Bijak dalam Memilih Informasi: Perbedaan Fakta, Opini dan Hoax
Published Date: 23 January 2024
Di tahun 2024 ini akan diadakan gelaran pesta demokrasi terbesar se-Indonesia. Di pesta rakyat lima-tahunan ini biasanya muncul berbagai model kampanye dari para tim pemenangan calon presiden dan wakil presidan, pun calon wakil rakyat. Dalam persaingan politik, para calon wakil rakyat ini biasanya memainkan narasi-narasi untuk mendompleng nama baik mereka atau menggiring opini masyarakat untuk membenci lawan politiknya. Beragam upaya dilakukan demi kemenangan yang semu. Berbagai permainan kata, narasi, penyebaran informasi serta perang gagasan tak jarang kita temui baik di televisi, Youtube ataupun media sosial.
Penyebaran informasi yang begitu masif, liar dan tanpa adanya penyaringan sering kali menggiring opini masyarakat dalam mengambil keputusan serta menyebarkan kembali informasi yang didapat. Tak heran bila hampir tiap agenda pesta demokrasi, masyarakat sering ribut dan saling serang demi membela jagoan politiknya. Sanak famili pun bisa pecah akibat fanatisme politik ini. Siapa yang salah? Politisi? Tim pemenangan para politisi? Atau masyarakatnya?
Kita tak bisa memaksa tim-tim pemenangan serta para buzzer politik untuk tidak menggiring opini kita melalui narasinya yang begitu masif di sosial media dengan menyebarkan opini liar -bahkan hoaks- demi mendompleng nama baik bosnya. Karena dari situlah ladang cuan dan tempat mereka mencari nafkah. Tugas kita adalah lebih selektif dalam mengolah informasi yang ada serta memberikan edukasi terhadap orang-orang di sekitar kita agar dapat selektif dalam memilih informasi.
Pada hakikatnya, penyebaran informasi biasanya dapat berupa fakta, opini dan hoaks. Fakta adalah sesuatu yang kebenarannya dapat diterima, biasanya fakta dilengkapi dengan data yang valid (dari sumber yang kredibel) atau yang kebenarannya dapat diterima oleh semua orang. Sedangkan opini adalah pendapat seseorang, yang kebenarannya masih belum dapat diterima. Kalau hoaks merupakan berita bohong yang tak jarang lahir dari opini seseorang dengan membalutnya seakan dia sedang menyampaikan fakta.
Bijak Mengelola Informasi Fakta
Fakta terbagi menjadi dua, yaitu fakta umum dan fakta khusus.
Fakta umum adalah kalimat fakta yang kebenarannya berlaku selamanya atau sepanjang zaman. Contohnya adalah:
- Nabi Muhammad shallallahu alaihi wasallam adalah nabi terakhir.
- Indonesia terletak di Asia Tenggara.
- Pemimpin tertinggi di Indonesia adalah Presiden.
- Matahari terbit dari arah timur.
Kalimat-kalimat di atas adalah kalimat yang sudah valid dan kebenarannya sudah tak diragukan lagi. Maka, kalimat-kalimat tersebut merupakan fakta umum.
Sedangkan fakta khusus adalah kalimat fakta yang kebenarannya hanya berlaku sementara atau dalam kurun waktu tertentu. Contohnya adalah:
- Faith Matters mengungkapkan, tahun 2011 sebanyak 5.200 warga Inggris menjadi mualaf.
- Berdasarkan Badan Pusat Statistik (BPS), generasi Z saat ini adalah generasi terbesar kelompok di Indonesia dengan 27,94% dari total penduduk atau 74,93 juta orang.
- Dalam survei yang berjudul The Great X oleh The Micheal Page, didapatkan bahwa sebanyak 68% responden di Indonesia bersedia melepaskan kenaikan gaji dan atau promosi demi adanya work life balance yang lebih baik, kesejahteraan, dan juga kebahagiaan.
Dari kedua jenis fakta, informasi yang ada dapat diterima dengan baik dan sudah valid berdasarkan data yang ada. Bila ingin memvalidasi fakta khusus, baiknya kita periksa lagi sumber data tersebut: apakah benar ada, apakah lembaga survei atau narasumbernya merupakan narasumber terpercaya dan tidak memiliki kepentingan sendiri. Kita sebagai masyarakat yang cerdas mesti bisa memastikan lagi fakta yang disajikan oleh siapapun karena tak jarang orang-orang dengan kepentingan pribadi atau kelompoknya memainkan fakta dan data yang ada untuk menggiring opini masyarakat.
Baca juga: Kesampingkan Membaca Digital, Kembali ke Gaya Konvensional
Bijak Menyeleksi Informasi Opini
Opini atau pendapat seseorang tidak bisa kita terima mentah-mentah, mesti kita seleksi dahulu agar tidak termakan omong kosong ataupun pendapat yang bertujuan untuk mengelabui kita.
Contoh kalimat opini adalah:
- Seharusnya demokrasi bisa berjalan dengan baik bila dia tidak menjadi presiden.
- Bisa diprediksi bahwa Indonesia akan hilang pada tahun 2050 bila dia memimpin.
- Indonesia akan disuriahkan bila dia terpilih menjadi presiden.
- Jangan pilih Partai A bila tidak mau ekonomi menurun terus-terusan!
- Partai B menang, BPJS gratis!
Nah, contoh-contoh kalimat opini ini biasanya tak jarang kita temui pada debat capres-cawapres ataupun narasi-narasi para calon wakil rakyat di berbagai medium. Opini yang disampaikan merupakan gagasan dan pendapat mereka belum tentu benar-benar terjadi. Apabila kita perhatikan, opini yang baik adalah opini yang disertai fakta penguatnya. Kita bisa menerima opini seseorang bila disertai bukti-bukti dan data untuk memperkuatnya. Namun, harus kita pastikan juga kebenaran data yang diungkapkan. Jangan sampai kita termakan opini kosong yang disajikan demi kepentingan seseorang.
Menghindari Informasi Hoaks
Hoaks atau berita bohong biasanya dapat menyerang kita bila kita tidak dapat berpikir kritis dan telah dibutakan oleh fanatisme. Kata Hoax sendiri tenar pada tahun 2014-2015-an yang juga masa-masanya pesta demokrasi dengan masifnya beragam informasi. Dalam menghindari hoaks, pada tahun 2016 telah dibentuk tim TurnBackHoax oleh Masyarakat Anti Fitnah Indonesia (MAFINDO) yang bertujuan untuk menyeleksi informasi serta menerima laporan-laporan berita palsu di jagat maya agar masyarakat dapat selektif mengelola informasi.
Hoaks dan ujaran kebencian selalu berlanjut tiap tahunnya. Hoaks biasanya digunakan untuk kampanye dan alat propaganda oleh seseorang yang tak bertanggung jawab. Khususnya pada tahun-tahun politik seperti saat ini. Banyak sekali hoaks yang bertebaran dimana-mana bertujuan untuk menjatuhkan lawan poltik melalui berita yang disebarkan.
Contoh informasi hoaks:
Ada konten yang berjudul Seorang Imigran Muslim Kencing di Supermarket Belanda. Namun, setelah ditelusuri oleh tim TurnBackHoax didapatkan bahwa konten tersebut bukan merupakan video imigran muslim melainkan video yang dibuat oleh pembuat konten media sosial asal Belanda bernama Danny Derix, bukan dibuat oleh imigran muslim di Belanda.
Ada pula konten yang berisi hoaks pada beberapa waktu ke belakang ini cukup meresahkan masyarakat yang pada akhirnya memicu keramaian. Konten mengenai imigran Rohingya yang sempat ramai akhir-akhir ini ternyata banyak yang mengandung hoaks, salah satunya adalah konten yang berjudul Masyarakat Rohingya Menuntut Hak Atas Tanah kepada Malaysia. Konten tersebut dibuat entah untuk apa, pada akhirnya banyak masyarakat yang kurang selektif dalam mengelola informasi (termakan hoaks) dan memiliki sentimen terhadap pengungsi Rohingya. Belum lama sempat terdengar adanya demo mahasiswa di depan pengungsi Rohingya di mana terdapat perempuan dan anak-anak yang tidak berdaya.
Begitu parahnya dampak hoaks sehingga masyarakat kita dapat menjadi anarkis dibuatnya. Hoaxes and fake news are often displayed with sentences like true information when in reality they are not so it makes people easily with hoaxes.
Dalam menghindari hoaks, ada beberapa langkah yang dapat kita lakukan yakni:
- Hati-hati dengan judul provokatif: Biasanya berita hoks seringkali menggunakan judul sensasional yang provokatif, misalnya dengan langsung menudingkan jari ke pihak tertentu.
- Cermati alamat situs: Cermatilah alamat URL situs rujukan informasi. Apabila berasal dari situs yang belum terverifikasi sebagai institusi pers resmi, misalnya menggunakan domain blog, maka informasinya bisa dibilang meragukan.
- Periksa fakta: Pastikan fakta yang disampaikan valid dan lakukan cek kembali sebelum menerima fakta. Jangan lupa bedakan fakta dan opini.
- Cek keaslian foto/video: Seringkali foto/video yang beredar merupakan hasil edit atau hasil dari kecerdasan buatan atau AI. Kalaupun foto/video tersebut asli, pastikan lagi sumber awalnya, bisa jadi berbeda narasi yang disampaikan oleh pembuat konten.
Berita hoaks bisa datang dari orang-orang terdekat kita juga yang menyebarkan informasi lanjutan yang kita tidak tahu dari mana datangnya. Pada grup Whatsapp juga sering kita dapatkan kerabat kita menyebarkan broadcast yang kita tidak tahu isinya dari mana, kadang disebarkan oleh saudara atau bahkan orang tua kita. Kita sebagai generasi yang cermat, kritis serta bijak baiknya dapat menangkal informasi-informasi hoaks tersebut.
Saat ini kita dapat melaporkan hoaks ke situs TurnBackHoax atau KOMINFO. Namun, bila kita memang masih menyimpan skeptisisme terhadap pemerintah dan kurang percaya pada situs-situs tersebut baiknya kita mulai dari diri kita dengan mengedukasi orang terdekat dalam menyaring informasi yang didapatkan. Jangan malah kita membenci kerabat atau saudara kita yang menyebarkan informasi yang keliru. Alih-alih lebih kritis menyaring, malah makin gencar mengirim informasi yang tak keruan sumbernya.
Semoga dengan tulisan ini pembaca dapat menyaring informasi dengan baik dan dapat menyebarkan kebaikan melalui edukasi terhadap kerabat atau saudara yang masih belum bisa menghindari berita palsu. Serta, semoga di tahun politik ini dan ke depannya tidak ada lagi perpecahan saudara akibat berbeda pandangan.
Editor: Riski Francisko