Cleansing Factor, Cara Membersihkan Harta Haram Investasi Saham
Published Date: 13 February 2023
Dalam tulisan sebelumnya, mengenai kriteria saham syariah, telah dijelaskan beberapa pendapat ulama tentang dasar hukum investasi saham dalam syariat islam. Salah satunya adalah pendapat Syaikhul Islam Ibnu Taimiyah, “Dan jika dalam hartanya bercampur antara yang halal dan yang haram, maka harta yang haram tidak membuat harta yang halal tersebut menjadi haram, tetapi boleh baginya untuk mengambil sebesar harta yang halal. begitu juga orang yang hartanya bercampur antara yang halal dan yang haram, maka yang dia keluarkan adalah sebesar harta yang haram, sedang sisanya adalah halal baginya.”
Nah, disini kita akan membahas bagaimana cara mengeluarkan bagian dari harta haram tersebut.
Cara ini biasa digunakan oleh manajer Investasi reksadana saham syariah untuk membersihkan dana kelolaannya, yang dalam perjalanan investasinya mungkin akan tercampur dengan pendapatan yang haram. Pendapatan tersebut biasanya didapat dari deviden yang dibagikan perusahaan yang dalam labanya terkandung pendapatan lain-lain yang “haram” secara syariat seperti misalnya bunga deposito, obligasi, pendapatan asuransi, dan sebagainya.
Ada beberapa syarat untuk bisa menghitung berapa rupiah yang harus dibersihkan dari deviden yang kita terima tersebut. Syarat tersebut diantaranya: mampu membaca laporan keuangan perusahaan, dan paham fikih muamalah untuk mengidentifikasi mana pendapatan haram yang dimaksud. Minimal 2 syarat tersebut terpenuhi, walaupun dasarnya saja. Istilah yang digunakan untuk mendapatkan angka berapa harta haram yang harus dikeluarkan ini disebut dengan cleansing Factor dengan rumus sebagai berikut:
Cleansing Factor=(pendapatan non halal/ total pendapatan x 100%) x total deviden yang diterima
Untuk lebih jelasnya akan kita gunakan contoh praktik nyata dengan menggunakan studi kasus deviden final yang didapatkan dari perusahaan PT. Bukit Asam, Tbk. untuk laporan tahunan yang berakhir 31 Desember 2021 berikut ini:
Dari cuplikan Laporan Keuangan (LK) PT. Bukit Asam, Tbk. (PTBA) per tahun laporan 2021 di atas, kita tahu total pendapatan yang dibukukan adalah Rp29.261.468.- (x 1.000.000.-) atau Rp29.261.468.000.000. Selanjutnya kita perlu cek selain pendapatan tersebut adakah faktor lain yang membentuk atau menambah komponen pendapatan? Biasanya ada pendapatan lain-lain/ pendapatan keuangan yang harus kita cek lebih dala. Seperti contoh di atas yang harus dicek sampai dengan Catatan Laporan Keuangan (CLK) nomor 30 untuk memastikan itu pendapatan apa, dan didapat hasil berikut ini:
Ternyata itu adalah pendapatan yang didapat dari hasil bunga deposito dan bunga obligasi sebesar total Rp256,8 milyar. Pendapatan non-halal lain jika ada juga harus dikeluarkan seperti pendapatan klaim asuransi dan mungkin jika dicantumkan dengan jelas seperti pendapatan bunga, unit usaha yang tidak syariah, dan sebagainya.
Cara mengidentifikasinya yakni jika angka dalam LK di atas bernilai positif berarti itu menambah pendapatan (kecuali bertanda sebagai pengurang), jika negatif (angka dalam tanda kurung) itu artinya mengurangi pendapatan. Bagaimana dengan beban pajak, selisih kurs yang nilainya positif? Maka sewajarnya tidak ada perusahaan yang mendapat pendapatan dari pajak, tapi yang ada adalah beban pajak yang dulu dia bayarkan dikembalikan/ disesuaikan oleh Dirjen Pajak sehingga uang yang dulu dikeluarkan oleh perusahaan dikembalikan ke perusahaan karena kelebihan membayar (perbedaan metode penghitungan, salah hitung, penyesuaian, dan lain-lain.). Selisih kurs hanya perbedaan nilai tukar dalam periode laporan itu saja tanpa mempengaruhi kas perusahaan.
Dari contoh studi kasus diatas didapatkan perhitungan berikut:
Cleansing Factor = (256.856.000.00029.261.468.000.000 x 100%) = 0,88 %
Seperti yang kita ketahui bahwa PTBA telah membagikan seluruh laba bersihnya pada tahun 2021 sebagai deviden (deviden payout ratio 100%) pada 24 Juni 2022 yang lalu yaitu sebesar Rp688.- per lembar saham. Sekarang kita fokus ke berapa deviden yang kita dapat.
Dari contoh di atas maka deviden yang didapat adalah Rp2.478.654.-. Maka angka tersebut dikalikan dengan cleansing factor yang telah didapat sebelumnya.
= 0.88 % x 2.478.654.
= 21.813.-
Jadi dari satu posisi kita di PTBA tersebut kita harus mengeluarkan nominal sejumlah Rp21.813.- sebagai pembersih harta kita dari pendapatan non-halal. Ulangi langkah di atas untuk setiap deviden yang kita terima dari berbagai perusahaan di portofolio kita, semakin besar komponen pendapatan non-halal semakin besar juga cleansing factor perusahaan tersebut dan semakin besar juga yang harus dikeluarkan.
Jika deviden yang kita terima merupakan deviden interim (deviden yang dibagikan sebelum tutup buku akhir tahun) maka untuk lebih pastinya kita tunggu sampai dengan keluarnya laporan akhir tahun yang biasanya keluar di bulan Januari s.d. Maret. Kemudian lakukan penjumlahan, deviden interim + deviden final = total deviden, baru dikalikan dengan cleansing factor untuk tahun LK tersebut dikeluarkan.
Bagaimana dengan capital gain? Hal itu berbeda lagi.
Capital gain yang didapat tidak ada hubungannya secara langsung dengan perusahaan karena seperti kita mendapat laba (atau rugi) dari jual beli barang dengan orang lain (dalam hal ini barang adalah lembar saham) maka tidak berlaku cleansing factor seperti di atas. Yang penting pastikan perusahaan yang kita punya tidak termasuk perusahaan yang haram baik secara dzatnya maupun yang ditentukan secara khusus oleh MUI. Saham syariah biasanya ada di index ISSI.
Semoga bermanfaat.
Referensi:
1. Peraturan otoritas jasa keuangan republik indonesia nomor 33 /POJK.04/2019 tentang penerbitan dan persyaratan reksa dana syariah.
2. Laporan Keuangan Tahunan PT Bukit Asam Tbk untuk tahun laporan 2021.