Rambu Beragama Seorang Muslim
Published Date: 18 April 2023
Bagi seorang muslim, tiada nikmat terbesar yang Allah karuniakan kepada dirinya selain dari nikmat hidayah. Oleh karena itu, wajib untuk senantiasa mensyukuri nikmat tersebut. Bentuk syukur terhadap hal demikian ialah dengan menjadi hamba Allah yang mengesakan-Nya dalam peribadatan, mengikhlaskan amal perbuatan bahwa hal tersebut semata-mata ditujukan karena Allah, dan disertai dengan mengikuti tuntunan Rasulullah shalallahu ‘alaihi wa sallam dalam menjalankan peribadatannya. Karena dengan mencontoh Rasulullah shalallahu ‘alaihi wa sallam, ibadah seorang hamba, setelah terdapat pada dirinya keikhlasan, diterima oleh Allah Ta’ala.
Begitu pula halnya dengan beragama, seorang muslim yang berpegang teguh dengan baik dan berusaha istiqomah di atasnya, haruslah mengembalikan segala urusan dalam kehidupannya di jalan kebenaran. Jalan yang Nabi shalallahu ‘alaihi wa sallam beserta para sahabatnya radhiyallahu ‘anhum ajmain, dan diteruskan oleh generasi setelahnya, yaitu tabi’in, tabi’ut-tabi’in, sampai para Imam Mazhab, dan para pewaris agama ini yang terus berpegang teguh terhadap agama serta membimbing kaum muslimin untuk sesuai dengan ajaran yang ditinggalkan oleh Nabi shalallahu ‘alaihi wasallam.
Muslim Mengikuti Jalan yang Ditempuh Rasulullah
Ajaran Nabi shalallahu ‘alaihi wa sallam, yang menjadi tuntunan syariat bagi umatnya, adalah sesuatu yang telah diridai oleh Allah Ta’ala. Hal ini sebagaimana yang difirmankan Allah Ta’ala:
وَأَنَّ هَٰذَا صِرَٰطِي مُسۡتَقِيمٗا فَٱتَّبِعُوهُۖ وَلَا تَتَّبِعُواْ ٱلسُّبُلَ فَتَفَرَّقَ بِكُمۡ عَن سَبِيلِهِۦۚ ذَٰلِكُمۡ وَصَّىٰكُم بِهِۦ لَعَلَّكُمۡ تَتَّقُونَ
“Dan sungguh, inlah jalan-Ku yang lurus, maka ikutilah! Jangan kamu ikuti jalan-jalan (yang lain) yang akan mencerai-beraikan kamu dari jalan-Nya. Demikianlah Dia memerintahkan kepadamu agar kamu bertakwa.” [QS. Al An’am: 153]
Imam Mujahid rahimahullah ketika menafsirkan ayat ini. Jalan yang satu ini adalah jalan yang telah ditempu oleh Rasulullah shalallahu ‘alaihi wa sallam dan para Sahabatnya radhiyallahu ‘anhum. Jalan ini adalah ash-shirath al-mustaqim yang wajib atas setiap muslim menempuhnya dan jalan inilah yang akan mengantarkan kepada Allah Ta’ala.
Firman Allah Ta’ala juga dikuatkan oleh hadis Nabi shalallahu ‘alaihi wa sallam. Suatu saat Abdullah bin Mas’ud radhiyallahu ‘anhu berkisah,
خَطَّ لَنَا رَسُولُ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ خَطًّا ثُمَّ قَالَ هَذَا سَبِيلُ اللَّهِ ثُمَّ خَطَّ خُطُوطًا عَنْ يَمِينِهِ وَعَنْ شِمَالِهِ ثُمَّ قَالَ هذه سبل و عَلَى كُلِّ سَبِيلٍ مِنْهَا شَيْطَانٌ يَدْعُو إِلَيْهِ ثُمَّ قَرَأَ {وَأَنَّ هَذَا صِرَاطِي مُسْتَقِيمًا فَاتَّبِعُوهُ وَلاَتَتَّبِعُوا السُّبُلَ فَتَفَرَّقَ بِكُمْ عَنْ سَبِيلِهِ}
“Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa sallam membuat sebuah garis lurus bagi kami, lalu bersabda, ‘Ini adalah jalan Allah’, kemudian beliau membuat garis lain pada sisi kiri dan kanan garis tersebut, lalu bersabda, ‘Ini adalah jalan-jalan (yang banyak). Pada setiap jalan ada setan yang mengajak kepada jalan itu,’ kemudian beliau membaca,
{وَأَنَّ هَذَا صِرَاطِي مُسْتَقِيمًا فَاتَّبِعُوهُ وَلاَتَتَّبِعُوا السُّبُلَ فَتَفَرَّقَ بِكُمْ عَنْ سَبِيلِهِ}
‘Dan bahwa (yang Kami perintahkan) ini adalah jalan-Ku yang lurus, maka ikutilah dia dan janganlah kamu mengikuti jalan-jalan (yang lain), karena jalan-jalan itu mencerai-beraikan kalian dari jalan-Nya’” ([Al An’am: 153]. Hadis sahih diriwayatkan oleh Ahmad dan yang lainnya.)
Asy Syaikh Salim bin Ied Al Hilali mengatakan, “Dalam hadis ini Rasulullah shallahu ‘alaihi wa sallam mengatakan tentang kebaikan mereka, yang merupakan sebaik-baik manusia serta keutamaannya. Sedangkan perkataan ‘sebaik-baik manusia’ yaitu tentang akidahnya, manhajnya, akhlaknya, dakwahnya dan lain-lainnya.” [Limadza Ikhtartu al-Manhajas Salafy, hlm. 86-87]
Dari itu semua, maka selayaknya bagi seorang muslim untuk mengikuti cara beragamanya para Sahabat nabi shalallahu ‘alaihi wa sallam, berpegang teguh dengan manhaj salaf, baik secara aqidah, ibadah, dakwah, juga akhlak yang dimiliki.
Apa itu Manhaj Salaf?
Menurut bahasa (etimologi), Salaf ( اَلسَّلَفُ ) artinya yang terdahulu (nenek moyang), yang lebih tua dan lebih utama. Salaf berarti para pendahulu. Jika dikatakan (سَلَفُ الرَّجُلِ) salaf seseorang, maksudnya kedua orang tua yang telah mendahuluinya.
Menurut al-Qalsyani: “Salafush Shalih adalah generasi pertama dari ummat ini yang pemahaman ilmunya sangat dalam, yang mengikuti petunjuk Nabi Shallallahu ‘alaihi wa sallam dan menjaga sunahnya. Allah memilih mereka untuk menemani Nabi-Nya Shallallahu ‘alaihi wa sallam dan menegak-kan agama-Nya…”
Penisbatan kata Salaf atau as-Salafiyyuun bukanlah termasuk perkara bidah, akan tetapi penisbatan ini adalah penisbatan yang syar’i karena menisbatkan diri kepada generasi pertama dari umat ini, yaitu para Sahabat, Tabi’in dan Tabi’utTabi’in. Ahlus Sunnah wal Jama’ah dikatakan juga as-Salafiyyuun karena mereka mengikuti manhaj Salafush Shalih dari Sahabat dan Tabi’ut Tabi’in. Kemudian setiap orang yang mengikuti jejak mereka serta berjalan berdasarkan manhaj mereka -di sepanjang masa-, mereka ini disebut Salafi, karena dinisbatkan kepada Salaf.
Salaf bukan kelompok atau golongan seperti yang difahami oleh sebagian orang, tetapi merupakan manhaj (sistem hidup dalam berakidah, beribadah, berhukum, berakhlak dan yang lainnya) yang wajib diikuti oleh setiap muslim. Jadi, pengertian salaf dinisbatkan kepada orang yang menjaga keselamatan akidah dan manhaj menurut apa yang dilaksanakan Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa sallam dan para Sahabat Radhiyallahu anhum sebelum terjadinya perselisihan dan perpecahan. Syaikhul Islam Ibnu Taimiyyah rahimahullah (wafat th. 728 H) berkata, “Bukanlah merupakan aib bagi orang yang menampakkan manhaj Salaf dan menisbatkan dirinya kepada Salaf, bahkan wajib menerima yang demikian itu karena manhaj Salaf tidak lain kecuali kebenaran.”
Berpegang pada Akidah Salaf
Seorang muslim wajib berpegang dengan akidah salaf di antara akidah-akidah yang lainnya, antara lain:
1. Dengan akidah salaf, seorang muslim akan mengangungkan Al Qur’an dan As-Sunnah, adapun akidah yang lain karena mashdar-nya (sumbernya) hawa nafsu, maka mereka akan mempermainkan dalil, sedang dalil dan tafsirnya mengikuti hawa nafsu.
2. Dengan akidah salaf, seorang muslim akan terikat dengan generasi yang pertama, yaitu para Shahabat radhiyallahu ‘anhum, mereka adalah sebaik-baik manusia dan umat.
3. Dengan akidah salaf, kaum muslimin dan da’i-da’inya akan bersatu sehingga dapat mencapai kemuliaan serta menjadi sebaik-baik umat.
Hal ini karena akidah salaf berdasarkan Al-Qur’an dan As-Sunnah menurut pemahaman para Sahabat. Adapun akidah selain akidah salaf, maka dengannya tidak akan tercapai persatuan bahkan yang terjadi adalah perpecahan dan kehancuran. Imam Malik rahimahullah berkata,
لَنْ يُصْلِحَ آخِرَ هَذِهِ الأُمَّةِ إِلاَّ مَا أَصْلَحَ أَوَّلَهَا
“Tidak akan baik generasi akhir dari umat ini melainkan apabila mereka mengikuti baiknya generasi yang pertama umat ini (Sahabat).”
4. Akidah salaf adalah akidah yang jelas, mudah dan jauh dari ta’wil, ta’thil, dan tasybih. Oleh karena itu, dengan kemudahan tersebut setiap muslim akan mengagungkan Allah Ta’ala dan akan merasa tenang dengan qadha’ dan qadar-Nya.
5. Akidah salaf adalah akidah yang selamat, karena As-Salafush Shalih lebih selamat, lebih mengetahui dan lebih bijaksana (aslam, a’lam, ahkam). Dan dengan akidah salaf ini akan membawa seseorang kepada keselamatan di dunia dan akhirat. Oleh karena itu, berpegang pada akidah Salaf ini hukumnya wajib.
Akidah ini bersumber dari mata air yang bersih, yaitu Kitabullah dan Sunah Rasulullah shalalahu ‘alaihi wa sallam, jauh dari hawa nafsu dan syubhat. Orang yang berpegang teguh dengannya dialah yang mengagungkan nash Al-Kitab dan As-Sunnah, karena dia menyadari bahwa seluruh isinya adalah hak dan benar.
Manhaj mereka dalam akidah terangkum sebagai berikut:
- Membatasi sumber pengambilan ilmu dalam bab akidah pada Kitabullah dan Sunah Rasul-Nya serta memahami nash-nash tersebut berdasarkan pemahaman Salafus Shalih.
- Ber-hujjah dengan sunah yang shahih pada bab akidah, baik sunah tersebut mutawatir maupun ahad.
- Tunduk terhadap wahyu dan tidak membantahnya dengan akal serta tidak larut membicarakan perkara ghaib yang tidak terjangkau oleh akal.
- Tidak mendalamai ilmu kalam dan filsafat.
- Menolak takwil yang batil.
- Menggabungkan nash-nash yang ada dalam satu permasalahan.
Imam al-Barbahari rahimahullah berkata, “Ketahuilah -semoga Allah merahmatimu- sesungguhnya agama ini hanyalah datang dari sisi Allah Ta’ala, tidaklah diserahkan kepada akal manusia atau pemikiran mereka. Ilmunya di sisi Allah dan Rasul-Nya, maka janganlah engkau mengikuti hawa nafsumu, yang menyebabkan engkau lepas dari agama dan keluar dari Islam, karena tidak ada hujjah bagimu. Sungguh Nabi shalallahu ‘alaihi wa sallam telah menjelaskan sunnah kepada umatnya dan menerangkan kepada para sahabat. Mereka adalah al-Jamaah, mereka adalah as-Sawadul A’zham (kelompok mayoritas), sedangkan ia adalah kebenaran dan ahlinya.
Keistimewaan Manhaj Salaf
Manhaj salaf, sebagai jalan yang benar dan petunjuk dalam memahami nash-nash agama yang datang dari Allah dan disampaikan melalui Rasul-nya, adalah manhaj atau metode beragama yang memiliki berbagai keistimewaan, di antaranya:
- Penganutnya teguh di atas kebenaran dan tidak mudah goyah sebagaimana kebiasaan para pengikut hawa nafsu.
- Pengikutnya sepakat di atas satu akidah dan tidak berselisih walau berbeda zaman dan tempat.
- Mereka adalah orang yang paling mengetahui keadaan Nabi shalallahu ‘alaihi wa sallam, perbuatan dan ucapan beliau. Paling mampu memisahkan antara yang shahih dan yang dhaif. Karena itu mereka adalah orang yang sangat mencintai sunnah, paling semangat mengikutinya dan paling tinggi loyalitasnya kepada ahlinya.
- Mereka meyakini bahwa metode Salafus Shalih adalah metode yang paling selamat (aslam), paling dalam ilmunya (a’lam), dan paling bijak (ahkam). Tidak seperti angapan ahli kalam bahwa metode salaf itu aslam sementara metode kaum khalaf lebih a’lam dan ahkam.
- Di antara keistimewaan mereka: Mereka sangat semangat dalam menyebarkan aqidah yang benar dan agama yang lurus, mengajari manusia, menasihati dan membantah para penyelisih dan Ahli Bidah.
- Mereka pertengahan di antara firkah-firkah yang ada.
Manhaj salaf berjalan di atas wahyu dan bimbingan ilmu, mencintai para ahli ilmu, dan memuliakan ilmu. Segala sesuatunya dibangun di atas fondasi keimanan, dan berdiri pada dinding kebenaran. Sehingga, wajib bagi seseorang untuk terus belajar dan menuntut ilmu, memperbaiki dirinya dan mewaspadai hadirnya kerancuan dalam berpikir (syubhat) dan godaan dalam hati yang mengajak kepada hawa nafsu terlarang (syahwat).
Referensi:
- Yazid bin Abdul Qadir Jawwas, Prinsip Dasar Islam, hal. 190.
- Sa’id Abu Ukkasyah, Jalan Kebenaran Hanya Satu (1), diambil dari https://muslim.or.id/25459-jalan-kebenaran-hanya-satu-1.html, akses pada 14 April 2022, 20:53 WIB.
- Al-Ustadz Yazid bin Abdul Qadir Jawas, Definisi Salaf , Definisi Ahlus Sunnah wal Jama’ah Pengertian ‘Aqidah Ahlus Sunnah Wal Jama’ah, diambil dari https://almanhaj.or.id/3428-definisi-salaf-definisi-ahlus-sunnah-wal-jamaah.html, akses pada 14 April 2022, 22:36 WIB.
- Syaikh Dr. Abdussalam bin Salim As Suhaimi, Jadilah Salafi Sejati (Terj), hal. 83