Resensi Buku: Bertumbuh

“Kamu tidak harus berubah. Banyak orang memaksakan diri untuk berubah, ujung-ujungnya mereka malah kembali kepada dirinya-diri yang penuh cela, diri yang ingin diganti. Namun, kamu harus bertumbuh. Pilihlah untuk menjadikan masalah dan pengalaman sebagai pelajaran hidup yang membuat dirimu semakin ‘kaya’. Biarkan rangkaian pelajaran itu membuat dirimu dipahamkan—mengubah dirimu.

Tumbuhlah besar: besar ilmumu, besar amalmu, besar hatimu, besar cita-citamu, besar cintamu, besar ikhtiarmu, besar tawakalmu, besar ikhlasmu, sabarmu, syukurmu. Bukan besar kepalamu. Tumbuhlah dewasa. Kamu tak pernah terlalu muda untuk itu.”

Apa yang paling menarik sekaligus melegakan dari sebuah perjalanan bertumbuh? Ya, boleh dikatakan, seseorang bertumbuh apabila bisa merasakan kegelian saat menengok dirinya yang sebelumnya. Oh, ternyata dulu aku begitu, sekarang aku begini. Sekarang aku lebih memahami. Buku ‘Bertumbuh’ ditulis  oleh para lima penulis muda, yaitu dari Kak Satria (Satria Maulana), Mas Gun (Kurniawan Gunadi), Kak Iqbal (Iqbal Hariadi), Mbak Muti (Mutia Prawitasari), dan Teh Novie (Novie Octaviane Mufti). Pada awalnya, mereka mulai meniti karier kepenulisan dari platform Tumblr. Layaknya reuni dan pertemuan antar-teman lainnya, mereka menceritakan kesibukan, kegagalan, rencana, cita-cita, dan ‘keresahan’ hidup masing-masing. Alhasil, berbulan-bulan setelah pertemuan itu, mereka bersepakat untuk menceritakan kembali keresahan-keresahan mereka dalam tulisan yang dibukukan.

Dilansir dari laman Satu Persen, quarter-life crisis dinilai berdampak pada 86% kaum milenial yang sering kali merasa tidak nyaman, kesepian, serta depresi dalam hidupnya. Biasanya seseorang merasa ‘kelinglungan sesaat’ pada usia dua puluhan awal—tengah—akhir atau pada saat beranjak dewasa awal: sekitar dua puluh lima tahun. Dengan adanya masalah ini, buku Bertumbuh hadir menjawab beberapa pertanyaan-pertanyaan yang biasa muncul di dalam pikiran-pikiran generasi milenial yang sedang—pernah menghadapi fase krisis seperampat abad. 

Buku ini terasa seperti obrolan hangat dengan teman-teman yang menghadapi masalah yang serupa, tulisan-tulisan mereka mengajak saya untuk semakin menengok ke dalam diri, bertanya pada diri sendiri—dialog diri—dan membuat saya sadar dengan hal-hal sekitar yang sering kali saya lupakan. Selain itu akan cerita-cerita pada masa kecil saya dahulu. Salah satunya adalah fitur media sosial yang saya suka sekaligus benci di waktu bersamaan adalah fitur memories di Facebook. Fitur ini tiba-tiba membangkitkan nostalgia saya bertahun-tahun lalu dalam berbagai momen: foto-foto dengan pose alay, kebersamaan dengan gaya sok “kisah klasik untuk masa depan”, atau karya-karya zaman dulu yang beberapa dibuat status, beberapa pesan isinya kurang faedah dan terkesan gaje (gak jelas). Lucu, sih, terkadang mengenang keseruan di momen itu membuat saya tertawa. Apalagi kalau berbicara soal karya dan kualitas diri.

Dulu yang ceritanya lagi galau, tiba-tiba posting puisi, yang isinya seperti curhatan namun berlagak “puitis”.  Kok bisa ya, dulu saya seperti itu? Namun setelah lama dan menengok kembali memori masa lalu, ternyata saya baru sadar bahwa kualitas saya dulu sangatlah cupu. Kesadaran ini membuat saya menyadari hal penting lainnya: ternyata saya bertumbuh. Ya, waktu yang akan menyembuhkan dan bertumbuh itu benar adanya. Buku Bertumbuh menjadi penenang dan solusi terhadap kegalauan dan keresahan yang saya rasakan, terutama saat menghadapi fase Quarter Life Crisis (QLC). Secara garis besar pesan atau nasihat dalam buku ini adalah agar saya terus berkembang, bertambah, dan menjadi besar. 

“…besar ilmumu, besar amalmu, besar hatimu, besar cita-citamu, besar cintamu, besar ikhtiarmu, besar tawakalmu, besar ikhlasmu, sabarmu dan syukurmu.”

Sementara itu, terdapat lima ciri-ciri bertumbuh yang ditulis lima pengarang yang memiliki masing-masing penulis menceritakan pengalamannya tersendiri. Singkatnya adalah sebuah perjalanan bertumbuh masing-masing penulis. Seseorang yang bertumbuh segar laksana tumbuhan dan subur dan siap menanti terbitnya fajar, fokus dengan arah hidupnya, tidak dengki dengan kemajuan orang lain, senantiasa menambah iman dan takwa kepada Allah, dan memperbanyak sedekah. 

  • Bab pertama buku ini menceritakan ‘Bangun Pagi’. Dia memiliki cita-cita untuk dicapai setiap hari.
  • Bab kedua ini menceritakan ‘Fokus pada tujuan hidupnya’. Yakni, bukan pada “apa” atau “yang mana” jalannya, melainkan bagaimana.
  • Bab ketiga berkisah tentang ‘Tidak iri dengan pertumbuhan orang lain’. Alih-alih, dia ikut senang dan bahagia apabila ada orang lain yang meraih keberhasilan-dan justru terinspirasi untuk menjadi versi dirinya yang lebih baik.
  • Bab keempat dengan judul ‘Banyak bersedekah’. Dia semakin menyadari bahwa apa yang dimilikinya-entah harta, waktu, atau energi-bukanlah miliknya sendiri.
  • Bab kelima buku ini berjudul ‘Semakin bertambah keimanan, ketakwaan, dan rasa syukur’. Dia semakin mengenal siapa dirinya, untuk apa dia diciptakan, dan ke mana dia akan pulang.

Keunggulan Buku

Buku ini dibuka dengan ilustrasi atau kaligrafi di atas dengan ada kutipan dibawahnya “everything shall pass..” yang bagi saya sendiri, menumbuhkan reception and got upDan pada setiap bab, dilengkapi dengan ilustrasi yang estetik dan indah. Meski tampak sederhana, namun memberikan nuansa dan makna yang tepat dengan tema setiap bab. Nilai plus yang lain, adalah pesan-pesan yang tersampaikan melalui sub bab cerita secara halus, jadi tak ada kesan menggurui. Isinya banyak reminder-nya, meski general, tapi masuk sama value-value yang ada di agama.

Ada banyak taburan quotes dan pengingat penuh makna yang menjadi favorit saya untuk berkembang dan bertumbuh.

Bagian pertama: Bangun Pagi (Dia memiliki cita-cita untuk dicapai setiap hari).

“Setiap hari adalah perenungan: bukan tentang seberapa banyak kesehatan dan kesempatan itu diperoleh, dimiliki atau digunakan, melainkan tentang seberapa bijak kesehatan dan kesempatan itu dijadikan bermakna dan bermanfaat.” (Mutia Prawitasari, hal.2)

Dilanjutkan pada bagian kedua: Fokus pada Tujuan Hidupnya (Bukan pada “apa” atau “yang mana” jalannya, melainkan bagaimana cara menjalaninya).

“Memulai, menjalani, dan mengakhiri sama-sama tidak ada yang mudah. Untuk itu, berdoalah lebih banyak untuk meminta kekuatan, dan segala hal yang berguna untuk menghadapinya. Sebab, perjalanan ke depan tidak pernah dijanjikan akan semakin mudah.” (Kurniawan Gunadi, hal.96)

Maasyaa Allah, saking sukanya, jadi mau saya tulis semuanya, hehe.

Sementara itu, untuk cover-nya sendiri, lebih apik dan menarik cover yang kedua, daripada cover yang pertama. Mengapa? Karena di-cover kedua memiliki kesan penuh makna: Ada sebuah jalan di dalam hutan rimbun dengan banyaknya pepohonan yang rindang dan tinggi menjulang. Saya seolah-olah disuruh untuk tetap terus bertumbuh laksana barisan pohon besar di hutan, yang akhirnya mengakar tancap kuat ke dalam, dan menjulang tinggi menuju langit.

Catatan Tambahan

Meskipun demikian, di antara segala kelebihan dan keunggulan yang diusung, saya melihat ada beberapa kekurangan dalam buku ini yang bersifat redaksional. Istilahnya, ‘tidak ada yang sempurna di dunia ini, kesempurnaan hanya milik-Nya” begitu kira-kira, sama halnya dengan saya sebagai manusia. Maka, karya yang dihasilkan manusia pun tak ada yang sempurna, akan selalu ada menyisakan celah untuk dikritisi atau ditanggapi. Sebetulnya hampir nyaris sempurna, hanya saja ada sedikit kekurangan yang bisa digunakan sebagai catatan membangun jika nanti buku ini cetak ulang kembali, yaitu:

  • Ada beberapa tulisan yang menurut saya perlu dibaca berulang kali, karena gaya bahasanya yang terkesan kaku, dan pembahasan yang cukup berat,
  • Ada satu kalimat typo, yaitu di halaman 40 (paragraf kesepuluh),
  • Tidak ada catatan kaki untuk mengartikan beberapa kata yang kurang familier di masa ini.

Jika ditanya ‘siapa yang cocok membaca buku ini?’. Bagi saya, buku ini sangat layak dibaca oleh siapa saja. Buku ini juga pantas dibaca berkali-kali, jadi nggak cuma sekali. Pesannya selalu membekas di hati. Meski harus dipahami dengan merenungkannya, melatih diri agar selalu berpikir sebelum melakukan apapun. Buku ini mengajak kita untuk terus tumbuh sebagai pribadi yang tangguh, membentuk pandangan hidup yang lekat dengan nilai spiritual seperti beribadah serta memaknai kegagalan secara positif, insyaa Allaah sangat membantu sekali untuk otak-jiwa-hati.

Mari bersama-sama kita menjadi baik, bersama-sama kita bertumbuh. Bertumbuh menjadi lebih baik adalah pilihan yang harus kita pilih, setiap hari. As a person, you only have two choices: you gotta row, or die. Let’s always choose to grow. 

Wallaahu a’lam.

Ada banyak hal menarik lainnya di buku ini. Penasaran? Daripada kepo dengan semua tulisannya, yuk kunjungi Perpustakaan SMA Future Gate Putra dan pinjam di sana. Atau kamu juga bisa lihat-lihat buku lain melalui tautan berikut  LRC FG (Learning Research Center).

Identitas Buku “Bertumbuh”
Judul Buku      : Bertumbuh
Penulis             : Satria Maulana, Kurniawan Gunadi, Iqbal Hariadi, Mutiara Prawitasari, dan Novie Octaviane Mufti
Penerbit           : CV IDS
Tahun               : 2018
Halaman          : xvi + 297 hlm; 14x20cm
ISBN                  : 078-602-72395-8-6
Cetakan            : 2, Maret 2018

Author

7 thoughts on “Resensi Buku: Bertumbuh

  1. Makasih Kak Mudri sudah diberi kesempatan membaca tulisan keren ini, awalnya agak berat tp lama-lama enjoy dan mulai paham. 👍👍💪

  2. Ini kali kedua, saya dapat membaca ulasan buah pemikiran dari seorang Muhammad Aidul Bakri penulis muda yg menginspirasi, selalu ada nilai-nilai positif yg dapat dipetik.

  3. Saya ga terlalu bisa memberi komentar terkait sebuah tulisan, cuman, intinya adalah, penyampaian bang mudri terkait review dari buku ‘bertumbuh’ tersebut, terkesan _family friendly_, maksudnya, kayak, gampang dipahami padanan kata”nya, terus _to the point_ gitu. Saya abis baca review nya kaya tergerak buat langsung pengen minjem bukunya bang nanti di LRC wkwkwkwkwk, kalimat” nya persuatif bang, keren😁

    1. Bismillaah..
      Tulisanmu tidak pernah gagal untuk menarik minat pembaca. Apapun itu, setiap goresan pena yang kamu tulis dalam tiap kata selalu mudah untuk dipahami bahkan mampu membuat pembacamu hidup dalam tiap tulisanmu.
      Saya salut atas kerja kerasmu selama ini. Teruslah berkarya, sampai nanti yang tersisa hanyalah nama untuk dikenang. Semoga karyamu mendunia.
      Baarakallahu fiik

  4. Masyaallah.. teruskan mas membuat tulisan yang selalu membawa nilai-nilai positif dan terus menginspirasi sehingga manusia tetap bangkit dari jatuhnya.
    Syukron atas tulisannya.
    Baarakallahu fiik.

  5. Masyaallah.. ulasannya walau ndak terlalu banyak, tetapi bisa mengambil setiap poin dari buku “Bertumbuh” dengan kata-kata yang cukup mudah dimengerti untuk dibaca oleh penikmat pembaca, hehe. Keep going untuk selalu menginspirasi para penulis, terutama para penulis yang masih muda-mudi wk-wk-wk. Barakallahu fiik.

  6. MasyaAllah tabarokallah, semoga Allah ta’ala, selalu mudahkan kak mudri untuk terus berkarya dan memberi makna kata pada anak muda dan semua usia.
    Buku yang menyadarkan diri akan hal yang sebenarnya harus selalu di ingat bahwa ” Tidak ada yang sempurna di dunia ini, meski terkadang jiwa ingin kesempurnaan, namun kesempurnaan hanya milik-Nya semata, itu tidak bisa di elak oleh siapapun.
    Semoga dengan banyaknya karya yang di keluar kan, semakin banyak pula generasi yang menyadarkan dirinya lewat sebuah kata nan bermakna. Barokallahu fiikum.

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *