Muslimah-Preneur: Wanita Juga Boleh Berwirausaha, Asalkan Sesuai Syariat!
Published Date: 27 July 2023
Siapa yang tidak bangga menjadi seorang wanita yang memiliki peran penting dalam kehidupan? Wanita memiliki beberapa peran baik sebagai pribadi, istri, ibu, maupun warga negara yang berkewajiban mendidik generasi penerus. Wanita berperan dalam memajukan keluarga dan juga berperan dalam mendukung karier suami bagi yang sudah menikah. Wanita di Indonesia juga harus dapat mengambil bagian dalam peningkatan kesejahteraan masyarakat Indonesia.
Di Indonesia perkembangan wanita yang memiliki usaha telah memberikan kontribusi pada PDB (Pendapatan Negara) sebesar 9,1% (Kemenkopmk.go.id, 2020). Kontribusi wirausaha wanita dalam ekonomi dibuktikan dengan data dari Kementerian Perindustrian. Dari total 4,4 juta pengusaha industri kecil dan menengah (UMKM) di Indonesia, 47,64 % di antaranya merupakan wanita yang berwirausaha. Peran wanita yang berwirausaha juga dapat mendukung pertumbuhan ekonomi suatu bangsa, dengan cara membantu dalam meningkatkan investasi pendidikan, meningkatkan kesehatan dan gizi anak, yang berdampak pada pertumbuhan ekonomi jangka panjang.
Peran wanita saat ini telah menunjukkan bentuk nyata dari sebuah kesadaran egaliter yang dimilikinya, hal tersebut dilakukan untuk memandang hak dalam mengoptimalkan skill dan bakat yang dimiliki untuk berperan dalam perekonomian. Peran wanita dalam pandangan era globalisasi telah menggeser stigma bahwa wanita tidak hanya menjadi seorang ibu rumah tangga, tetapi juga dapat berperan dalam membantu perekonomian keluarga.
Syariat Islam telah mengatur tentang bagaimana wanita menjalankan perannya sebagai seorang wirausaha. Islam merupakan agama yang sempurna, Islam memberikan petunjuk kepada umat manusia tentang bagaimana menjalankan bidang dan jenis usaha yang halal, serta tentang bagaimana manusia harus mengatur hubungan kerja di antara sesama. Hal tersebut dilakukan untuk memberikan dan memperoleh manfaat yang baik bagi kepentingan umum dan dirinya, berupa kesejahteraan dan kemakmuran hidup bagi manusia.
Pandangan Islam Terhadap Muslimah-Preneur
Dalam pandangan Islam, hukum wanita bekerja ialah diperbolehkan. Bekerja dalam Islam merupakan hak bagi laki-laki dan perempuan. Bahkan Islam menganjurkan laki-laki dan perempuan untuk bekerja dan berusaha, jika mereka hendak membelanjakan hartanya di jalan Allah. Sebagaimana firman Allah, yang mendorong manusia untuk menjadi seorang wirausaha,
فَاِذَا قُضِيَتِ الصَّلٰوة فَانْتَشِرُوْا فِى الَْْرْضِ وَابْتَغُوْا مِنْ فَضْلِ ه اللِّٰ وَاذْكُرُوا ه اللَّٰ كَثِيْرًا لَّع لَّكُمْ تفُْلِحُوْنَ
“”Ya Allah! Sesungguhnya aku telah memenuhi panggilan-Mu, dan melaksanakan kewajiban kepada-Mu, dan bertebaran (di muka bumi) sebagaimana Engkau perintahkan kepadaku, maka anugerahkanlah kepadaku karunia-Mu. Engkaulah sebaik-baik Pemberi rezeki.” [Qs. Al-Jumuah ayat 10]
Muslimah-preneur merupakan sebutan bagi seorang wirausaha Muslim wanita yang menjalankan bisnis atau usaha. Menjadi seorang muslimah-preneur merupakan sebuah tindakan pengambilan keputusan yang diambil oleh seorang muslimah atau wanita. Hal tersebut dilakukan dalam membantu memenuhi kebutuhan finansial keluarga serta menjadi sebuah bentuk aktualisasi diri dalam kehidupan sosial.Dalam menjalankan aktivitas wirausahanya terdapat aspek spiritualitas yang menjadi motivasi dalam menjalankan kegiatannya tersebut. Hal yang menjadi sebuah orientasi wanita untuk berwirausaha adalah tujuan, motif, identitas wanita dan karakteristik personal wanita untuk berwirausaha (Setiani, 2019).
Seorang muslimah-preneur memiliki kewajiban untuk mendukung keluarganya dalam mencari rezeki. Seperti yang dicontohkan oleh Siti Khadijah istri Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa sallam, yang mampu memperjuangkan kehidupan layak bagi keluarganya melalui jalan wirausaha. Selain itu, usaha beliau pun menjadi sebuah keberkahan finansial dari Allah Ta’ala yang dapat membantu keluarga serta membantu masyarakat umum (Fatimah, 2015).
Islam tidak melarang seorang muslimah bekerja asalkan masih pada batas-batas yang dapat melindungi martabatnya, mampu menaati aturan bekerja seorang muslimah yaitu bekerja harus dengan mahram, serta terbebas dari lingkungan pergaulan laki-laki bukan mahram yang mungkin dapat terjadi kontak fisik atau yang dapat menimbulkan fitnah. Sesuai sabda Rasulullah Shalallahu ‘alaihi wasallam, “Aku tidak meninggalkan satu fitnah pun yang lebih membahayakan para lelaki selain fitnah wanita.” [HR. Bukhari: 5096 dan Muslim: 2740]
Terdapat pula beberapa potensi sumber modal muslimah-preneur menurut Islam, yaitu sumber pendanaan tradisional berupa dari ayah, suami, dan anggota keluarganya. Kemudian ada pula sumber non-tradisional, seperti bank yang menjadi sumber pembiayaan dengan skala besar. Namun, dalam Islam terdapat larangan pembebanan bunga, maka yang digunakan adalah pembiayaan syariah.
Faktor Pendukung Muslimah-Preneur
Lalu apa saja kah yang menjadi faktor-faktor seorang wanita terpengaruh untuk berwirausaha?
Faktor internal. Minat seseorang yang ditunjang pengetahuan/keterampilan, pemberdayaan diri dan motivasi berpengaruh dalam pengambilan keputusan wanita untuk berwirausaha. Hal ini dapat diartikan bahwa pengambilan keputusan wanita untuk berwirausaha tidak semata-mata hanya didasarkan pada minat dan motivasi saja. Namun, didukung juga oleh pengetahuan/keterampilan yang sesuai dengan bidang usaha.
Faktor eksternal. Peran suami/keluarga, lingkungan sosial, lingkungan keluarga/keturunan, kesempatan dan sumber modal berpengaruh dalam pengambilan keputusan wanita untuk berwirausaha. Hanya saja, faktor yang paling menentukan dalam pengambilan keputusan berwirausaha adalah dukungan dan peran suami. Namun, terdapat hal-hal yang harus diperhatikan bagi seorang wanita yang berwirausaha, ia harus dapat menjaga norma-norma agama dan susila, serta harus menghindari dampak-dampak negatif dari pekerjaan yang dilakukan terhadap diri dan lingkungannya. Islam juga tidak luput dengan adanya norma yang harus diperhatikan oleh muslimah yang bekerja. Beberapa norma yang harus dipatuhi seorang muslimah yang bekerja di antaranya:
1. Menutup aurat. Menurut para jumhur ulama, batas aurat muslimah di depan laki-laki non mahram adalah seluruh tubuh. Kecuali wajah dan telapak tangan.
2. Tidak berdua-duaan antara laki-laki dan perempuan yang bukan mahrom. Sebagaimana sabda nabi SAW “bahwa tidaklah laki-laki dan perempuan berduaan kecuali setan yang menjadi ketiganya”. \
3. Tidak tabarruj (memamerkan perhiasan dan kecantikan). Sebagaimana firman Allah,
وَقَرْنَ فِى بُيُوتِكُنَّ وَلَا تَبَرَّجْنَ تَبَرُّجَ ٱلْجَٰهِلِيَّةِ ٱلْأُولَىٰ ۖ وَأَقِمْنَ ٱلصَّلَوٰةَ وَءَاتِينَ ٱلزَّكَوٰةَ وَأَطِعْنَ ٱللَّهَ وَرَسُولَهُۥٓ ۚ إِنَّمَا يُرِيدُ ٱللَّهُ لِيُذْهِبَ عَنكُمُ ٱلرِّجْسَ أَهْلَ ٱلْبَيْتِ وَيُطَهِّرَكُمْ تَطْهِيرًا
“Dan hendaklah kamu tetap di rumahmu dan janganlah kamu berhias dan (bertingkah laku) seperti orang-orang jahiliah dahulu, dan laksanakanlah salat, tunaikanlah zakat dan taatilah Allah dan Rasul-Nya. Sesungguhnya Allah bermaksud hendak menghilangkan dosa dari kamu, wahai ahlulbait dan membersihkan kamu sebersih-bersihnya.” [Q.S al- ahzab ayat 33]
4. Tidak melunakkan, memerdukan atau mendesahkan suara. Sebagaimana firman Allah,
يَٰنِسَآءَ ٱلنَّبِىِّ لَسْتُنَّ كَأَحَدٍ مِّنَ ٱلنِّسَآءِ ۚ إِنِ ٱتَّقَيْتُنَّ فَلَا تَخْضَعْنَ بِٱلْقَوْلِ فَيَطْمَعَ ٱلَّذِى فِى قَلْبِهِۦ مَرَضٌ وَقُلْنَ قَوْلًا مَّعْرُوفًا
“Wahai istri-istri Nabi! Kamu tidak seperti perempuan-perempuan yang lain, jika kamu bertakwa. Maka janganlah kamu tunduk (melemah lembutkan suara) dalam berbicara sehingga bangkit nafsu orang yang ada penyakit dalam hatinya, dan ucapkanlah perkataan yang baik.” [Al-Azhab:31]
5. Dapat menjaga pandangan. Sebagaimana firman Allah,
وَقُل لِّلْمُؤْمِنَٰتِ يَغْضُضْنَ مِنْ أَبْصَٰرِهِنَّ وَيَحْفَظْنَ فُرُوجَهُنَّ وَلَا يُبْدِينَ زِينَتَهُنَّ إِلَّا مَا ظَهَرَ مِنْهَا
“Dan katakanlah kepada para perempuan yang beriman, agar mereka menjaga pandangannya, dan memelihara kemaluannya, dan janganlah menampakkan perhiasannya (auratnya), kecuali yang (biasa) terlihat.” [An-Nur:31]
6. Aman dari fitnah. Seorang muslimah yang sejak keluar dari rumah hingga kembali ke rumah, harus tetap terjaga agama, kehormatan, dan kesucian dirinya.
7. Pekerjaan tidak mengorbankan tanggung jawabnya di rumah. Seorang muslimah yang bekerja tidak boleh mengabaikan kewajiban dan tanggung jawab di rumahnya sebagai istri dan juga ibu bagi anak-anaknya.
8. Mendapatkan izin dari orang tua dan suaminya.
9. Pekerjaannya haruslah sesuai dengan tabiat seorang muslimah.
Bentuk pekerjaan yang dapat dilakukan oleh seorang muslimah adalah pekerjaan yang tidak berbahaya, tidak berat dan juga mengganggu keutuhan rumah tangga. Justru dengan bekerja, diharapkan muslimah dapat mengembangkan potensinya di sekitar rumah atau profesi yang tidak menuntut muslimah untuk banyak keluar rumah. Pekerjaan yang jauh dari kemudharatan, serta pekerjaan yang dapat memberikan kebermanfaatan dan kemaslahatan bagi masyarakat di sekitarnya.
Referensi:
- Kemenkopmk.go.id. (2020). Gotong Royong untuk Kebangkitan UMKM Perempuan di Era New Normal | Kementerian Koordinator Bidang Pembangunan Manusia dan Kebudayaan.
- Kemenkopmk.Go.Id. https://www.kemenkopmk.go.id/index.php/gotong-royong-untuk-kebangkitanumkm-perempuan-di-era-new-normal
- Kemenpppa.go.id. (2021). Menteri Bintang : Perempuan Pelaku Usaha, Penopang Ekonomi Bangsa Di Masa Pandemi. www.Kemenpppa.Go.Id.
- https://www.kemenpppa.go.id/index.php/page/read/29/3051/menteri-bintangperempuan-pelaku-usaha-penopang-ekonomi-bangsa-di-masa-pandemi
- Subhan, Z. (2008). Menggagas Fiqh Pemberdayaan Perempuan. el-Kahfi.
- Prasetyani, D. (2020). Kewirausahaan Islami (K. Saddhono (ed.)). CV. Djiwa Amarta Press.
- Fauzia, I. Y. (2019). Islamic Entrepreneurship –. Raja Grafindo Persada.