Seri Saham: Kapan Berinvestasi Saham (Bag. 5 | Selesai)
Published Date: 7 September 2022
Ada apa dengan saham? Kenapa penulis merekomendasikan meski juga mewanti-wanti di waktu yang sama? Alasan sebenarnya karena situasi dan kondisi diri sendiri dan lingkungan. Dari pengalaman penulis setelah beberapa tahun mencoba, ternyata hasilnya cukup memuaskan. Dan jika seseorang punya kesadaran akan literasi keuangan yang cukup maka dia tidak hanya memikirkan kebutuhan sandang, pangan, papan saat ini saja, melainkan bagaimana agar lebih terjamin untuk masa tua nanti dan bisa memberikan yang terbaik, bahkan untuk keluarganya.
Di sisi lain, memang di tangan Allah Ta’ala dan sudah dituliskan di lauhulmafudz. Namun tentu tugas kita sebagai manusia untuk terus berusaha. Maka sebaiknya kita berusaha semaksimal mungkin menggapai rezeki-Nya, diiringi dengan doa.
Pada penutup artikel seri terakhir tentang saham ini, penulis hendak memaparkan beberapa hal mengenai keuntungan investasi saham. Ada beberapa alasan mengapa harus berinvestasi dan mengapa saham yang dipilih.
1. Jaminan Hari Tua (JHT)
Hampir semua orang tahu pentingnya investasi untuk masa tua nanti, makanya intitusi macam JHT, Jamsostek, BPJS Ketenagakerjaan, Taspen, hingga asuransi masih tetap eksis dan berkembang dari masa ke masa. Tidak ada orang yang bisa (dan mau) jika harus bekerja terus menerus sampai tua, kecuali 2 hal: terpaksa atau memang passion-nya di situ.
Jika tempat kita bekerja saat ini sudah ada program semacam Jaminan Hari Tua (JHT) atau semacamnya, maka boleh jadi kita tidak perlu ribet investasi finansial aset lagi. Kita hanya dituntut mampu mengendalikan gaya hidup dengan besaran tunjangan pensiun yang ada. Namun jika tempat kerja atau bisnis yang kita jalani saat ini tidak menyediakan tunjangan pensiun, maka sudah saatnya harus mulai berinvestasi pada finansial aset. Perlu disadari juga bahwa cepat atau lambat umur serta fisik akan membatasi kemampuan menghasilkan cashflow secara optimal.
Tapi tahukah And? Kemana dana pensiunan PNS/ASN/Karyawan Perusahaan Multinasional tersebut dikelola? Sejauh pengetahuan penulis biasanya tidak jauh-jauh dari invest ke Obligasi, SUN, Sukuk, Deposito (biasanya porsinya lebih dari 60%), sisanya ke saham dan instrumen lainnya. Namun pemilihan sahamnya juga tidak harus sesuai kaidah syariah. Contoh disini dana pensiun yang dikelola Jiwasraya (dapen PNS/ASN) dan Asabri (dapen TNI / Polri) yang nyatanya nyangkut di saham-saham gorengan (kasus 2019). Jika benar begitu maka dana pensiunan tersebut kurang memperhatikan aspek syariah. Jadi bukankah lebih aman dan nyaman dikelola sendiri?. Dengan syarat, anda bisa mengelolanya.
2. Membeli Saham = Membeli Perusahaan.
Perusahaan yang tempat kita menaruh saham tentu telah dijalankan oleh para profesional dan expert di bidangnya. Sehingga para penanam saham dapat duduk sambil ngopi memantau kinerja setiap kuartal (3 bulanan) melalui laporan keuangan.
Pemilik saham juga dapat hadir saat ada public exposed perusahaan yang biasa diadakan setahun sekali untuk mendengar strategi, prospek dan kondisi perusahaan kedepannya.Atau turut memutuskan suatu keputusan saat ada Rapat Umum Pemegang Saham (RUPS) minimal setahun sekali. Saat perusahaan mendapat keuntungan dan membagi deviden, kita juga akan mendapat bagian sejumlah lot yang dimiliki berbanding dengan total lembar saham dan payout ratio-nya. Apabila perusahaan tersebut semakin bertumbuh dari waktu ke waktu tentu harga sahamnya juga akan mengikuti fundamentalnya, maka capital gain akan mudah didapatkan.
Itulah enaknya menjadi seorang investor saham.
Kita mungkin dapat membangun bisnis kedai kopi yang laris, produksi sabun dan skincare yang viral, kue yang lebih enak dan nikmat daripada Pizza Hut dan lain sebagainya. Namun bisakah kita membuat sistemnya secara otomatis, berkembang dan besar seperti MAPB (Starbuck Indonesia), UNVR (Unilever), PZZA (Sarimelati Kencana – PHD Indonesia)?
Jadi tidak salah juga ketika ditanya calon mertua, “Kamu sudah punya apa?”, kita dapat berseloroh, “Saya salah satu pemilik perusahaan PT Unilever, PT Mayora, PT Aneka Tambang dan 7 perusahaan lain, Pak.” Walaupun aslinya memang pemilik perusahaan dengan bobot 0,000xxx% dari total 100% alias cuma beberapa lot saja tapi tetap saja kita adalah salah satu pemiliknya, dan itu dijamin oleh undang-undang.
3. Mulai Investasi Saham dengan Nominal Kecil
Sudah dijelaskan dalam tulisan sebelumnya, kita dapat membeli saham dengan dana minimal Rp5.000,- untuk 1 lot (harga saham Rp50,-, namun tidak disarankan, sebab saham gocap biasanya bermasalah). Tidak seperti investasi properti, tanah, emas yang membutuhkan dana lebih besar – belum lagi masalah administrasi yang merepotkan. Atau semisal sistem nabung emas juga dengan dana relatif sangat kecil secara online namun penulis kurang setuju karena tidak sesuai kaidah syariah (pernah dibahas ditulisan sebelumnya).
Memulai saham dengan nominal kecil sama dengan menguragi resiko kerugian. Selain itu, memulai dengan nominal kecil juga melatih kepekaan kita selaku investor mengenai pergerakan saham yang dinamis. Sehingga apabila nantinya nilai sahamnya melonjak naik, kita cepat merasa puas. Pun ketika saham dalam kondisi terpuruk membuat kita siap dengan resiko yang tidak seberapa.
Berinvestasi saham dalam nominal kecil juga lebik menguntungkan dan aman dibandingkan menabung di rekening bank. Sebab biasanya ada saja hasrat impulsif ketika saldo baru terkumpul sekian juta lalu bergumam dalam hati, “Pilih Iphone atau Xiaomi terbaru ya?”, “Ada duit nih, healing dulu ahhhh”. Feel-nya beneran beda ketika berinvestasi saham. Saat saham kita anjlok, “Yah, sayang nih mau dijual rugi, tahan dululah, ntar kalo ada duit serok lagi harga bawah”. Kalau harganya lagi naik dan floating profit, “Wah, ternyata duit Rp200 ribu yang kemarin saya belikan saham ABCD sekarang sudah jadi 350.000, ya. Kalo ada duit tambah muatan lagi, ah!”
Begitulah yang ada di pikiran penulis dari awal hingga saat ini dan tanpa terasa “tabungan saham” kita sudah menggunung dan bergulung dari waktu ke waktu. Kita hanya perlu tahu apa yang kita lakukan!
4. Financial Freedom dengan Deviden
Perusahaan yang baik biasanya selalu membagikan deviden. Pada artikel berjudul “Investasi Saham Tidak Untuk Semua Orang dicontohkan bahwa PT. Unilever selalu membagikan deviden di setiap tahun dalam kurun satu dekade. Jika suatu saat pendapatan yang kita dapat selama 1 tahun dari deviden sudah sama dengan pengeluaran kita dalam 1 tahun maka tercapailah financial freedom.
Perlu diingat bahwa merdeka secara finansial bukan berarti tidak bekerja sama sekali. Kita tetap bisa produktif melakukan pekerjaan kita sehari-hari. Katakanlah seorang guru (penulis bekerja di sekolah, -Red.), tanpa harus pusing memikirkan berbagai macam administrasi kependidikan demi memenuhi syarat mendapat tunjangan jabatan, tunjangan fungsional, gaji ke-13, sampai gaji ke-17, misalnya. Kadangkala hal-hal seperti itu malah mengalihkan fokus kita (dan keikhlasan kita) dalam mencapai tujuan sebenarnya sebagai seorang guru. Memang tidak ada yang salah dengan berbagai macam fasilitas dan tunjangan yang diberikan pemerintah, namun untuk bisa pensiun dengan layak seperti PNS/ Guru tersertifikasi ada banyak jalan lain.
Apapun pekerjaan yang kita sukai, yang ingin dijalani seumur hidup, pastikan itu bukan dilandasi motivasi karena uang semata.
5. Saham Dapat Diwariskan
Yups, sama dengan harta lainnya, saham itu dapat dialihkan kepada ahli waris. Selama perusahaan tersebut masih eksis, selama itu pula hak kepemilikan dalam saham itu berlaku. Bahkan umur perusahaan bisa puluhan bahkan ratusan tahun lebih lama dibandingkan umur manusia rata-rata. Pastikan kita mewariskan saham perusahaan yang baik dari segala sisi, jangan mewariskan saham gorengan yang penuh kolesterol untuk anak cucu kita.
Itu tadi lima hal yang dapat menjadi alasan kenapa kita perlu mempertimbangkan untuk berinvestasi di sektor saham. Secara umum, lima seri tulisan ini bukanlah ajakan yang bersifat wajib untuk setiap orang. Sebab sebagaimana dituliskan sebelumnya, kita perlu memerhatikan banyak faktor seperti mental, psikologis, dan ilmu yang dimiliki sebelum benar-benar terjun ke pasar modal. Pikirkan juga segala resiko yang meliputi sektor saham dan sejenisnya.
Semoga bermanfaat.