Serial Faedah Ringkas #2: Zakat Ilmu di Era Digital

Satu hal yang sebetulnya tak perlu dijelaskan lagi adalah saat ini kita hampir tak bisa lepas dari internet. Ketika ingin mengetahui berita terbaru, kita mencarinya lewat internet. Ketika ingin berbincang dengan seseorang, kita melakukannya via internet. Demikian pula ketika hendak mencari ilmu atau membagikan pengetahuan yang kita miliki, kita melakukannya lewat internet.

Alhasil, internet menjadi sejenis tempat serba ada, di mana apa pun bisa terjadi dan segala macam hal berlalu-lalang. Persoalannya, yang bertebaran di internet bukan hanya hal-hal baik atau bermanfaat, tapi juga propaganda-propaganda negatif dan misinformasi-misinformasi menyesatkan. Di titik inilah, kita perlu memikirkan ulang soal “zakat ilmu” dan eksistensi orang berilmu di rimba raya internet.

Syaikh Bakr Abu Zaid berkata, “Tunaikanlah zakat ilmu. Caranya dengan menyampaikan kebenaran, beramar makruf nahi munkar, dengan mempertimbangkan antara kemaslahatan dan kemudaratan, mengajarkan ilmu atas dasar kecintaan memberi manfaat, memanfaatkan jabatan untuk kebaikan, dan memberikan pertolongan kepada kaum muslimin dalam menghadapi berbagai musibah dalam kebenaran dan kebajikan.”

Beliau memang mengungkapkan hal tersebut puluhan tahun lalu, sebelum internet eksis dan menjadi sepenting sekarang. Akan tetapi, anjuran beliau terkait “zakat ilmu” perlu kita renungkan baik-baik. Dalam pengertian sederhana, zakat ilmu adalah menyalurkan ilmu yang kita miliki untuk kemaslahatan umum.

Pada zaman dahulu, “zakat ilmu” berbentuk mengajarkan orang-orang tentang suatu materi di forum keilmuan atau dengan menulis buku tentang tema yang kita kuasai. Nah, adapun zaman sekarang, “zakat ilmu” bisa memiliki makna lebih luas, antara lain dengan menyebarkan ilmu yang kita miliki via internet. Sebagai contoh, kita bisa berbagi ilmu via status Facebook, video singkat yang kita pajang di TikTok atau YouTube, atau sesederhana konten poster yang kita unggah di Instagram. Intinya, media untuk menyebarluaskan ilmu tak lagi cuma gedung sekolah atau buku. Kita bisa membagikan ilmu yang kita miliki kepada orang-orang di sepenjuru dunia, bahkan saat kita sedang berada di dalam kamar!

“Zakat ilmu” juga merupakan bagian dari implementasi hadis soal amal jariyah, yaitu di poin “ilmu yang bermanfaat”.

Diriwayatkan dari Abu Hurairah, bahwa Nabi Muhammad shallallahu ‘alaihi wasallam bersabda,

إِذَا مَاتَ الْإِنْسَانُ انْقَطَعَ عَمَلُهُ إِلَّا مِنْ ثَلَاثَةٍ مِنْ صَدَقَةٍ جَارِيَةٍ وَعِلْمٍ يُنْتَفَعُ بِهِ وَوَلَدٍ صَالِحٍ يَدْعُو لَهُ

“Apabila manusia meninggal dunia, amalnya terputus kecuali dari tiga hal: sedekah jariyah, ilmu yang bermanfaat, dan anak saleh yang mendoakannya.” (HR. Muslim)

Dalam lanjutan perkataannya, Syaikh Bakr Abu Zaid berkata, “Karena kemuliaannya, ilmu itu bertambah dengan banyak diberikan dan berkurang bila banyak ditahan. Sedangkan bencana ilmu adalah menyembunyikannya.”

Di luar sana banyak orang yang ilmunya terbatas atau malah sesungguhnya tidak memiliki bekal yang cukup dengan bebas dan bersemangat menyebarkan apa saja ke publik. Tentu amat disayangkan jika kita yang memiliki ilmu malah ragu-ragu atau tidak memiliki semangat sedikit pun untuk membagikan ilmu ke khalayak. Memang internet bukan satu-satunya jalan untuk menyebarkan ilmu. Akan tetapi, mengingat betapa krusialnya peran internet sebagai media di era digital sekarang, menyebarkan ilmu, menunaikan “zakat ilmu” lewat internet tentu memiliki kedudukan yang tak bisa disepelekan.

Dalam hal ini, seolah-olah sudah membaca pertanda zaman, Syaikh Bakr Abu Zaid pun berujar, “Janganlah anggapan bahwa zaman telah rusak, orang-orang fasik sudah berkuasa, dan manfaat nasihat sudah hampir tidak ada itu membuatmu enggan melaksanakan tugas menyampaikan ilmu. Jika demikian, maka tindakanmu itu akan dimanfaatkan oleh orang-orang fasik untuk mengambil kesempatan seluas-luasnya untuk melanggar nilai-nilai akhlak mulia dan mengangkat bendera akhlak tercela.”

Semoga Allah memberikan kita kemudahan untuk mempelajari ilmu, menunaikan “zakat ilmu”, dan mengibarkan bendera-bendera kemuliaan. Wallahu a’lam.

 

[Diolah dari buku Hilyah Thalibil ‘Ilmi (Perhiasan Penuntut Ilmu) karya Syaikh Bakr bin Abdullah Abu Zaid hlm. 92-93 dengan sejumlah tambahan]

Author

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *