daya Perikanan,
- Fakultas Teknik dan Ilmu Komputer dengan program studi; S1 Teknik Mesin, S1 Teknik Industri, S1 Teknik Sipil dan S1 Informatika,
- Program Pascasarjana; Magister Pedagogi, Magister Ilmu Hukum dan Magister Manajemen.
Penulis sendiri waktu itu mengambil jurusan Pendidikan Bahasa Inggris (PBI) karena merasa itu adalah jurusan yang keren. Sampai pertengahan masa kuliah pun masih merasa PBI itu keren. Para dosen yang kebanyakan mengajar dengan bahasa Inggris, meski ada juga dosen yang mengajar dengan bahasa pengantar bahasa Indonesia karena mata kuliahnya memang bukan bahasa Inggris. Selain itu, setiap tahun selalu mengundang volunteer dari negara lain untuk membantu atau mem-boost kami untuk lebih sering berbicara bahasa Inggris.
Mata kuliah yang kami dapat mungkin tidak berbeda jauh dengan apa yang didapat oleh mahasiswa-mahasiswa bahasa Inggris di tempat lain. Tapi, di UPS ada mata kuliah yang menurut penulis cukup iconic, yaitu speaking. Selain dosennya yang berpenampilan dan bertingkah nyentrik, cara mengajar beliau juga unik. Beliau adalah Mr. Sanday Jamaludin. Pecinta kendaraan antik ini sangat jarang mengajar di kelas. Mungkin hanya 1-2 kali dalam satu semester. Beliau lebih senang mengajar di ruang terbuka seperti di depan perpustakaan, di depan gedung rektorat, di gazebo kampus dan di depan ruang auditorium. Kami pun hanya duduk melingkar (membuat halaqoh) tanpa alas, terkadang sepatu jadi alasnya. Beliau juga sangat membuka kesempatan bagi kami untuk speak up. Kami mendapat mata kuliah Speaking selama 4 semester (dari semester 2-5). Lalu pada semester 6 ada mata kuliah Drama. Ini menjadi ini puncak dari materi Speaking, dimana kami harus berlatih memerankan peran dan tentunya berdialog dalam lakon tersebut dengan bahasa Inggris.
Setelah itu mungkin kurang lebih sama, semester 7 ada program Kuliah Kerja Nyata (KKN), yaitu program dimana kami harus tinggal di tengah-tengah masyarakat selama 2 bulan. Lalu, dua bulan berikutnya ada program Praktik Pengalaman Lapangan (PPL), yaitu kami yang sebagai mahasiswa pendidikan ditempatkan di sekolah-sekolah untuk berlatih mengajar. Tentunya dengan bekal microteaching yang sudah diajarkan di perkuliahan.
Kelebihan Kuliah di UPS
Walaupun sering dibercandai – penulis sih tidak menganggapnya sebagai ejekan karena sering juga ikut menertawakannya- namun tidak pernah sedikit pun merasa menyesal kuliah di UPS. Malah bersyukur bisa kuliah di UPS karena bisa merasakan beberapa kelebihan berikut:
1. Primadona Warga Sekitar Eks-Karesidenan Pekalongan
Penulis yang tinggal di daerah Margasari Kabupaten Tegal, hanya butuh paling lama 1 jam naik motor untuk sampai ke kampus. Sehingga tidak perlu ngekos -untuk sebagian besar masa kuliah kala itu. Pulang pergi kampus justru membuat penulis tetap bisa melakukan kegiatan di rumah termasuk menjalankan hobi. Sebagian besar mahasiswa UPS juga merupakan pelaju. Hal ini karena kebanyakan dari mahasiswanya merupakan orang-orang asli Brebes, Tegal, Pemalang, dan Pekalongan. Walaupun ada juga yang dari luar kota dan luar pulau, tapi jumlahnya tidak banyak. Bahkan belakangan mereka punya program pertukaran pelajar internasional. Tentu ini akan sangat menarik bagi calon-calon mahasiswanya.
2. Biaya Kuliah yang Terjangkau
Alasan lain yang membuat penulis kuliah di UPS adalah karena biayanya yang terjangkau. Kalau dirata-rata per semester hanya sekitar Rp2.000.000,- saja. Uang gedung juga bisa dicicil dua kali. Pada masa itu memang biaya kuliah di universitas negeri lebih murah, tetapi jika menghitung biaya kehidupan sehari-hari, maka kuliah di UPS ini lebih terjangkau.
3. Kegiatan Non-Akademik yang Beragam
Walaupun semasa kuliah penulis tidak terlalu aktif dalam kegiatan, tapi mungkin informasi ini bisa bermanfaat bagi para pencari kampus. Selain organisasi seperti BEM dan HMPS, UPS juga memiliki banyak Unit Kegiatan Mahasiswa (UKM) diantaranya: English Club, Akar (nama club teater), Resimen Mahasiswa (menwa), ranaca (pramuka), Unit Kegiatan Mahasiswa Islam (UKMI), Suara Seni Pancasakti (Sensasi), dan Mahasiswa Pecinta Alam Pancasakti (Mapakti). Sekarang malah sudah ada klub futsal, basket, voli, bulutangkis, komunitas fotografi, pencak silat, shindoka, Studi Ilmiah Mahasiswa Pancasakti Tegal (SIMPEL), Komunitas Penulis dan Jurnalis Kampus, Ikatan Mahasiswa Pemberdayaan dan Edukasi Masyarakat (IMPERA), KSR PMI, dan Generasi Baru (Genbi).
4. Dekat dengan Laut
Seperti yang sebelumnya disebutkan bahwa UPS ini berdekatan dengan objek wisata Pantai Alam Indah (PAI). Jaraknya kurang lebih 300-500 meter atau 5 menit dengan berjalan kaki. Hal ini membuat mahasiswanya sering bermain di pantai. Penulis tidak tahu apakah ini keuntungan bagi mahasiswa UPS atau warga sekitar PAI, tapi kami pernah beberapa kali masuk PAI tanpa bayar. PAI punya satu pintu utama yang letaknya agak jauh dari UPS, tetapi ada juga pintu belakang yang letaknya berdekatan dengan gerbang masuk ke UPS. Kalau hendak ke pantai, kami biasanya lewat pintu belakang. Memang ada penjaganya, kadang kami cuma bayar Rp 2000, seringnya cuma lewat aja alias gratis. Apalagi saat penulis ngekos di semester 3, sering sekali bersama teman sekosan main ke PAI untuk main bola di pantai setelah ashar. Gratis!
Kekurangan Kuliah di UPS
Kekurangan yang sempat penulis rasakan ini dialami alami saat menjadi mahasiswa yah, seperti:
1. Ruang Kelas yang Terbatas
Masih teringat jelas saat masa kuliah, penulis sering sekali berpindah-pindah ruang kelas. Mungkin wajar yah namanya kuliah itu pake sistem moving class, tetapi kala itu berbeda. Bukan moving class, tapi moving building mungkin. Kadang kami harus menunggu di depan ruangan bersama sesama mahasiswa bahasa Inggris dari kelas lain. Kalau dosen kami datang lebih dulu, maka kami yang dapat ruang kelasnya, kalau dosen mereka datang lebih awal, maka kami -atau komting lebih tepatnya- harus mencari ruang kelas kosong lain. Kami yang merupakan mahasiswa pendidikan dari Fakultas Keguruan dan Ilmu Pendidikan (FKIP) pernah merasakan bagaimana kuliah di gedung Fakultas Hukum, Fakultas Perikanan, Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik, Fakultas Ekonomi, dan Fakultas Teknik. Pengalaman seru juga sih, bisa ngerasain gedung-gedung lain. Pernah juga satu ruang di isi oleh 2-3 kelas jika dosennya berkehendak. Mungkin jadwalnya di-switch. Maka tiga kelas dalam satu ruang itu diajar oleh satu dosen dengan mata kuliah yang sama. Maka, kalau urusan ruang kelas, mata kuliah Speaking-lah yang paling enak. Ngemper aja jadi.
Tapi penulis yakin sekarang ruang kelas sudah jauh lebih baik. Dilihat-lihat gedung auditorium yang sekarang berada di luar gebang lebih besar, ruang kelas makin banyak.
2. Dekat dengan Laut
Kedekatan UPS dengan garis pantai, walaupun memiliki keuntungan, ada juga hal yang membuat tidak nyaman. Yang pertama tentu saja panas. Apalagi ruang kelas saat itu masih pake kipas angin. Alhamdulillaah di akhir masa kuliah sudah ada gedung baru yang ber-AC.
Kedua, banjir. Ini terjadi karena lokasi yang dekat pantai dan mungkin juga drainase yang kurang baik. Kalau hujan lebat atau air laut pasang, beberapa kali UPS kebanjiran. Memang tidak terlalu tinggi, hanya sampai betis orang dewasa. Tapi cukup untuk membuat lantai satu gedung-gedungnya tidak bisa dipakai buat kuliah. Bahkan teman-teman saya yang lulus pada bulan September 2015, saat itu qodarullaah hujan, harus menjalani prosesi wisuda dalam keadaan banjir.
Ketiga, air asin. Walaupun tidak setiap kali merasakannya, sesekali kalau sedang wudhu di masjid kampu, airnya terasa agak asin. Bukan hanya di wilayah UPS saja, warga sekitar kampus juga sepertinya merasakan hal yang sama.
Penulis pernah nge-kos waktu semester 3 selama satu semester. Salah satu penyebabnya adalah karena air sumur yang asin. Kosan tempat tinggal penulis dulu memang pake air PDAM, tapi terbatas. Jadi, dari hari Senin-Rabu airnya jernih dan bersih, enak buat mandi dan bisa dikonsumsi. Tetapi kalau hari Kamis-Jumat biasanya pake air sumur yang asin. Buat minum gak bisa, buat mandi lengket. Harus menunggu agak lama dulu disaring dan diendapkan, baru bisa lumayan buat mandi. Kalau minum beli di luar. Ini yang membuat penulis akhirnya memutuskan untuk jadi pelaju lagi mulai semester 4 sampai lulus.
Ya, itulah tadi sedikit sharing tentang pengalaman kuliah di UPS. Kalau dirasa informasi ini informatif bagi para pemburu tempat belajar setelah lulus SMA, maka patut penulis berucap hamdalah. Sebab pernah penulis menerima saran dari teman, “Kuliah mah dimana aja sama. Yang penting kitanya.” Dan penulis setuju dengan pernyataannya. Gak perlu menggebu-gebu pengin kuliah di tempat terkenal. UPS memang kalah pamor dibanding universitas-universitas negeri, tapi kualitas lulusannya rasanya tidak jauh beda. Selama kita semangat belajar dan aktif belajar mandiri, mencari pengalaman dan pengembangan skill di luar yang mungkin tidak didapatkan di kampus, insyaallah itu akan membantu di dunia kerja nanti. Dengan pilihan jurusan yang banyak dan akreditasi yang baik, UPS layak dipertimbangkan, apalagi kalau kalian dari wilayah Tegal dan sekitarnya.
Kalau tentang kosan, bisa mencari alternatif yakni, mencari kosan yang menyeberangi jalur pantura atau memastikan kosannya menggunakan air PDAM. Ohiya, kosan di sekitar UPS juga terjangkau lho. Dulu saya ngekos cuma Rp300.000,-. Itu pun dibagi berdua. Mungkin sekarang harganya sudah naik, tapi kayaknya tidak terlalu jauh juga. Bye for now!
🙂
thx kak