Apakah Seorang Introver Juga Anti-Sosial?
Published Date: 30 March 2022
Dalam kehidupan sosial, kita mengenal ada dua tipe kepribadian yang bertolak belakang, yakni introver dan ekstrover. Keduanya sering dijadikan acuan ideal dalam sebuah interaksi sosial. Ketika orang dengan kepribadian introver dianggap kurang memiliki kemampuan bergaul, maka para pemilik kepribadian ekstrover menjadi cerminan tentang bagaimana sebaiknya manusia saling bergaul dengan baik.
Kehadiran para ekstrover memang terlihat begitu dominan. Kemampuan mereka yang mudah memulai pembicaraan, menjalin komunikasi, dan selalu terlihat nyaman dalam pergaulan, membuat eksistensinya mudah dilihat. Bahkan menurut Susan Cain, penulis Quiet: The Power of Introverts in a World That Can’t Stop Talking, populasi mereka mencapai 70 persen berbanding 30 persen dari kalangan introver. Seolah peran mereka begitu nyata dalam kehidupan ini.
Tentu saja perbandingan jumlah dari Cain lebih mendekati prediksi dibandingkan realita yang valid. Toh, hal tersebut juga tidak berarti ada korelasi langsung antara peran para ekstrover dengan peran nyata pada peradaban manusia. Hal yang sering membuat orang berkepribadian introver makin minder. Terutama para remaja yang menganggap bahwa ketika dirinya dicap sebagai introver, maka akan sulit memberi dampak nyata dalam kehidupan.
Di sisi lain, terkadang orang terlalu cepat memvonis bahwa dirinya adalah seorang introver. Self proclaimed yang sering terjadi di tengah kemudahan akses informasi saat ini. Sehinggga menyeret mereka pada keadaan yang sebenarnya tidak perlu, seperti malas bertemu orang, malas pergi ke sekolah, malas ikut kerja bakti, dan berbagai kemalasan lain yang berasal dari ‘pendakuan’ tersebut.
Introver dan Anti-Sosial
Banyak cara dapat dilakukan untuk mengenali kepribadian diri. Membaca buku, berdiskusi dengan ahli atau orang tua, sampai mendatangi psikolog dapat ditempuh agar seseorang, terutama remaja, yakin tentang kepribadian dirinya. Untuk kemudian dapat memikirkan strategi untuk menjalani kehidupan sesuai kemampuan dan kemauannya. Begitu juga dengan orang yang sudah merasa dirinya sebagai introver.
Dalam pengertian umum, Introver adalah sikap atau karakter seseorang yang memiliki orientasi subyektif secara mental dalam menjalani kehidupannya. Seorang introver sering dideskripsikan sebagai seorang penyendiri, nyaman dengan ide dan gagasannya tanpa melibatkan orang lain. Introver juga terkadang merasa kesulitan ketika dihadapkan pada situasi keramaian. Dirinya memilih untuk bersikap pasif dalam perbuatan. Menyingkir di sudut ruangan untuk sekadar mengamati keadaan sambil tenggelam di alam pikirannya.
Pada beberapa kasus, seorang introver sering menganggap dirinya sebagai makhluk anti-sosial. Sebuah dasar pemikiran yang terkadang malah membuat mereka malah kesulitan untuk berkembang sebagai seorang manusia. . Merasa anti-sosial justru seperti mencabut paksa fitrah manusia itu sendiri. Padahal kita semua tahu, bahwa manusia adalah makhluk sosial yang tidak dapat berlepas diri sepenuhnya dari manusia lain untuk tetap hidup.
Memang dibutuhkan usaha besar bagi introver untuk terjun berinteraksi dengan orang lain. Jika para ekstrover mengambil energi ketika berinteraksi dengan orang lain, maka para introver mengambil banyak energi untuk melakukan hal serupa. Namun tetap saja, menarik diri dari kehidupan sosial bukanlah jawaban.
Lebih tepat jika dikatakan bahwa para introver membutuhkan waktu untuk menyendiri lebih lama dibandingkan para ekstrover. Ketika ekstrover mampu melakukan pertemuan dengan banyak orang nyaris 7 hari sepekan. Maka kaum introver, mungkin hanya dapat melakukannya 1-2 hari saja. Sisanya dipakai untuk menyendiri, berpikir, dan melakukan berbagai hal yang dianggap nyaman tanpa kehadiran orang lain.
Kebutuhan waktu untuk lepas dari interaksi itulah yang membuat para introver dianggap tidak punya peran berarti dalam kehidupan yang didominasi para ekstrover. Meski, tentu saja, itu hanya soal perspektif saja. Tentu ada peran-peran introver dalam roda kehidupan agar dapat berjalan. Sebab harus ada orang yang mengambil waktu berpikir lebih lama sebelum mengambil keputusan tepat. Ketika banyak orang lebih memilih langsung bertindak dan beraksi tanpa mengobservasi lebih lama, seperti halnya para introver.
Keberadaan Flexi-Introverts
Introver pun memiliki kebutuhan untuk menyendiri secara bertingkat-tingkat dalam kontinum berbeda. Pada ujung kontinum, ada introver yang membutuhkan ketenangan dan keheningan lebih lama. Tanpa kehadiran orang lain yang ‘menganggu’ dirinya. Sementara di kontinum lebih ke tengah, ada yang disebut sebagai flexi-introverts (introver fleksibel). Helgoe (2008) menyebut mereka sebagai “introver yang senang bergaul” (socially accessible introverts). Sementara Sylvia Loehken dalam Quite Impact, menyebutnya sebagai, “kelompok pendiam yang dapat dengan mudah mengubah dirinya menjadi ekstrover.”
Kaum flexi-introverts ini dianggap lebih menyerupai kaum ekstrover tulen. Mereka dapat dengan mudah ada di keramaian untuk berinteraksi dengan banyak orang. Namun untuk urusan manajemen energi, kaum fleksibel ini mengalami lebih banyak kebutuhan. Mereka tetap memerlukan waktu menyendiri dan hening sebelum akhirnya dapat kembali menjalin komunikasi dengan orang lain.
Energi memang menjadi isu bagi kaum introver, termasuk yang mudah mengubah mode bergaulnya seperti flexi-introverts. Hal tersebut sebenarnya dapat dikondisikan dengan membuat rencana aktivitas, tentang apa saja yang hendak dilakukan selama beberapa hari ke depan. Sehingga saat mendekati waktu untuk berinteraksi dengan orang lain, dalam sebuah pertemuan, seminar, atau sekadar nongkrong bersama sejawat, para introver dapat menyiapkan waktu heningnya sendiri.
Pada akhirnya, para kaum (atau pendaku) berkepribadian introver tidak perlu merasa payah tentang kondisinya tersebut. Mereka tetap dapat berperan dengan cara berbeda ketika disandingkan dengan para ekstrover. Dalam hal pergaulan atau interaksi sosial pun, meski tidak selalu ada, para introver tetap perlu menyempatkan hadir. Sebagai bagian dari sebuah komunitas dan agar tetap menjadi manusia seutuhnya.
1 thought on “Apakah Seorang Introver Juga Anti-Sosial?”