Perlunya Logika dalam Berinvestasi
Published Date: 10 March 2022
Beberapa tahun belakangan, kita mendapati ada banyak korban investasi bodong melaporkan kasusnya hingga menjadi headline utama media berita nasional. Satgas Waspada Investasi menyatakan bahwa dalam kurun waktu 10 tahun terakhir (2011-2021) ada sekitar Rp117 triliun dana masyarakat menguap tak berbekas karena investasi bodong dengan segala bentuknya.
Menilik dari kasus-kasus yang dikutip dari cbncindonesia.com seperti crowdfunding tanpa izin, saham berskema money game, duplikasi website, bahkan model penasihat investasi, hampir semuanya mengerucut pada skema “cepat kaya”. Ketika produk yang ditawarkan menjanjikan return/ imbal hasil yang tergolong sangat tinggi dibandingkan dengan instrumen investasi konvensional yang telah ada dan bahkan nyaris tanpa risiko.
Minimnya pengetahuan tentang risiko dan imbal hasil wajar dalam sebuah investasi menjadi celah bagi banyak oknum untuk menjaring uang masyarakat. Keinginan untuk mendapat untung besar dalam waktu singkat bahkan turut menumpulkan logika berpikir, yang dibutuhkan dalam setiap kegiatan yang melibatkan uang/ harta. Padahal investor perlu memahami instrumen yang akan dipakai untuk ‘mengolah’ uang investasi.
Kenali Instrumen Investasi
Ada beberapa instrumen investasi konvensional yang secara legal dan umum ditemukan di masyarakat.
- Deposito: Sejenis dana tabungan yang disetorkan kepada pihak bank yang mana dana tersebut tidak bisa dicairkan sampai batas waktu tertentu yang disepakati. Bank akan memberikan bunga/ return rata-rata di 3-6% per tahun tergantung BI (Bank Indonesia) rate.
- Obligasi/ ORI/ Surat Utang Negara (SUN)/ Sukuk: Pengertiannya kurang lebih sama dengan deposito namun return/ imbal hasil yang ditawarkan biasanya lebih tinggi dari deposito yaitu berkisar antara 6 – 12% per tahun.
- Reksadana Saham: Membeli suatu reksadana dapat dikatakan kita menyerahkan dana kita kepada suatu lembaga yang disebut dengan fund manager (FM) untuk dikelola. Reksadana saham berarti dana akan dibelikan saham dengan kriteria tertentu. Return-nya bervariasi berkisar 3 – 20% per tahun (kadang ada juga yang minus alias merugi).
- Saham: Saham merupakan bukti kepemilikan terhadap suatu perusahaan yang dapat diperjualbelikan. Di antara instrumen investasi di atas saham inilah yang menawarkan return paling tinggi namun juga risiko yang tinggi pula (jika perusahaan bangkrut dana bisa jadi hilang). Namun jika mengacu pada kinerja IHSG selama 20 tahun terakhir maka rata-rata Compound Annual Growth Rate atau CAGR-nya adalah 15%.
Jika dilihat dari rata-rata imbal hasil instrumen konvensional di atas hanya berkisar antara 3-20% per tahun. Makin tinggi return makin tinggi pula resikonya. Sedangkan imbal hasil yang ditawarkan investasi bodong rata-rata diatas 20% dan bahkan bisa diatas 100% secara konsisten dan nyaris tanpa risiko.
Logika dalam Investasi
Sejatinya kita memang perlu terus menerus diingatkan tentang perlunya berpikir logis dan kritis dalam setiap keadaan. Termasuk ketika dihadapkan pada gelimang harapan dari imbal hasil besar dalam kegiatan investasi. Kita harus tetap waras agar logika berpikir optimal. Saya coba rangkum beberapa logika yang perlu kita hadirkan ketika hendak berinvestasi.
- Jadi Orang Terkaya di Dunia. Perlu kita ketahui untuk perbandingan, Warren Buffet manusia yang selalu menempati top 5 orang paling kaya di bumi hanya menghasilkan rata-rata CAGR 20an%/ tahun. Nah, jika kita mendapat tawaran investasi dengan imbal hasil di atas itu logikanya orang/ pemilik bisnis itu sudah masuk Top 10 atau Top 20 orang terkaya di Indonesia, atau paling tidak silakan cek apakah orang tersebut sudah masuk majalah Forbes atau belum?
- Prospek ke Orang Lain. Jika bisnis / produk investasi tersebut sedemikian menguntungkannya, mengapa ditawarkan kepada orang lain?. Logikanya orang tersebut tidak akan menawarkan ke sembarang orang, jika perlu dia akan pinjam bank, pinjam rentenir, gadai rumah, gadai kolor jika perlu. Kemudian semuanya dimasukkan ke bisnis/ produk tersebut agar cuan maksimal. Lalu kenapa dia butuh menawarkan kepada Anda? Kenapa dia malah memprospek Anda? Karena dia tahu bank tidak akan memberikan pinjaman karena sistem mereka ketat. Oke, dia ingin Anda kaya seperti dia! Silakan tanya balik “Bro, elu kan yakin bisnis ini bakal cuan banget, kalo gitu gue pinjem duit lu ya, buat join bisnis ini, nanti gua balikin kalo udah balik modal !” Ulangi terus untuk member baru yang mau join lewat Anda, jika dia malah melipir pergi, maka Anda sudah tahu bahwa dia saja tidak yakin dengan bisnisnya.
- Lunasi Hutang Negara. Jika bisnis/ produk investasi tersebut sedemikian menguntungkannya, kenapa presiden sebuah negara dan jajarannya tidak menjadikan bisnis tersebut sebagai bisnis nasional? Atau menjadikan bisnis tersebut sebagai sistem ekonomi negara? Agar hutang negara yang saat ini mencapai ribuan triliun rupiah lekas lunas. Buat saja peraturan resmi agar semua pengangguran di Indonesia (misalnya) wajib join bisnis ini, sehingga negara tidak perlu pusing mengajak investor/ pengusaha untuk menanam modal/ membangun pabrik agar tercipta lapangan pekerjaan. Nyatanya tidak ada satupun pemerintahan di dunia yang menjadikan bisnis tersebut sebagai landasan ekonominya.
Dengan tiga logika sederhana di atas seharusnya bisa menghilangkan/ paling tidak meminimalisir seseorang agar tidak menjadi korban scam investasi bodong dengan berbagai bentuknya. Tanpa harus tahu sisi legal/ formal maupun dalil agama.
Tapi kenapa 117 Triliun rupiah dana masyarakat menguap begitu saja sejak 10 tahun terakhir? Peraturan perundangan sudah dibuat, regulasi lengkap dengan regulator, badan pengawas sudah dibentuk (diluar tingkat efektifitasnya) namun korban-korban baru tiap tahun terus berjatuhan.
Padahal skema investasi bodong kurang lebih sama, begitu juga dengan sistemnya tidak jauh dari ponzi, money game dan spekulasi. Mimpi yang ditawarkanpun sama, potensi return yang tinggi, konsisten, dan nyaris tanpa risiko.
Bajunya saja yang terus berganti dan menyesuaikan perkembangan zaman. Di awal tahun 1900-an ada Charles Ponzi dengan bisnis perangkonya. Model tradisional ada demam tulip di Eropa, serta tanaman gelombang cinta dan batu akik di Indonesia.
Model investasi di era internet berkembang lebih pesat lagi, mulai dari “robot trading” ala MLM sampai murni perjudian model binary options ala Binomo, dkk. Kadang dibalut dengan agama agar terlihat syariah seperti “Investasi Titip Dana Amanah”, kebun kurma dan lain sebagainya. Yang berstatus legal/ formal saja belum tentu selamat, apalagi yang tidak berizin resmi.
Serakah Berinvestasi
Seandainya kita mau berpikir kritis dan logis, seharusnya kita dapat terhindar dari Investasi bodong yang terus marak di masyarakat. Apalagi jika kita, sebagai muslim, juga menambahkan aspek syariah fikih kontemporer dalam memilah dan memilih instrumen investasi, niscaya kita akan selamat dari investasi bodong tersebut.
Bagaimana jika kita sendiri yang membuat penipuan investasi marak terjadi? Adanya tabiat serakah, sifat buruk manusia, yang akhirnya paling bertanggung jawab atas hilangnya 117 Triliun dana masyarakat dalam 10 tahun terakhir. Rasa ingin cepat kaya, dengan waktu sesingkat-singkatnya, dan nyaris tanpa risiko membuat akal kita tidak mampu berpikir jernih.
Padahal Rasulullah shalallahu alaihi wa sallam sudah mengingatkan, “Sungguh, seandainya anak Adam memiliki satu lembah dari emas, niscaya ia sangat ingin mempunyai dua lembah (emas). Dan tidak akan ada yang memenuhi mulutnya kecuali tanah.’ Kemudian Allâh mengampuni orang yang bertaubat.” (Muttafaq ‘alaih: HR. Al-Bukhâri, no. 6439 dan Muslim, no. 1048)
Apa yang disampaikan Nabi kita, selalu dapat dijadikan acuan dalam setiap kegiatan, termasuk berinvestasi. Selain itu, kita juga perlu bersyukur atas nikmat yang Allah berikan agar dapat menahan memenuhi hasrat dunia yang tidak ada habisnya. Dan sambil terus berikhtiar menjemput rezeki-Nya. Serta tentu saja tetap logis dan kritis terhadap peluang investasi yang ada.
{Disclaimer : semua instrumen investasi yang disebutkan disini tidak berarti direkomendasikan/ disetujui oleh penulis, terutama karena beberapa masih ada unsur yang tidak memenuhi syariat. Instrumen tersebut hanya dikutip sebagai informasi perbandingan saja}
2 thoughts on “Perlunya Logika dalam Berinvestasi”