Utilitarianisme vs Deontologi: Memahami Pendekatan Etika dalam Bisnis
Published Date: 22 September 2023
Etika adalah salah satu cabang ilmu yang telah lama memikat pikiran manusia. Dalam konteks ini, dua pendekatan utama yang sering dibahas adalah utilitarianisme dan deontologi. Kedua pendekatan ini memiliki pandangan etika yang berbeda-beda dan sering digunakan untuk memandu pengambilan keputusan moral. Dalam artikel ini, kita akan menjelajahi konsep dasar dari kedua teori ini dan perbandingan antara keduanya terutama dalam konteks menjalankan sebuah bisnis.
Utilitarianisme: Mencari Kesejahteraan Terbesar
Utilitarianisme adalah teori etika yang pertama kali dikembangkan oleh filsuf abad ke-18, Jeremy Bentham, dan kemudian diperluas oleh John Stuart Mill. Pandangan dasar dari utilitarianisme adalah bahwa tindakan moral yang baik adalah tindakan yang menghasilkan konsekuensi yang menguntungkan sebanyak mungkin orang. Dalam kata lain, tujuan utama dari utilitarianisme adalah mencapai kesejahteraan terbesar bagi sebagian besar individu.
Ada beberapa elemen kunci dalam teori utilitarianisme:
1. Prinsip Utilitarian. Tindakan yang benar adalah tindakan yang menghasilkan akumulasi kebahagiaan (kenikmatan) lebih besar daripada penderitaan. Ini dikenal sebagai prinsip utilitarian.
2. Keseimbangan Antara Kebahagiaan dan Penderitaan. Utilitarianisme tidak hanya berfokus pada kenikmatan, tetapi juga mempertimbangkan penderitaan. Dalam pengambilan keputusan, seseorang harus memperhitungkan kebahagiaan bersih (kenikmatan dikurangi penderitaan).
3. Konsekuensialisme. Utilitarianisme adalah teori konsekuensialistik, yang berarti penilaian etis dilakukan berdasarkan hasil dari tindakan tersebut, bukan pada dasar aturan atau tindakan itu sendiri.
4. Universalitas. Utilitarianisme mencoba untuk menciptakan aturan yang berlaku secara universal untuk semua orang. Ini berarti bahwa tindakan yang sama harus diambil jika situasi serupa terjadi pada orang lain.
Contoh Utilitarianisme dalam tindakan misalnya situasi di mana seorang dokter harus memutuskan apakah akan memberikan organ yang tersedia kepada seorang pasien yang sangat membutuhkan atau kepada lima pasien lain yang juga membutuhkan organ tersebut. Menurut perspektif utilitarianisme, dokter harus memutuskan untuk memberikan organ itu kepada kelompok lima pasien jika itu akan menghasilkan kebahagiaan bersih yang lebih besar daripada memilih pasien tunggal.
Deontologi: Tugas dan Aturan Moral
Sementara itu, deontologi adalah pandangan etika yang berfokus pada kewajiban dan aturan moral yang ada di luar konsekuensi dari tindakan itu sendiri. Dalam kata lain, berarti bahwa tindakan dapat dianggap benar atau salah berdasarkan apakah mereka sesuai dengan aturan atau prinsip moral tertentu, terlepas dari hasil yang mungkin dihasilkan. Beberapa aspek kunci dari deontologi meliputi:
1. Ketetapan Aturan Moral. Dalam deontologi, ada aturan moral yang harus diikuti tanpa mempertimbangkan hasil tindakan tersebut.
2. Moralitas Tindakan itu Sendiri. Dalam pendekatan ini, tindakan itu sendiri memiliki intrinsik kebaikan atau kejahatan, terlepas dari konsekuensinya.
3. Pentingnya Kewajiban. Individu memiliki kewajiban moral yang tetap, seperti kewajiban untuk tidak berbohong, tidak membunuh, atau memenuhi janji.
4. Universalitas. Prinsip-prinsip moral yang ada dalam deontologi juga berusaha untuk berlaku universal, sehingga orang harus bertindak dengan cara yang sama dalam situasi yang serupa.
Contoh Deontologi dalam tindakan misalnya seorang yang percaya pada prinsip “Tidak Boleh Membunuh.” Menurut pandangan deontologi, membunuh adalah tindakan yang selalu salah, tanpa memperhatikan situasi atau konsekuensinya. Bahkan jika membunuh seseorang akan menyelamatkan lima orang lain, tindakan tersebut akan tetap dianggap salah.
Perbandingan Utilitarianisme dan Deontologi
Terdapat perbedaan mendasar antara dua ideologi ini. Keduanya memberikan alternatif tindakan yang dapat kita ambil di dalam kehidupan terutama di lingkup binis yang sedang dijalani.
- Penekanan pada Konsekuensi vs. Aturan: Perbedaan utama antara kedua pendekatan ini adalah bahwa utilitarianisme menekankan konsekuensi tindakan, sementara deontologi menekankan aturan moral yang tetap.
- Fleksibilitas vs. Ketegasan: Utilitarianisme dapat lebih fleksibel karena memungkinkan tindakan yang dianggap salah dalam konteks deontologi jika hasilnya lebih baik secara keseluruhan. Sebaliknya, deontologi lebih tegas dalam menerapkan aturan moral.
- Kesulitan Menentukan Konsekuensi: Dalam praktiknya, menentukan konsekuensi dari tindakan seringkali sulit dan dapat memunculkan perbedaan pendapat.
- Kejelasan vs. Ketidakpastian: Deontologi memberikan panduan moral yang lebih jelas dan mudah diikuti, sementara utilitarianisme sering kali memunculkan ketidakpastian dalam pengambilan keputusan moral.
Keseimbangan antara Utilitarianisme dan Deontologi dalam Konteks Etika Bisnis
Dalam konteks etika bisnis, teori utilitarianisme dan deontologi adalah dua kerangka kerja etika yang sering digunakan untuk membantu perusahaan dan individu membuat keputusan moral. Mari kita lihat bagaimana kedua teori ini dapat diterapkan dalam konteks bisnis:
Utilitarianisme dalam Etika Bisnis
Utilitarianisme berfokus pada ide bahwa tindakan yang baik adalah tindakan yang menghasilkan kebahagiaan atau keuntungan yang maksimal bagi sebanyak mungkin orang atau pemangku kepentingan. Dalam bisnis, utilitarianisme dapat diartikan sebagai mengambil keputusan yang akan memberikan hasil terbaik untuk mayoritas orang yang terlibat. Beberapa poin penting tentang penerapan utilitarianisme dalam etika bisnis adalah:
- Analisis Konsekuensi. Bisnis harus secara cermat mempertimbangkan konsekuensi dari tindakan mereka. Ini mencakup memikirkan dampak keputusan bisnis terhadap karyawan, pelanggan, pemegang saham, dan masyarakat lebih luas.
- Keuntungan Bersih. Utilitarianisme mengharuskan perusahaan untuk mencari keuntungan bersih yang paling tinggi. Namun, perusahaan harus memastikan bahwa keuntungan ini diperoleh dengan cara yang etis dan tidak merugikan pihak lain.
- Responsibilitas terhadap Pemangku Kepentingan. Perusahaan harus mempertimbangkan kepentingan pemangku kepentingan seperti karyawan, pelanggan, dan masyarakat, bukan hanya pemegang saham. Ini berarti perusahaan harus memperhitungkan dampak sosial dan lingkungan dari operasinya.
- Keputusan yang berat. Dalam beberapa kasus, keputusan bisnis berdasarkan utilitarianisme dapat dikatakan berat. Misalnya, pemotongan biaya yang signifikan yang menghasilkan keuntungan besar mungkin mengakibatkan pemecatan karyawan. Perusahaan perlu mempertimbangkan dengan hati-hati dampak ini.
Deontologi dalam Etika Bisnis:
Deontologi, sebaliknya, berfokus pada ide bahwa ada prinsip-prinsip moral yang harus diikuti tanpa pandang konsekuensi. Dalam bisnis, deontologi dapat diartikan sebagai mengikuti prinsip-prinsip moral yang tidak dapat dilanggar, bahkan jika itu tidak menghasilkan hasil yang optimal. Beberapa poin penting tentang penerapan deontologi dalam etika bisnis adalah:
- Prinsip Moral yang Tidak Dapat Dilanggar. Bisnis harus memiliki pedoman etika yang jelas yang mencerminkan prinsip-prinsip moral yang tidak dapat dilanggar. Ini bisa mencakup larangan berbohong, memperlakukan karyawan dengan adil, atau menghormati hak-hak konsumen.
- Pentingnya Integritas. Deontologi menekankan integritas dan moralitas dalam semua tindakan bisnis. Ini berarti perusahaan harus mengutamakan kejujuran, keadilan, dan tanggung jawab dalam operasi mereka.
- Kepentingan Jangka Panjang. Dalam deontologi, perusahaan diharapkan untuk melihat kepentingan jangka panjang dan mempertimbangkan dampak jangka panjang dari tindakan mereka. Ini mungkin berarti menghindari tindakan yang merugikan reputasi perusahaan atau hubungan dengan pemangku kepentingan.
- Pandangan Panjang. Bisnis yang mengikuti deontologi dapat memiliki pandangan yang lebih jelas tentang nilai-nilai inti mereka dan prinsip-prinsip yang harus dipegang dalam jangka panjang, bahkan jika itu menghasilkan biaya singkat.
Utilitarianisme dan deontologi adalah dua pendekatan etika yang berbeda, masing-masing memiliki perspektif unik dalam memandu tindakan moral. Pemahaman tentang kedua teori ini dapat membantu kita menjalani hidup dengan lebih bijaksana dan mempertimbangkan konsekuensi dan aturan dalam pengambilan keputusan moral kita. Meskipun seringkali ada konflik antara kedua pendekatan ini, pemikiran kritis dan pertimbangan moral yang cermat dapat membantu kita mencari keseimbangan antara keduanya.
Dalam etika bisnis, baik utilitarianisme maupun deontologi memiliki peran penting. Utilitarianisme mempertimbangkan konsekuensi tindakan bisnis dan mengedepankan kebahagiaan atau keuntungan mayoritas, sementara deontologi menekankan prinsip-prinsip moral yang tidak dapat dilanggar. Seringkali, perusahaan menggabungkan kedua pendekatan ini dalam pengambilan keputusan moral, mencoba mencapai keselarasan antara mencari keuntungan dan mematuhi prinsip-prinsip etika yang kuat. Dalam konteks bisnis yang kompleks, penting untuk mempertimbangkan kedua teori ini dan menggunakannya sebagai panduan dalam menghadapi berbagai dilema etika.
Editor: Dimas Ronggo