Enterprise Value (EV), Teknik Mencari Perusahaan Gratis di Bursa Efek
Published Date: 31 October 2023
Enterprise Value atau biasa disingkat EV adalah salah satu metriks valuasi yang umum digunakan untuk menghitung nilai wajar suatu emiten efek yang diperdagangkan di bursa. Teknik ini sangat sederhana dengan melakukan pendekatan valuasi melalui 3 parameter utama, yaitu:
Enterprise Value (EV) = Market Cap + Debt – Cash |
Market Capitalization (Market Cap) adalah nilai pasar yang didapat dengan cara mengalikan jumlah saham beredar dengan harga saham per lembar saat ini. Misalkan jumlah saham beredar adalah 500.000.000 lembar, dan harga penutupan terakhir saham adalah Rp1.000,- perlembar, maka market cap-nya adalah Rp500.000.000.000.- alias Rp500 milyar. Sedangkan Debt yang dimaksud disini adalah total hutang yang harus ditunaikan perusahaan kepada para kreditur, baik itu hutang bank maupun dalam bentuk obligasi/sukuk. Tidak termasuk hutang usaha karena perbedaan status dan posisinya. Cash adalah jumlah saldo kas yang dimiliki perusahaan baik yang ada di brankas (tunai) maupun rekening bank.
Analogi sederhana penggunaan Enterprise Value adalah jika kita membeli perusahaan dengan total kepemilikan 100%, maka otomatis hak dan kewajiban perusahaan tersebut akan beralih dan menjadi tanggung jawab kita secara penuh. Sehingga hutangnya merupakan kewajiban yang harus ditanggung oleh pemilik baru, jika perusahaan tersebut punya hutang katakanlah Rp200 juta dan market cap-nya Rp300 juta, maka harga yang kita bayarkan sebenarnya adalah Rp500 juta. Tapi jangan lupa, jika didalam brankas perusahaan tersebut ada uang tunai senilai Rp400 juta maka uang tersebut juga menjadi milik kita sebagai pemilik baru perusahaan. Maka sejatinya harga yang harus dibayarkan adalah Rp300 juta + Rp200 juta – Rp400 juta = Rp100 juta saja. Apabila jumlah kas yang ada diperusahaan lebih besar dari pada market cap dan total hutangnya maka akan ketemu EV yang negatif, maka secara tidak langsung itu adalah “perusahaan gratis”.
Adakah orang yang mau menjual perusahaannya dengan cara seperti itu? Tentu real-nya hampir tidak ada, siapa yang mau menjual perusahaan dengan harga setara kas yang dimiliki oleh perusahaan? Hal tersebut hanyalah salah satu metode valuasi perusahaan diantara puluhan bahkan ratusan metode valuasi yang bisa dilakukan oleh investor. Tapi khusus di Bursa Efek, hal demikian tidak jarang kita temui, tidak banyak, tapi memang ada karena kondisi tertentu.
Salah satu contoh yang pernah terjadi di bursa adalah PT. Harum Energy,Tbk. (HRUM) pada saat pertengahan 2020 yang lalu (kita ambil data pada acuan LK kuartal 2 2020 yaitu per 30 Juni 2020). Saat itu HRUM mempunyai kas sebesar US$236.290.155 yang jika di rupiahkan menjadi sekitar Rp3.375.404.864.175 atau Rp3,38 triliun (data kurs saat itu Rp14.285.- per US$1). Sedangkan jumlah saham beredar adalah 13.518.100.000 saham (sudah disesuaikan dengan stock split 1:5 saat 2 Juni 2022). Harga saham HRUM pada pertengahan 2020 yang lalu ada disekitar Rp250.- per lembar saham sehingga didapatkan market cap senilai Rp3.379.525.000.000,- atau Rp3,38 triliun.
Selanjutnya kita cek neraca bagian liabilitas untuk mengetahui berapa nominal hutang yang dimiliki HRUM ketika itu.
Dalam cuplikan neraca bagian liabilitas diatas hanya ada hutang usaha, hutang lain-lain dan hutang kepada kepentingan non pengendali dengan total sebesar US$15.160.604 atau dalam rupiah sekitar Rp216.569.228.140.-. Sehingga Enterprise Value saham HRUM pada harga Rp250.- adalah Rp3,38 triliun + Rp216,6 milyar – Rp Rp3,38 triliun = Rp216.6 milyar saja. Sehingga dibandingkan dengan harga yang harus dibayar melalui market cap aslinya hanya senilai 6,4%-nya saja. Beberapa kalangan ada yang menihilkan hutang usaha dan hanya menghitung hutang bank dan obligasi saja karena perlakuan status hutang bank dan hutang usaha berbeda. Seperti cuplikan pada neraca bagian liabilitas diatas maka hutang HRUM ke bank maupun obligasi adalah Rp0,- alias tidak punya hutang sama sekali. Jika demikian maka Enterprise Value HRUM pada harga Rp250.- per lembar saham adalah Rp0,- alias “GRATIS” dan jika EV = negatif, maka sudah gratis, dapat cashback pula.
Sekali lagi perlu diingat bahwa metode valuasi Enterprise Value adalah pendekatan yang digunakan untuk menganalisis mahal atau murah suatu saham. Jika dengan EV = 0 maka analoginya adalah ini perusahaan sudah kelewat murah. Enterprise Value tidak ada kaitannya secara langsung dengan kinerja laba-rugi karena hanya mempertimbangkan 3 parameter di atas. Jika ternyata kinerjanya bisa positif terus maka market tentu akan meresponnya dengan positif juga, terbukti hanya selang beberapa bulan harga saham HRUM bisa terbang sampai ke harga Rp1.000,- alias terjadi kenaikan sebesar 300% hanya dalam kurun waktu 7-8 bulan saja. Dan tentu saja itu ditunjang juga dengan kenaikan kinerjanya yang memang terdorong oleh booming komoditi kala itu.
Selain saham HRUM diatas ada lagi salah satu contoh lagi yaitu PT. Bayu Buana, Tbk. (BAYU) pada bulan September tahun 2023. Mengacu pada Laporan Keuangan (LK) BAYU per kuartal 2 tahun 2023 (30 Juni 2023) perusahaan mempunyai aset berupa kas dan setara kas senilai Rp492 Milyar sedangkan jumlah saham beredar adalah 353.220.780 lembar. Pada hari Jumat tanggal 29 September 2023 yang lalu harga saham ditutup pada harga Rp1.245,-/lembar sehingga kapitalisasi pasar bernilai Rp439.759.871.100.- alias Rp440 milyar (353.220.780 X 1.245).
Sedangkan total hutang yang dimiliki perusahaan yang tertera dalam neraca bagian liabilitas adalah Rp265.808.898.036.- sehingga bisa kita dapatkan pendekatan EV konservatif (yang melibatkan hutang usaha) = Rp440 Milyar + Rp266 milyar – Rp492 milyar = Rp214 milyar. Sehingga harga asli yang harus dibayarkan adalah senilai setengah dari market cap-nya saja jika menggunakan pendekatan EV konservatif.
Seperti yang kita lihat pada cuplikan neraca BAYU diatas, disana tidak ada hutang bank maupun obligasi/sukuk sehingga jika menghitung EV dengan metode kedua maka akan didapatkan EV = negatif alias sudah gratis, dapat cashback pula.
Apakah harga sahamnya akan naik berkali-kali lipat seperti contoh HRUM sebelumnya? Tentu saja tidak ada yang tahu, pendekatan EV hanyalah untuk memvaluasi murah/mahal suatu aset saham yang diperdagangkan di bursa. Naik / tidaknya harga saham lebih dipengaruhi oleh kinerja perusahaan yang tercermin dalam LK Laba Rugi. Namun jika mengulik lebih dalam tentang BAYU ada potensi menarik yang ada disana terkait membaiknya kinerja karena didukung oleh pulihnya perekonomian Indonesia pasca pandemi. Apa itu? insyaAllah akan dibahas lebih lanjut pada tulisan selanjutnya.
Editor: Dimas Ronggo