Mengurangi Beban Negara dengan Menjadi Influencer

Dewasa ini kita menjumpai fenomena bahwa influencer menjadi cita-cita baru khususnya di kalangan zoomer, karena mereka melihat dengan sadar setiap unggahan influencer bisa menghasilkan uang atau pendapatan. Mudahnya akses ke berbagai macam bentuk media sosial yang didukung dengan kemajuan teknologi, menjadikan influencer muncul sebagai suatu profesi atau cita-cita baru yang cukup menjanjikan, khususnya di kalangan generasi Z. Bahkan pebisnis menjadikan konten di media sosial terkomodifikasi menjadi konten bisnis. Setiap unggahan influencer bernilai ekonomi tertentu dan juga dihargai dengan tarif tertentu.

Generasi Z atau zoomer adalah mereka yang lahir di antara tahun 1995 – 2015, atau dalam kata lain saat ini sedang berada dalam rentang usia 5 – 25 tahun (Nurhandayani, 2019), di mana rentang usia tersebut sesuai dengan usia siswa-siswa kita. Berbeda dengan generasi di atasnya, zoomer bisa disebut sebagai generasi yang justru sebenarnya tak ingin dilabeli. Di mata mereka, keunikan seorang individu tidak bisa dimasukkan ke dalam sebuah kotak ketegorisasi tertentu. Karenanya, mereka sangat menghargai keaslian (Wansi, 2020). Keaslian ini membentuk dasar penalaran dan benang merah di mana mereka dapat membuat keputusan pembelian produk sebagai konsumen, sekaligus pekerja atau pelaku dari pemasaran sebagai influencer.

Influencer bisa diartikan sebagai orang yang menjadi selebritas di dunia sosial. Menurut Cambridge Dictionary, influencer adalah seseorang yang mempengaruhi atau mengubah cara orang lain berperilaku (Cambridge Dictionary, 2020). Influencer bisa juga disebut sebagai orang yang aktif di media sosial dengan pengikut yang banyak dan memiliki kekuatan untuk mempengaruhi para pengikutnya (followers). Dalam skala komunikasi massa, influencer ini disebut juga sebagai pemimpin gagasan atau opinion leader yang bisa mempengaruhi dan sekaligus membangun kesadaran tertentu, sekaligus menjadi sumber pemasukan tersendiri (Foong and Yazdanifard, 2014).

Pergeseran Makna Influencer

Pada mulanya influencer didefiniskan sebagai seseorang yang memengaruhi atau mengubah cara orang lain berperilaku, sebagaimana terdapat dalam Cambridge Dictionary pada pemaparan sebelumnya. Akan tetapi dewasa ini, makna influencer menjadi lebih luas serta lebih dikaitkan pada orang yang aktif di media sosial dengan pengikut yang banyak dan memiliki kekuatan untuk mempengaruhi para pengikutnya (followers). 

Pergeseran ini terjadi karena untuk masyarakat saat ini, sosial media memberikan ruang untuk aktualisasi diri dengan berbagi minat, pikiran bahkan gaya hidup mereka, dan kesemuanya itu mengubah cara komunikasi. Selanjutnya, media sosial dan influencer ibarat dua sisi mata uang yang saling melekat dan tak terpisahkan. Influencer menjadikan media sosialnya sebagai wadah atau media untuk berekspresi bahkan mencari nafkah. Sebaliknya, media sosial tidak akan tumbuh besar dan memiliki banyak akun tanpa ada influencer dan juga pengikutnyanya. 

Media sosial pada akhirnya memiliki pengaruh yang sangat signifikan pada perubahan kebiasaan sosial, termasuk menjadikan seseorang sebagai influencer terutama pada generasi saat ini. Mereka bahkan bisa menghasilkan pundi-pundi yang tidak sedikit dari generasi sebelumnya yang harus berkutat dengan pekerjaan kantoran, atau pekerjaan rutinitas umumnya (Kusumapradja, 2020).

Influencer Dapat Bertahan Lama

Seorang inflencer adalah orang yang memiliki banyak followers (biasanya ribuan atau bahkan jutaan followers) pada platform media sosial tertentu miliknya, serta mampu secara sadar mempengaruhi para pengikutnya untuk mengikuti gagasan, perilaku, maupun gaya hidup, bahkan sekedar membeli produk, baik barang maupun jasa yang ditawarkan oleh sang influencer

Untuk mencapai hal tersebut di atas dan membuat eksistensinya dapat bertahan lama, ada syarat-syarat mutlak yang harus dimiliki oleh seorang influencer agar memperoleh benefit sesuai dengan harapan. Berikut pemaparannya:

1. Memiliki personal branding yang baik. Agar menjadi seorang influencer yang sukses, syarat mutlak yang pertama adalah memiliki person branding yang baik. Membuat konsep untuk diri sendiri terlebih dahulu, sehingga memberikan ciri khas yang dapat membentuk persepsi khalayak tentang dirimu. Setelah itu barulah membentuk konsep konten yang akan kamu berikan melalui karya-karyamu nanti.

2. Memiliki kategori yang spesifik. Kategori yang spesifik berarti seorang influencer harus memiliki kejelasan fokus pada bidang apa. Seperti halnya influencer kecantikan, makanan, travel, game, fashion, atau yang lainnya. Ini merupakan hal yang wajib dipikirkan dan dimiliki setelah personal branding.

3. Konsisten dalam membuat konten. Menjadi seorang influencer yang sukses tidaklah mudah. Butuh komitmen dalam menjalankan profesi yang satu ini, jika ingin mendapatkan hasil yang optimal. Komitmen yang harus dilakukan adalah konsisten dalam membuat konten terutama konten yang memiliki nilai serta manfaat.

4. Memiliki Engagement Rate yang Mumpuni. Engagement rate adalah matrix sederhana yang ada pada setiap sosial media. Engagement rate ini berfungsi sebagai tolok ukur sejauh mana konten-konten tersebut mempengaruhi dan diminati oleh para followers. Bila engagement rate-nya tinggi, para pemilik brand bisa saja akan memberikan kontrak penawaran kerjasama.

Apa Saja Platform Media Sosial yang Digunakan Influencer?

Woodall dan Colby (2011) berpendapat bahwa kehadiran media sosial seperti Facebook, Twitter telah mengubah dinamika komunikasi, khususnya berdasarkan popularitas penggunanya. Media sosial
menawarkan daya tarik yang unik dibandingkan dengan komunikasi tradisional, antara lain untuk memenuhi keinginan dan antusiasme berbagi, mencari nasihat, dan membagikan sesuatu dengan orang lain yang memiliki minat yang sama. 

Beberapa tahun terakhir, para influencer tidak hanya menggunakan Facebook, Twitter atau Instagram semata. Tak sedikit juga yang sudah mulai membuat dan menggunakan akun Youtube maupun TikTok miliknya untuk kepentingan promosi bahkan review produk. 

Di Indonesia, vlogger atau kerap disebut dengan istilah buzzer (Paramaditha, 2013; Gilliam, 2015) dapat memperoleh pendapatan atau keuntungan finansial dari beragam sumber, misalnya iklan (Google AdSense), sehingga mereka yang terlibat dalam industri media digital dengan sadar sudah melakukan endorsement dan product placement. Dalam konteks bisnis dan perusahaan, dua kegiatan tersebut adalah sebuah aktivitas penting bagi pemasaran produk agar bisa masuk dan diterima masyarakat atau calon konsumen. Dengan demikian para influencer ini menjadi lebih mandiri dalam hal finansial dan tentu saja akan dapat mengurangi beban negara, bukan?

Bisakah Kita Menjadi Influencer?

Seperti sudah disinggung pada pembahasan sebelumnya tentang keuntungan finansial yang akan didapatkan seorang influencer ditambah lagi dengan strategi Social Media Marketing yang kian masif digencarkan berbagai perusahaan maupun start-up, hal ini tentu membuat banyak orang berlomba-lomba menjadi influencer, bahkan sampai rela meninggalkan pekerjaan kantoran demi menjadi full-time influencer. Pada gilirannya, fenomena ini membuat begitu banyaknya influencer baru yang bermunculan di jagat maya. 

Pertanyaan yang mungkin saja muncul adalah: Bisakah kita atau bahkan anak-anak didik kita menjadi influencer di tengah-tengah ‘kolam yang sudah penuh’ ini?, yaitu di tengah-tengah sudah menjamurnya para influencer di hampir seluruh platform media sosial dan ada di setiap lini kehidupan sosial maupun komersial. Jawabannya tentu saja: ‘Bisa’, karena tidak hanya kalangan selebriti, influencer juga bisa berasal dari kalangan komunitas lain yang memiliki peran tertentu, seperti penulis, pengajar, atau sekadar orang biasa yang memiliki minat tinggi terhadap suatu bidang. Hanya saja harus harus memperhatikan syarat-syarat menjadi seorang influencer yang sudah dibahas sebelumnya, antara lain:

  1. Memiliki personal branding yang baik serta khas, berbeda dari influencer lainnya
  2. Mampu menentukan target pasar atau sasaran audiensnya sesuai keahlian yang kita miliki
  3. Membuat rencana konten yang sesuai dengan target pasar
  4. Mengunggah konten secara konsisten sesuai jadwal yang telah ditentukan
  5. Membangun interaksi yang baik dengan audiens

Dengan memenuhi hal-hal di atas, tentu saja siapapun kita insya Allah bisa menjadi influencer pada bidang tertentu yang merupakan keahlian serta spesialisasi kita yang kita bagikan kepada orang lain dengan harapan dapat memberikan manfaat untuk diri sendiri maupun orang lain.

Hal-Hal yang Patut Diperhatikan oleh Influencer Muslim

Sebagai seorang muslim yang baik, sudah selayaknya ridho Allah Ta’ala menjadi tujuan paling utama bahkan satu-satunya dalam hidupnya. Salah satu hal yang membuat Allah Ta’ala ridho adalah keterlibatan kita dalam proses membangun peradaban mulia sebagaimana dulu Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam membangun peradaban Madinah. 

Cara membangun peradaban yang mulia bisa kita lakukan di antaranya dengan menjadi seorang influencer yang memiliki pengaruh kepada para followers-nya. Oleh karena itu, sangat penting bagi kita atau anak-anak didik kita nantinya jika menjadi seorang influencer untuk memperhatikan hal-hal mendasar berikut:

  1. Senantiasa menjaga niat lillahi ta’ala, dalam rangka mencari ridho Allah Ta’ala semata;
  2. Konten yang dibagikan adalah konten yang baik dan bermanfaat;
  3. Tidak melanggar norma dan nilai-nilai yang terdapat dalam agama maupun negara; 
  4. Selalu menjaga kehormatan serta marwah pribadi, keluarga, dan masyarakat, yaitu dengan cara tidak mencari ketenaran dan keuntungan melalui sensasi dan kontroversi;
  5. Tidak dengan sengaja menjatuhkan martabat atau melukai hati orang lain;
  6. Meyakini bahwa ketenaran dan keuntungan yang didapat semata-mata berasal dari Allah Ta’ala.

Dengan memperhatikan hal-hal tersebut di atas, semoga kita maupun anak-anak didik kita mampu menjadi influencer dalam kebaikan, yang dapat memberikan manfaat bagi terciptanya kemajuan serta kemandirian umat.

Demikian adalah pemaparan singkat tentang fenomena yang sedang hangat terjadi di kehidupan kita sehari-hari, dengan pelaku utamanya adalah anak-anak didik kita yang merupakan generasi muda para penerus bangsa. Tentu saja, dinamika sosial dan perubahan serta perkembangan dalam kehidupan bermasyarakat tidak bisa dielakkan. 

Untuk mengakhiri tulisan ini, penulis menyampaikan bahwa tidak mungkin kita mampu menghentikan ombak di lautan, atau kita paksa angin untuk berhenti menghasilkan ombak. Akan tetapi, yang patut kita kerjakan adalah membuat keadaan supaya ombak tersebut tidak berahaya bahkan justru memberikan manfaat yang besar bagi kehidupan kita. 

Semoga bermanfaat. Wassalam.

Abdul Fattah
[Alumni Fakultas MIPA Universitas Gajah Mada, Jurusan Kimia. Dipercaya untuk mengajar Kimia sekaligus diamanahi Ketua Rumpun Jurusan IPA. Pernah mengelola Mahad Ilmi di Yogyakarta semasa kuliah, dan aktif dalam kegiatan di Yayasan Pendidikan Islam Al Atsari Yogyakarta, selain itu juga supervisor Bahasa Arab di Mahad Umar bin Khattab Yogyakarta pada waktu bersamaan.]

Referensi:

 

Author

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *