Jangan Bersedih, Kesembuhanmu Sudah Dekat
Published Date: 24 November 2023
Telah datang ketetapan Allah subhanahu wa ta’ala pada hamba-Nya bahwa Dia akan menguji mereka dengan kesenangan dan penderitaan. Dalam firmannya,
وَنَبْلُوكُم بِٱلشَّرِّ وَٱلْخَيْرِ فِتْنَةً ۖ وَإِلَيْنَا تُرْجَعُونَ
“Kami akan menguji kamu dengan keburukan dan kebaikan sebagai cobaan (yang sebenar-benarnya). Dan hanya kepada Kami-lah kalian dikembalikan.” (Surat Al Anbiya ayat 35)
Setiap cobaan yang diberikan oleh Allah subhanahu wa ta’ala, di dalamnya terkandung banyak nasihat yang penuh hikmah. Di antara hikmahnya adalah diampuninya kesalahan, diangkatnya derajat dan disucikannya jiwa serta juga terkandung berupa penghambaan diri kepada Allah dengan ibadah. Karenanya dengan Allah subhanahu wa ta’ala berikan cobaan pada hamba-Nya agar kita dijauhkan dari maksiat dan kembali melakukan ketaatan yang dimana seorang hamba tidak bisa mencapainya kecuali dengan sebuah cobaan dari Allah subhanahu wa ta’ala.
Di antara cobaan dari Allah subhanahu wa ta’ala yang dirasakan pada setiap hamba-Nya adalah sakit. Dari Hadis Jabir bin Abdullah radhiyallahuanhu, sesungguhnya ia mendengar Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda:
مَا يَمْرَضُ مُؤْمِنٌ وَلاَ مُؤْمِنَةٌ وَلاَ مُسْلِمٌ وَلاَمُسْلِمَةٌ إِلاَّ حَطَّ اللهُ بِذلِكَ خَطَايَاهُ كَمَا تَنْحَطُّ الْوَرَقَةُ مِنَ الشَّجَرِ
“Tidaklah sakit seorang mukmin, laki-laki dan perempuan, dan tidaklah pula dengan seorang muslim, laki-laki dan perempuan, melainkan Allah subhnahu wa ta’ala menggugurkan kesalahan-kesalahannya dengan hal itu, sebagaimana bergugurannya dedaunan dari pohon.” (Hadis Riwayat Ahmad 3/346).
Adanya saki dan cobaan bukan serta merta Allah turunkan kepada hambanya tanpa alasan, selalu ada hikmah dibalik setiap penyakit dan cobaan. Berikut di antara hikmah kenapa kita tidak boleh bersedih pada saat sakit:
1. Cobaan Merupakan Tanda Cinta Allah Pada HambaNya
Hidup ini tidak terlepas cobaan dan adanya cobaan dalam kehidupan merupakan sunnatullah. Allah subhanahu wa ta’ala memberikan cobaan itu untuk mereka yang beriman maupun tidak. Terkadang cobaan dapat meninggikan derajat seseorang dan hal tersebut merupakan bukti bahwa Allah cinta kepada hamba-Nya. Dari Anas bin Malik radhiyallahuanhu, Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda,
إِنَّ عِظَمَ الْجَزَاءِ مَعَ عِظَمِ الْبَلاَءِ وَإِنَّ اللَّهَ إِذَا أَحَبَّ قَوْمًا ابْتَلاَهُمْ فَمَنْ رَضِىَ فَلَهُ الرِّضَا وَمَنْ سَخِطَ فَلَهُ السَّخَطُ
“Sesungguhnya pahala besar karena balasan untuk ujian yang berat. Sungguh, jika Allah mencintai suatu kaum, maka Dia akan menimpakan ujian untuk mereka. Barangsiapa yang ridho, maka ia yang akan meraih ridho Allah. Barangsiapa siapa yang tidak suka, maka Allah pun akan murka.” (Hadis Riwayat Ibnu Majah No. 4031, hasan dari Syaikh Al Albani).
Ada kalanya bila tidak didasari oleh iman, seseorang akan lemah dalam menghadapi cobaan dalam hidupnya. Tidak jarang saat kita menghadapi cobaan, kita malah menjauh dari Allah subhanahu wa ta’ala dan menganggap suatu ketidakadilan karena cobaan itu sendiri. Jika kita pahami bahwa cobaan itu merupakan tanda cinta Allah pada hambaNya, niscaya kita akan bersabar dan lebih ikhlas untuk menerimanya.
2. Cobaan dan Penyakit Sebagai Penghapus Dosa
Manusia tidak terlepas dari keadaan sehat maupun sakit. Dalam keadaan sehat baiknya kita senantiasa selalu bersyukur kepada Allah atas karunia serta nikmatnya masih bisa makan, minum serta beraktivitas sehari-hari. Sebaliknya, jika sakit hendaknya kita dapat bersabar serta ikhlas menerimanya. Melalui sakit yang diberikan oleh Allah, kita baiknya memuhasabah diri dan menyadari bahwa sejatinya nikmat sehat merupakan suatu hal yang mahal dan merupakan rezeki yang luar biasa dari Allah subhanahu wa ta’ala. Perlu kita sadari bersama, dengan cobaan dan sakit hendaknya kita meyakini ada hikmah di balik itu semua. Salah satunya ialah sebagai penghapus dosa.
Perkara ini telah dijelaskan dalam sebuah hadis yang dikeluarkan oleh Imam Ahmad dari musnadnya Zuhair, ia menceritakan: “Aku kabarkan bahwa Abu Bakar pernah bertanya kepada Rasulallah shalallahu ‘alaihi wa sallam: ‘Ya Rasulullah, apa yang dimaksud ayat ini:
لَّيْسَ بِأَمَانِيِّكُمْ وَلَآ أَمَانِىِّ أَهْلِ ٱلْكِتَٰبِ ۗ مَن يَعْمَلْ سُوٓءًا يُجْزَ بِهِۦ وَلَا يَجِدْ لَهُۥ مِن دُونِ ٱللَّهِ وَلِيًّا وَلَا نَصِيرًا
“(Pahala dari Allah) itu bukanlah menurut angan-anganmu yang kosong dan tidak (pula) menurut angan-angan Ahli Kitab. Barangsiapa yang mengerjakan kejahatan, niscaya akan diberi pembalasan dengan kejahatan itu dan ia tidak mendapat pelindung dan tidak (pula) penolong baginya selain dari Allah.”
Apakah setiap kejelekan yang kita kerjakan pasti ada balasannya? Maka Rasulallah shalallahu ‘alaihi wa sallam menjawab dengan sabdanya:
قال رسول الله صلى الله عليه وسلم: « غَفَرَ اللَّهُ لَكَ يَا أَبَا بَكْرٍ أَلَسْتَ تَمْرَضُ أَلَسْتَ تَنْصَبُ أَلَسْتَ تَحْزَنُ أَلَسْتَ تُصِيبُكَ اللَّأْوَاءُ قَالَ بَلَى قَالَ فَهُوَ مَا تُجْزَوْنَ بِهِ
“Semoga Allah mengampuni wahai Abu Bakar. Bukankah engkau pernah sakit? Mendapat cobaan? Bersedih hati? dan mendapat kesulitan? Pernah ya Rasulullah, jawab Abu Bakar. Maka beliau mengatakan: ‘Itulah balasan atas perbuatan burukmu tersebut.”
3. Cobaan dan Penyakit Tdak Menghalangi Amal Shalih
Apabila seorang hamba beramal saleh dan atas kuasa Allah dia jatuh sakit, maka akan dicatat baginya amal perbuatan saleh yang dia kerjakan sebelumnya. Sebagaimana dari Abdullah bin Amr Al-‘Ash radhiyallahu ‘anhuma
dia berkata dari Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda,
الْعَبْدَ إِذَا كَانَ عَلَى طَرِيقَةٍ حَسَنَةٍ مِنَ الْعِبَادَةِ ثُمَّ مَرِضَ قِيلَ لِلْمَلَكِ الْمُوَكَّلِ بِهِ اكْتُبْ لَهُ مِثْلَ عَمَلِهِ إِذَا كَانَ طَلِيقاً حَتَّى أُطْلِقَهُ أَوْ أَكْفِتَهُ إِلَىَّ
“Seorang hamba jika ia berada pada jalan yang baik dalam ibadah, kemudian ia sakit, maka dikatakan pada malaikat yang bertugas mencatat amalan, “Tulislah padanya semisal yang ia amalkan rutin jika ia tidak terikat sampai Aku melepasnya atau sampai Aku mencabut nyawanya.” (Hadis Riwayat Ahmad, 2: 203. Syaikh Syu’aib Al-Arnauth menyatakan bahwa hadits ini shahih, sedangkan sanad hadits ini hasan)
Dari hadis tersebut, perlu kita pahami bersama bahwa mereka yang tidak mampu beramal saleh karena suatu uzur seperti sakit atau cobaan, sementara ada keinginan besar darinya untuk melakukan hal tersebut, maka dia tetap mendapatkan pahala. Mereka tidak beramal saleh bukan karena malas, tetapi karena adanya uzur yang dibenarkan dan diterima oleh syariat.
Begitu pula hadis dari Dari Abu Musa radhiyallahuanhu, Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda,
إِذَا مَرِضَ الْعَبْدُ أَوْ سَافَرَ ، كُتِبَ لَهُ مِثْلُ مَا كَانَ يَعْمَلُ مُقِيمًا صَحِيحًا
“Jika seorang hamba sakit atau melakukan safar (perjalanan jauh), maka dicatat baginya pahala sebagaimana kebiasaan dia ketika mukim dan ketika sehat.” (Hadis Riwayat Bukhari, No. 2996)
Dalam hal ini adanya amal saleh seorang hamba yang dicatat tidak terlepas dari niat hamba itu sendiri. Niat itu sendiri dari suatu amalan yang dilakukan namun sudah menjadi kebiasaan atau rutinitas sehari-hari dan amalan yang di mana bukan menjadi kebiasaan, namun dia sudah berniat mengamalkannya tetapi terhalang, ia hanya akan memperoleh pahala niatnya (saja).
4. Hanya Allah yang Dapat Menyembuhkan Semua Penyakit
Sakit merupakan takdir Allah subhanahu wa ta’ala yang tidak bisa kita hindarkan. Allah juga memberikan jalan ikhtiar untuk hamba-Nya. Sebagai seorang muslim apabila kita sakit, maka kita diwajibkan untuk berikhtiar agar memperoleh kesembuhan serta dengan tidak lupa berdoa kepada Allah subhanahu wa ta’ala.
Berkata dari Ibnu Katsir, bahwa Nabi Ibrahim alaihis salam menyandarkan sakitnya pada Allah subhanahu wa ta’ala di dalam Surat Asy-Syu’ara ayat 80 yang berbunyi,
وَإِذَا مَرِضْتُ فَهُوَ يَشْفِينِ
“Dan apabila aku sakit, Dialah Yang menyembuhkan aku,”
Dari ayat tersebut Nabi Ibrahim alaihis salam menyandarkan hakikat sakitnya pada sebuah takdir Allah yang merupakan ketetapan-Nya. Dan sesungguhnya yang mampu menyembuhkan Nabi Ibrahim alaihis salam hanyalah Allah subhanahu wa ta’ala. Maka sebagai seorang muslim yang diuji dengan sakit, hendaknya kita meyakini dengan penuh keyakinan bahwa tidak ada yang mendatangkan kebaikan-kebaikan kecuali Allah, serta tidak ada yang dapat mencegah dan menghilangkan keburukan kecuali Allah juga, maka janganlah kita menggantungkan hati kepada selain Allah subhanahu wa ta’ala.
5. Allah Tidaklah Menurunkan Penyakit Melainkan Juga Menurunkan Obatnya
Disebutkan dalam hadis shahih riwayat Imam Bukhari, bahwa Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda:
مَا أَنْزَلَ اللهُ دَاءً إِلَّا أَنْزَلَ لَهُ شِفَاءً
“Tidaklah Allah menurunkan penyakit kecuali Dia juga menurunkan penawarnya.”
Dari Ibnul Qoyim rahimahullah berkata, dalam sebuah hadis Nabi terdapat perintah untuk berobat, dan itu merupakan sebuah tawakal untuk orang beriman. Adanya suatu sebab dan akibat dari suatu penyakit merupakan sikap pengertian tawakal itu sendiri. Sebagai seorang muslim, bila ditimpa penyakit, kita wajib berikhtiar mencari obatnya dengan berusaha dengan maksimal. Dari Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam juga bersabda:
إِنَّ اللهَ خَلَقَ الدَّاءَ وَالدَّوَاءَ , فَتَدَاوَوْا وَلاَ تَتَدَاوَوْا بِحَرَامٍ
“Sesungguhnya Allah menciptakan penyakit dan obatnya, maka berobatlah dan janganlah berobat dengan (obat) yang haram“ (Hadis Riwayat Ad Daulabi dalam Al Kuna, dari sahabat Abu Darda`. Sanadnya hasan, dihasankan oleh Syaikh Al Albani dalam Silsilah Al Ahadits Ash Shahihah, No.1633)
Sesungguhnya kebanyakan orang yang diuji dengan sakit berkepanjangan, jiwa-jiwa mereka tertekan oleh prasangka-prasangka yang buruk seperti “kapan sakit ini akan sembuh?” dan lain sebagainya, atau bahkan mencari jalan keluar dengan mendatangkan perbuatan dosa seperti mendatangi para tukang sihir, dukun atau paranormal. Dan hal tersebut sangat dilarang dalam Islam. Hendaknya dengan adanya penyakit, kita berbaik sangka kepada Allah, berpegang teguh bahwa hanya Allah subhanahu wa ta’ala lah yang dapat menyembuhkannya. Wallahu A’lam Bishawab.
Prasetyo Wulan
[Mantan Barista di Malaysia dan Desainer Grafis di SMA Future Gate]
Editor: Muhammad Maulana Ridwan