Seri Saham: Investasi Saham Tidak untuk Semua Orang! (Bag. 4)
Published Date: 5 September 2022
Kata orang keajaiban dunia yang ke-8 adalah compounding interest, yaitu kenaikan suatu aset secara eksponensial (Dari 1 s.d. tak terbatas) dalam kurun waktu tertentu. Bukan hanya sekadar kenaikan dari 10, 20, 30, 40, tapi eksponensial dari 10, 20, 40, 80 dan seterusnya. Compounding interest tersebut paling kentara ada di saham. Itulah sebabnya daftar orang terkaya di dunia saat ini, pasti ada faktor perhitungan saham di balik total nilai kekayaannya. Sebab nilai kekayaan pun mengambil dari perhitungan saham, tentang apa yang dimiliki, diharga berapa, hingga berapa nilainya saat ini, dan itulah yang jadi acuan majalah Forbes selama ini.
Melanjutkan apa yang sudah tertuang di tiga artikel sebelumnya, kini kita akan coba membahas tentang perhitungan saham sedikit lebih rinci. Coba perhatikan grafik di bawah ini!
Grafik di atas merupakan perkembangan harga saham dari PT. Unilever (UNVR) selama beberapa tahun terakhir. Bayangkan misalnya kita membeli saham UNVR pada bulan Januari 2005 pada harga Rp700,- per lembar saham sebanyak 15 lot saja atau senilai Rp 1.050.000.- (di luar fee broker) (Rp 700.- x 100 lembar x 15 lot). Lalu bandingkan harga saham serupa pada tahun 2018yang telah mencapai Rp10.880.- per lembar saham alias sudah naik sekitar 1.400% dari titik awal ketika saham dibeli. Artinya? Uang yang ditanam sebesar Rp1.050.000.- pada Januari 2005 sudah menjadi sekitar Rp14.000.000.- alias sudah naik 14 kali lipat (14 bager) pada bulan Januari 2018, hanya dalam tempo 13 tahun.
Lalu kita perlu melihat juga tentang deviden yang rutin dibagikan perusahaan setiap tahun. Total akumulasi deviden UNVR dari tahun 2005 s.d. tahun 2018 senilai Rp1.300,- (interim dan final selama 13 tahun). Angka tersebut senilai Rp1.300.- x 15 lot = Rp 1.950.000.-. Maka total hasil investasi di UNVR selama 13 tahun adalah capital gain + deviden= 14.000.000 + 1.950.000= 15.950.000.
Dengan modal uang Rp1.050.000.- pada awal tahun 2005 berkembang menjadi 15.950.000.- pada awal tahun 2018. Itu hanya dengan nilai investasi Rp1 jutaan saja, maka dapat dibayangkan jika nilainya mencapai Rp10 juta, Rp100 juta, bahkan Rp1 milyar? Dan hal ituah yang banyak dibayangkan oleh kebanyakan orang ketika pertama kali memulai investasi saham.
Sekarang perhatikan grafik dibawah ini.
Berdasarkan grafik di atas, kita dapat membayangkan apabila kondisinya terbalik. Bayangkan kita baru membeli saham UNVR pada awal Januari 2018 saat harga sahamnya Rp10.880.- per lembar dengan total kepemilikan katakanlah 1 lot saja atau senilai Rp1.088.000.- maka pada awal Januari 2022, dana tersebut akan bernilai Rp422.000.-. Terjadi penurunan sebesar 61,2 % dalam tempo 4 tahun. Dan itu baru dengan nilai Rp1 juta, bagaimana jika nilainya Rp10 juta, Rp100 juta hingga Rp1 milyar?
Baca juga: Seri Saham: Mengenal Saham dan Bagaimana Islam Memandangnya (Bag. 1)
Untuk melengkapi simulasi tentang dunia saham kali ini, silakan perhatian grafik terakhir ini.
Pada grafik tersebut terlihat bahwa terjadi fluktuasi nilai saham selama beberapa tahun. Orang yang membeli saham BUMI pada Januari 2003 pada harga Rp50.- per lembar saham dan berhasil menjualnya saat harganya Rp8.000.- per lembar saham pada pertengahan 2008, tentu akan mendapat untung yang banyak. Orang tersebut dapat langsung “auto sultan”, “cuan koper-koper” sebab kenaikan harga sahamnya mencapai 15.000% alias kenaikan 150 kali lipat dalam waktu 6 tahun saja. Jika ada yang membeli sejumlah Rp1.000.000.- pada awal 2003 maka nilainya sudah menjadi Rp150.000.000.- pada pertengahan 2008.
Kebalikannya, jika ada orang yang membeli saham BUMI pada pertengahan 2008 pada harga saat itu, maka setelah 14 tahun (Juli 2022) nilainya turun drastis hingga -99% karena harga sahamnya per hari ini hanya bernilai Rp70,- per lembar saham (08/07/2022). Artinya uang Rp1 juta yang ditanam pada saham BUMI pertengahan 2008, kini hanya bernilai dibawah Rp10 ribu. Bagaimana jika yang dia tanam Rp10 juta, Rp100 juta bahkan Rp1 milyar? Hal tersebut menujukkan besarnya resiko ketika kita berinvestasi lewat saham.
Mungkin kita perlu mengingat kaidah ekonomi “berani untung harus berani buntung”, atau “resiko berbanding lurus dengan pengetahuan”. Maka tentu kita perlu memahami pentingnya ilmu sebelum memutuskan untuk melakukan suatu kegiatan tertentu. Saham menawarkan potensi return yang luar biasa, namun resikonya juga tidak biasa. Saham bukanlah cara cepat kaya, bukan pula pesugihan, namun banyak yang menjadi “tumbal” karena stress bahkan bunuh diri gara-gara saham.
Lalu apa yang perlu kita lakukan apabila tetap memiliki minat terhadap dunia saham? Sejak awal seri artikel tentang saham sudah dibahas apa itu saham, bagaimana hukumnya dalam Islam dan bagaimana cara bertransaksi saham, tapi kenapa di sini justru diberi judul bahwa “Investasi Saham Tidak untuk Semua Orang?”. Yups, tidak untuk mereka yang tidak siap dengan resikonya, apalagi tidak ada kewajiban harus investasi saham. Sesuaikan saja dengan diri kita masing-masing, sesuaikan juga dengan profil resiko tiap orang yang berbeda-beda. Jangan memaksakan diri.
Catatan: Saham UNVR dan BUMI di atas sudah disesuaikan dengan stocksplit (pemecahan saham) beberapa kali dalam kurun waktu tersebut.
1 thought on “Seri Saham: Investasi Saham Tidak untuk Semua Orang! (Bag. 4)”