Blockchain dan Ekonomi Masa Depan

Blockchain merupakan backbone dari teknologi mata uang digital yang dikenal dengan crypto currency (Zhao, 2016).  Teknologi blockchain pada sistem crypto currency  dipandang sebagai bentuk revolusi dalam ekonomi, dimana tidak lagi dibutuhkan sebagai financial intermediary atau pihak perantara dalam transaksi ekonomi. Teknologi blockchain memungkinkan transaksi bersifat peer-to-peer  yakni langsung antara pihak yang bertransaksi. Teknologi blockchain juga memungkinkan ekonomi yang bersifat desentralistik (decentralize economicsehingga tidak dibutuhkan bank sentral sebagai penerbit dan pengatur peredaran mata uang (Lansity, 2017).

Blockchain telah merupakan revisi dan revolusi dari sistem ledger yang masih memungkinkan terjadinya celah (frauddalam transaksi ekonomi dengan intermediary system yang menggunakan sistem server yang tersentralisasi.

Sejarah

Ide dan pengembangan teknologi yang menyerupai sistem blockchain pertama kali digagas oleh David Chaum seorang cryptographer pada tahun 1982 dalam disertasinya Computer Systems Established, Maintained, and Trusted by Mutually Suspicious Groups” (Shermani, Javani et al, 2019).  Istilah blockchain secara resmi dijelaskan oleh dua orang ilmuwan, Stuart Haber dan W. Scott Stornetta pada tahun 1991. Mereka memperkenalkan konsep dokumen kriptografi yang tersusun dalam bentuk rantai blok (secured chain of block).

Sistem blockchain terus dikembangkan oleh Markle Trees yang memperbaiki Incorporated Design pada 1992 kemudian dilanjutkan oleh Hall finney dengan penambahan reausable proof of work (RPoW) pada 2004. Baru pada tahun 2008 sistem blockchain yang terdesentralisasi pertama kali dikonsep oleh sekelompok orang yang menamai dirinya dengan nama samaran Satosi NakamotoSistem yang dikembangkan oleh Satosi Nakamoto kemudian diimplementasikan pada crypto currency pertama di dunia yakni bitcoin (Narayanan et al, 2016).    

Setidaknya terdapat tiga fase perkembangan dari teknologi blockchain(1) yakni fase transaksi (2008 – 2014), yakni fase kemunculan bitcoin sebagai bentuk aplikasi sistem blockchain yang ditandai dengan terbentuknya sistem transaksi blok dengan metode per-to-per(2) Selanjutnya yaitu fase kontrak (2013 – 2015), pada fase kedua ini ditandai dengan kemunculan kripto baru Ethereum yang memberikan konstribusi pada pengembangan sistem smart contract pada blockchain yang merupakan program pekerjaan secara otomoatis dalam menangani pembentukan kontrak dan kesepakatan, hanya tereksekusi ketika prakondisi terpenuhi. (3) Ketiga adalah fase aplikasi  yang ditandai dengan perkembangan neo crypto currency dan dikembangkan di Cina serta didukung oleh perusahaan besar Ali Baba. Selain itu kemunculan crypto currency IOTA. Pada fase ini blockchain melakukan penyesuaian dengan teknologi IOT (Internet of Things) dan perbaikan pada verifikasi unik serta skalabilitas (Iridale, 2020).

Konsep Teknis Blockchain

Secara teknis blockchain adalah registry terdistribusi dalam jaringan komputer terdesentralisasi. Dalam teknologi blockchain informasi dan data transaksi dimiliki  dan dikontrol oleh public yang merupakan anggota dari jaringan, data tidak dikuasai oleh entitas tunggal seperti server utama atau komputer pusat. Setiap anggota jaringan computer dapat menambah data baru namun tidak dapat memodifikasi data yang telah dibuat dan terekam dalam blockchain.

Blockchain didesain untuk menjadikan transaksi keuangan menjadi transparan, tidak dapat dimodifikasi dan aman. Selain itu blockchain menggunakan teknologi P2P sehingga tidak membutuhkan perantara administrasi yang tersentral, jika suatu node yakni device yang terhubung ke jaringan melakukan transaksi maka akan ter-update keseluruh jaringan.

(Blockchain Model : Sumber www.openaccessgovernment.org)

Secara teknis blockchain terdiri dari data set yang terdiri atas paket data dimana setiap blok mengandung sejumlah transaksi yang berfungsi sebagai historical ledger atau riwayat catatan leger transaksi.  Setiap blok yang terbentuk akan divalidasi dengan sistem kriptografi pada algoritma blockchain. Pada setiap blok dan transaksi baru akan terdapat time stamp (stempel waktu), hash value (nilai Hash) dari blok sebelumnya atau disebut parent blocknonce yakni sebuah nilai random yang berfungsi memverifikasi hash.

Konsep yang menjaga integritas dari keseluruhan blok adalah adanya genesis block atau disebut juga dengan blok pertama. Rangkaian proses dan sistem dalam blockchain disebut sebagai consensus mechanism yang memastikan seluruh transaksi dan penambahan informasi sesuai dengan desain dan sistem blockchain (Swanson, 2015).

 

Perkembangan Crypto Currency

Crypto currency adalah bentuk penerapan dari blockchain. Trend penggunaan  crypto di berbagai dunia terus berkembang. Berdasarkan laporan “The Chainalysis 2021 Geography of Cryptocurrency Report”  bahwa pengguna dari cryptocurrency telah mencapai 300 juta orang diseluruh dunia atau sebesar 3,9% penduduk dunia. Terdapat 18.000 institusi bisnis yang telah menerima pembayaran menggunakan crypto.  Dengan statistik dimana terdapat lima negara teratas dalam kapitalisasi crypto yakni:

  1. India, US$100 Juta
  2. Amerika, US$27 Juta
  3. Nigeria, US$13 Juta
  4. Vietnam, US$5,9 Juta
  5. United Kingdom, US$3,3 Juta

Dari tahun 2012 – 2022 harga dari crypto currency terus melonjak hampir mencapai 540.000%. Bitcoin memiliki annual growth (pertumbuhan tahunan) mencapai 274%, diprediksi perkembangannya akan terus melonjak sebanyak 54% hingga tahun 2025.

Adapun urutan 3 besar dari pasar cryto per-awal tahun 2022 masih dikuasai oleh bitcoin ditempat pertama dengan kapitalisasi pasar sebesar US$700 miliar, disusul oleh Etherium pada urutan kedua dengan kapitalisasi pasar sebesar US$294 miliar dan pada posisi ketiga atau Tether dengan kapitalisasi sebesar US$78 miliar, informasi yang dilansir oleh situs coinmarketcap.com.


Symbol
Market Cap Price Circulating Supply Volume(24h)
1 Bitcoin BTC $708,100,785,449 $37,386.35
2 Ethereum ETH $294,976,593,004 $2,472.29
3 Tether USDT $78,193,698,561 $1.00
4 BNB BNB $62,957,934,466 $381.29
5 USD Coin USDC $48,528,338,158 $0.9995
6 Cardano ADA $35,226,430,447 $1.05
7 Solana SOL $29,801,894,221 $94.66
8 XRP XRP $29,595,380,475 $0.62
9 Terra LUNA $24,801,337,466 $61.71
10 Dogecoin DOGE $19,350,473,088 $0.1459

 

Legalitas Crypto Currency

Pandangan pemerintah dan Instansi berwenang dalam hal ini Bank Indonesia (BI) secara tegas melarang bentuk transaksi menggunakan crypto currency karena dianggap bertentangan dengan UU Nomor 7 Tahun 2011 dan Peraturan Bank Indonesia nomor 17 Tahun 2015 yang mengatur tentang legalitas mata uang resmi. Dimana pasal-pasal didalamnya memuat kewajiban bagi warga negara Indonesia untuk bertransaksi dengan mata uang Rupiah dalam yuridiksi dari negara Indonesia. Di dalam kedua aturan tersebut terdapat ancaman pidana bagi transaksi menggunakan mata uang yang tidak sah, yang dikecualikan untuk pelaksaaan APBN, simpanan di bank dan segala bentuk transaksi ekonomi internasional.  Kesimpulannya, crypto currency bukanlah alat pembayaran yang sah di Indonesia berdasarkan aturan dan legalitas yang berlaku.

Namun pada tahun 2020 Kementrian Perdagangan melalui Badan Pengawas Perdagangan Berjangka Komoditi (BAPPEBTI), menerbitkan suatu aturan yang menyatakan bahwa crypto currency dapat diperdagangkan sebagai aset kripto. Aturan ini disahkan melalui peraturan Badan Pengawas Perdagangan Berjangka Komoditi Nomor 7 Tahun 2020 tentang Penetapan Daftar aset kripto (Peraturan BAPPEBTI/7/2020). Dengan peraturan ini maka dapat dibedakan dua hal yakni 1) crypto currency tidak sah sebagai alat pembayaran atau mata uang, namun 2) sebagai aset investasi atau crypto asset, ia sah diperjual belikan di pasar fisik aset kripto. Sebagaimana tertuang dalam pasal 1 ayat 1 Peraturan BAPPEBTI 7/2020 menyebutkan:

Calon Pedagang Fisik Aset Kripto dan/atau Pedagang Fisik Aset Kripto hanya dapat memperdagangkan Aset Kripto di Pasar Fisik Aset Kripto yang telah ditetapkan oleh Kepala BAPPEBTI dalam Daftar Aset Kripto yang dapat diperdagangkan di Pasar Fisik Aset Kripto.

Hukum Crypto Currency dalam Islam

Majelis Ulama Indonesia (MUI) dalam Ijtima Ulama ke-7 tahun 2021 telah menyatakan bahwa crypto currency hukumnya haram dan tidak sah secara agama untuk diperdagangkan. Keputusan fatwa tersebut didasari pada pertimbangan bahwa unsur gharar (ketidak pastian) yang tinggi, adanya unsur dharar (kemudharatan) menjadikan transaksi menggunakan cyrpto currency menjadi haram. MUI secara tegas menyatakan bahwa segala bentuk transaksi yang mengandur unsur gharar, dharar dan qimar (memuat unsur perjudian) adalah haram dan tidak sah untuk dilakukan.

Namun menurut pendapat dari para ahli ilmu yang membidangi fiqih muamalah di Indonesia tentang hukum crypto currency, sebagaimana pandangan Dr Erwandi Tarmidzi, Lc, M.A, mengganggap bahwa transaksi crypto currency termasuk haram sebagaimana pemerintah dalam hal ini BI juga telah melarang transaksi crypto currency sebagai mata uang. P

Pandangan yang sama juga disampaikan oleh Ustadz Ammi Nur Baits bahwa crypto currency hukumnya haram karena terdapat gharar dan dekat dengan perjudian, selain itu nilai crypto currency yang tidak stabil menjadikan ia rentan akan kerugian dan tidak memenuhi prasyarat sebagai mata uang dan bahkan aset. Namun pandangan yang berbeda disampaikan oleh Ustaz Musyafa Addariniy yang menyatakan bahwa cyrpto currency  tidaklah haram karena ia berpegang bahwa hukum asal muamalah adalah halal dan tidak ada dalil yang memalingkan dari hukum asal.

Berikut pandangan ustadz DR. Musyafa Addariniy, Lc, M.A:

Crypto dan NFT, haramkah?

Hukum permasalahan ini akan kita ketahui dari beberapa poin berikut ini:

  1. Crypto dan NFT adalah masalah non ibadah, sehingga pada asalnya dibolehkan, sampai ada dalil kuat yang mengharamkannya.
  2. Peraturan Badan Pengawas Perdagangan Berjangka Komoditi (Bappebti) No 5 Tahun 2019, tentang Ketentuan Teknis Penyelenggaraan Pasar Fisik Aset Kripto, menegaskan tidak bolehnya crypto currency sebagai alat pembayaran, tapi boleh sebagai barang komoditas. Ini menunjukkan bahwa crypto di Indonesia sudah diakui sebagai harta kekayaan yg bisa dijualbelikan sebagai komoditas.
  3. NFT adalah aset digital berbasis teknologi blockchain yg mewakili objek dunia nyata, seperti: seni suara, seni gambar, item dalam game, dan video. Dengan demikian, bisa disimpulkan bahwa NFT juga harta kekayaan.
  4. Bila crypto dan NFT dianggap sebagai aset kekayaan, maka tukar menukar yg terjadi antara crypto dan NFT adalah barter, seperti: menukar sepeda motor dengan sepeda ontel, dan ini dibolehkan. Begitu pula membeli crypto dg uang rupiah, itu seperti membeli motor dg uang rupiah.
  5. Bila nantinya crypto diakui resmi oleh negara tertentu sebagai mata uang, maka crypto di negara itu dianggap sebagai uang, sehingga hukum-hukum yang berkaitan dengan uang berlaku padanya. Sedangkan di negara-negara yang masih tidak mengakuinya secara resmi sebagai uang, maka crypto tetap tidak dianggap sebagai mata uang di negara tersebut.
  6. Fluktuasi harga crypto dan NFT yang besar tidak menjadikannya sebagai aset harta yg diharamkan, membelinya juga tidak masuk dalam kategori judi.
  7. Bila ingin hati-hati dalam membeli crypto dan NFT, silahkan, tapi itu bukan alasan untuk mengatakan bahwa crypto dan NFT diharamkan. Wallahu a’lam. Semoga bermanfaat dan Allah berkahi, amin.

Kesimpulan

Blockchain dibedakan dengan crypto currency, walaupun blockchain adalah teknologi di belakang crypto currency namun keduanya adalah memiliki sisi yang berbeda, dimana blockchain dapat dikembangkan untuk produk dan aplikasi yang lain dan lebih luas diluar crypto currency. Adapun  crypto currency sebagai salah satu aplikasi dari blockchains masih memiliki banyak kontroversi baik secara hukum legal formal maupun dari sisi syari.

Dari hukum legal formal crypto dibedakan antara alat pembayaran dan aset. Negara secara tegas melarang penggunaan crypto currency sebagai alat pembayaran bahkan terdapat sanksi pidana untuk penggunaan mata uang selain yang resmi dikeluarkan oleh negara sebagai alat transaksi pembayaran. Namun sebagai aset investasi maka negara masih membolehkan jual beli crypto currency.  Adapun secara hukum syar’i Majelis Ulama dan beberapa asatidzah yang membidangi fiqh muamalah mengharamkan penggunaan crypto currency namun demikian tetap terdapat perbedaan pendapat di mana sebagiannya tetap membolehkan.

Zulnan Tinggihari
[Lahir di Jakarta dengan kuniyah Abu Isa, menamatkan pendidikan S1 Jurusan Teknologi Pendidikan UNJ dan S2 di bidang Ekonomi Islam pada Sekolah Tinggi Ilmu Ekonomi Tazkia Bogor]

 

Referensi

  • Narayanan, Arvind; Bonneau, Joseph; Felten, Edward; Miller, Andrew; Goldfeder, Steven (2016). Bitcoin and cryptocurrency technologies: a comprehensive introduction. Princeton: Princeton University Press. ISBN 978-0-691-17169-2.
  • Zhao, J.L., Fan, S. & Yan, J. (2016) Overview of Business Innovations and Research Opportunities in Blockchain and Introduction to the Special Issue. Financial Innovation, 2. Dan pada tahun 2008
  • Iansiti, Marco; Lakhani, Karim R. (2017). “The Truth About Blockchain”Harvard Business ReviewHarvard UniversityArchived.
  •  Iredale, Gwyneth (2020). History of Blockchain Technology: A Detailed Guide. 101 Block chain, 2020, https://101blockchains.com/history-of-blockchain-timeline/
  • Sherman, Alan T.; Javani, Farid; Zhang, Haibin; Golaszewski, Enis (January 2019). “On the Origins and Variations of Blockchain Technologies”. IEEE Security Privacy. 17 (1): 72–77
  • Swanson T (2015) Consensus-as-a-service: a brief report on the emergence of permissioned, distributed ledger systems. Work Pap
  • The Chainalysis 2021 Geography of Cryptocurrency Report, Chain Analysis Oct 2021

About Author

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *