Model ICE untuk Asesmen dan Pembelajaran
Published Date: 19 June 2023
Setelah taksonomi Bloom yang membagi kompetensi ke dalam tiga ranah: kognisi, afeksi dan psikomotorik, belakangan muncul juga kategorisasi kompetensi yang lebih simpel namun tetap memenuhi kebutuhan pembelajaran. Pendekatan ini tidak memisah-misah kompetensi ke dalam trikotomi konvensional melainkan menurut kadar kompleksitas antar komponennya, yang kebetulan juga dibagi menjadi tiga kategori: gagasan (ideas), keterkaitan (connection) dan perluasan (extension). Pendekatan terhadap kompetensi ini disebut juga sebagai model ICE (Ideas-Connection-Extension). Model ini digagas oleh Sue Fostaty Young.
Model ICE membagi proses pembelajaran menjadi tiga:
- Pertama, ideas (gagasan) yaitu pengetahuan faktual yang sifatnya mendasar dan terpisah-pisah.
- Kedua, connection (hubungan, keterkaitan) yaitu pengetahuan baru yang terbangun manakala peserta didik sudah bisa menghubungkan antara satu gagasan dengan gagasan yang lain atau antara pengetahuan yang baru ia peroleh dengan pengetahuan lama yang sudah ia kuasai sebelumnya. Pada tahap ini terjadi proses penciptaan makna (meaning-making).
- Ketiga, extension (perluasan) yaitu manakala peserta didik sudah bisa menerapkan rangkaian pengetahuannya ke dalam konteks yang baru di luar dari yang telah dipelajari. Secara kognitif, pembelajar sudah masuk ke ranah berpikir dan bertindak tingkat tinggi.
Dalam pembelajaran ketiga kategori tersebut dapat diaplikasikan secara bertahap. Sebagai contoh: dalam mata pelajaran sejarah, mengingat nama, tanggal dan peristiwa merupakan bentuk dari pembelajaran fase ideas. Dalam matematika hal ini ditunjukkan ketika peserta didik sudah bisa menguasai satu rumus matematika tertentu. Dalam aktivitas fisik seperti bermain bola basket, mengetahui aturan main atau menguasai satu jenis keterampilan seperti men-dribble bola atau melakukan passing merupakan pembelajaran fase ideas.
Kemudian berlanjut ke kategori lainnya. Jika seorang peserta didik sudah mengetahui sebab-akibat dari sejumlah peristiwa sejarah, atau bisa menghubungkan antara krisis ekonomi dunia dengan stabilitas politik negara-negara, ia sudah berada dalam fase connections. Dalam matematika, ketika peserta didik sudah mampu mengaplikasikan suatu rumus matematika terhadap persoalan aktual yang ia hadapi, ia juga sudah berada di fase connections. Numerasi matematika merupakan pencerminan fase connections. Dalam hal bola basket, pemain memasuki fase connections ketika ia mampu memadukan dua skill yang berbeda, misalnya men-dribble sambil berlari di lapangan.
Tahapan terakhir extensions, terjadi manakala peserta didik mampu mencerap pembelajaran yang mereka terima sedemikian rupa kemudian mengembangkannya ke dalam konteks yang sama sekali baru. Dalam contoh mata pelajaran sejarah di atas misalnya adalah tatkala peserta didik sudah bisa memberi interpretasi atas peristiwa-peristiwa aktual terbaru berdasarkan pengetahuan sejarah yang dimilikinya. Dalam matematika, peserta didik memasuki fase extensions saat mampu mencipta rumus baru guna merepresentasikan persoalan matematika yang belum pernah dihadapi atau pelajari. Sedangkan dalam bola basket, extensions terjadi manakala pemain sudah bisa memahami pola pertandingan sehingga mengumpan bola di lapangan sebagai antisipasi terhadap posisi tim lawan. Fase ini ibarat ‘improvisasi’ yang dilakukan secara intuitif oleh seorang maestro.
Model ICE tidak bersifat linier atau hirarkis – dimana fase ideas harus dilalui terlebih dahulu untuk melangkah ke fase berikutnya. Model ini bersifat non-linier dan interaktif.
Dalam asesmen, model ICE mengusulkan penggunaan sejumlah kata kerja perintah:
Adapun contoh teknik asesmen yang bisa digunakan pada masing-masing fase adalah sebagai berikut:
Soal-soal yang menyasar keterampilan berpikir tingkat tinggi (High Order Thinking Skills – HOTS) sangat disarankan, akan tetapi bukan berarti pengetahuan faktual mesti dipandang sepele. Pengetahuan akademik umum dan diniyah lazimnya harus dimulai dari fase ideas, apalagi untuk jenjang sekolah dasar.
Apabila penerapan model ICE sudah cukup jelas untuk mata pelajaran umum, maka berikut ini adalah contoh penerapan model yang sama pada mata pelajaran diniyah:
Semoga bermanfaat. Wallahu a’lam bisshawab.