Belajar Literasi Finansial untuk Pelajar

Perilaku konsumtif pada kondisi saat ini, menuntut masyarakat khususnya dari kalangan pelajar untuk lebih bijak dalam mengatur keuangan. Di usia yang tergolong masih belia, para pelajar cenderung lebih mudah untuk menghabiskan uang yang ada di kantong mereka tanpa paham terhadap prinsip keuangan. Prinsip keuangan yang dimaksud yaitu lebih mengutamakan pembelanjaan uang terhadap produk dan jasa yang dibutuhkan (needs) dari pada yang diinginkan (wants). Para pelajar terlebih di tingkat Sekolah Menengah Atas, mayoritas tidak memahami tentang prinsip dalam pengelolaan uang. Yang mereka tau hanya menuntut income dari orang tuanya dan menghabiskan sesuka hati mereka demikian hal tersebut terus berulang.

Pengetahuan cara mengelola uang yang benar sejak dini sangat diperlukan, agar menjadi bekal pengetahuan bagi para pelajar sebelum mereka benar-benar terjun ke dunia kerja. Melalui pendidikan keuangan yang benar, diharapkan di masa datang mereka sudah lebih teredukasi dan lebih siap dalam mengatur ‘cash flow’ keuangan. Sehingga tercapailah kesejahteraan finansial dan pemanfaatan yang maksimal terhadap keuangan. Pemberian pendidikan, sikap dan pengalaman tata keuangan yang benar inilah yang disebut dengan “literasi finansial”. Pelajar yang sudah ‘melek’ literasi finansial biasanya akan lebih mampu mengendalikan diri dan akan berusaha menjauhi perilaku konsumtif.

Hasil survey literasi keuangan yang dilakukan oleh Otoritas Jasa Keuangan pada tahun 2013 menunjukkan bahwa tingkat literasi finansial masyarakat Indonesia masih sangat rendah sebesar 21,84% (Dwiastanti 2015: 99). Itu berarti bahwa dari 100 orang Indonesia, hanya sekitar 21 orang yang memahami makna, fungsi dan pengelolaan keuangan. Indeks literasi finansial berdasarkan tingkat pendidikan menurut hasil survei Otoritas Jasa Keuangan (OJK) pada tahun 2013 menunjukkan bahwa pada tingkat perguruan tinggi sudah cukup bagus sebesar 56,4%, tingkat sekolah lanjutan sebesar 35,7%, tingkat sekolah dasar sebesar 24,6% dan tidak sekolah sebesar 16,3%. Dari data di atas dapat dilihat bahwa masih rendahnya tingkat literasi keuangan khususnya pelajar. Rendahnya tingkat literasi keuangan para pelajar akan menyebabkan mereka kurang mampu mengontrol diri sehingga cenderung berperilaku konsumtif.

Melalui kegiatan literasi finansial sejak dini, diharapkan pelajar mampu memahami konsep-konsep keuangan dengan baik serta terampil mengelola keuangan mereka sendiri. Sehingga tidak ada lagi istilah “besar pasak dari tiang” di dalam kehidupan finansial. Dan mereka bisa membangun kesejahteraan finansial mereka sendiri tanpa bergantung kepada orang lain. Nababan dan Sadalia dalam Dwiastanti (2015: 99) menyatakan,

“The best way to improve behavior in adulthood is a way to good behavior since childhood, including financial behavior. Financial behavior related to how people treat, manage, and use the avalaible financial resources”.

Masa remaja adalah masa yang tepat untuk diberikan pemahaman tentang tata kelola keuangan yang baik. Karena mereka biasanya sudah dibebani tanggungjawab untuk mengelola uang jajan mereka sendiri. Diharapkan dari edukasi sejak dini, akan timbul keputusan-keputusan yang tepat mengenai tata kelola keuangan mereka sehingga mereka bisa terhindar dari perilaku negatif dan konsumtif dalam membelanjakan uang mereka di masa mendatang.

Remaja dengan tingkat literasi finansial yang tergolong rendah akan rentan terhadap perilaku premature affluence (kemakmuran prematur). Yaitu perilaku boros yang menganggap bahwa uang saku yang diberikan oleh orang tuanya semuanya, untuk dihabiskan secara konsumtif. Seperti untuk membeli paket data, jajan yang sedang viral, gawai, pakaian yang menjadi tren dan pemuas keinginan lainnya.

Literasi finansial mengandung 2 unsur penting yaitu, pemahaman terhadap ilmu literasi finansial dan pengaplikasian terhadap pemahaman yang telah diperoleh. Pengetahuan tentang literasi finansial saja tidak cukup, harus diiringi dengan cara mengaplikasikan pengetahuan tersebut. Misalnya pemahaman tentang terbatasnya sumber daya uang, pengaplikasiannya adalah membuat skala prioritas kebutuhan, kemudian pemahaman tentang cara membedakan kebutuhan dan keinginan pengaplikasiannya dengan belajar membuat anggaran pribadi yang baik dan ideal.

Namun, sangat disayangkan, di Indonesia informasi dan edukasi literasi finansial sangatlah terbatas, bahkan belum dimasukkan ke dalam kurikulum pendidikan. Di beberapa negara seperti China, Selandia Baru dan India pendidikan literasi finansial atau literasi keuangan sudah dimasukkan ke dalam kurikulum pendidikan mereka. Keseriusan pemerintah China, Selandia Baru dan India dalam hal pendidikan literasi keuangan berbuah manis, terlihat dari masuknya negara tersebut dalam top performers financial literacy versi OECD.

Jika dihubungkan dengan pertumbuhan tingkat pertumbuhan ekonomi, negara top performers financial literacy memiliki pertumbuhan ekonomi terbaik pula, misalnya sepanjang kuartal I-2015, pertumbuhan ekonomi China mencapai 7%. Sedangkan pertumbuhan ekonomi India sepanjang kuartal I-2015 mencapai 7,5%. Hal ini menunjukkan warga yang memiliki pengetahuan keuangan yang baik akan berdampak positif terhadap perekonomian bangsa.

Perlu adanya peran dari pemerintah untuk meningkatkan pemahaman terhadap literasi finansial bagi warga negaranya. Terutama untuk para pelajar, sedini mungkin perlu dibekali dengan ilmu tata kelola keuangan yang bisa dikolaborasikan dengan pelajaran lain seperti matematika dan agama. Dan perlu juga dilaksanakan uji kompetensi pada setiap kenaikan tingkat pendidikan, agar bisa diketahui sejauh mana para pelajar memahami dan mengaplikasikan literasi finansial di kehidupan mereka. Semua itu bertujuan agar para pelajar nantinya memiliki konstribusi yang positif dalam meningkatkan perekonomian dan penurunan kemiskinan di Indonesia di masa mendatang. Karena peningkatan pengetahuan dan skill finansial suatu masyarakat, berbanding lurus dengan peningkatan perekonomian di suatu negara.

Setidaknya ada 4 pengetahuan dasar tentang literasi finansial yang harus diketahui oleh generasi muda, terutama pelajar SMA sebagai bekal pengetahuan mereka memasuki jenjang pendidikan yang lebih tinggi serta persiapan memasuki dunia kerja. Keempat hal itu ialah membuat skala prioritas keuangan, membedakan kebutuhan dan keinginan, membuat anggaran pemasukan dan pengeluaran dan belajar berinvestasi untuk masa depan.

Membuat Skala Prioritas Keuangan

Kunci dalam membuat skala prioritas adalah dengan membuat daftar kebutuhan apa saja yang akan ada selama 1 bulan atau bisa juga 1 pekan. Misalnya seorang pelajar SMA selama 1 bulan kebutuhannya yaitu jajan, tabungan, transport, alat tulis, fotocopy, main di hari libur. Dengan memperhatikan skala prioritas maka urutannya yang benar menjadi tabungan, transport, alat tulis, fotocopy, jajan dan main di hari libur. Mengapa tabungan ada di urutan pertama? Karena seseorang harus mempunyai dana simpanan untuk keperluan yang sifatnya mendadak dan mendesak.

Agar tidak perlu mengandalkan orang lain jika suatu saat  membutuhkan dana yang sifatnya darurat. Tabungan ini lebih dikenal dengan dana darurat, seorang pelajar pun juga membutuhkan dana ini seperti misal bila terjadi ban motornya tiba-tiba bocor di jalan yang mengharuskan mengganti dengan ban yang baru, berikutnya apabila tiba-tiba sepatunya rusak, maka dana ini bisa membantu menyelesaikan masalah tanpa harus meminta uang tambahan kepada orang tuanya. Hal ini selain membantu orang tuanya dalam menghemat pengeluaran juga sekaligus sebagai pengaplikasian dari  pembelajaran literasi finansial bagi seorang pelajar, juga agar terbiasa menyisihkan tabungan sampai ia dewasa.

Baca juga: Mengangkat Perekonomian Rakyat Melalui Pengelolaan Sampah Terpadu

Membedakan Kebutuhan dengan Keinginan

Seorang pelajar hendaknya perlu diberikan pemahaman tentang pentingnya membedakan pengeluaran yang sifatnya kebutuhan dan hanya bersifat keinginan. Agar seorang pelajar mampu mengambil keputusan yang tepat atas keuangannya dan lebih mengutamakan kebutuhan dibanding keinginannya. Mengapa kebutuhan lebih utama? Karena kebutuhan memiliki tingkat urgensi yang tinggi dan harus segera dipenuhi agar bisa bertahan hidup. Sedangkan keinginan tidak memberikan dampak besar jika tidak segera dipenuhi melainkan hanya mendatangkan kekecewaan bila terlambat untuk dipenuhi.

Contohnya seorang pelajar diberi uang saku oleh orang tuanya saat akan berangkat ke sekolah. Uang saku tersebut cukup untuk biaya transport , jajan dan makan siang. Biaya transport sudah habis untuk membeli bahan bakar kendaraannya, uang jajan pun sudah habis saat istirahat sebelum jam makan siang. Kemudian temannya ada yang menawarkan sebuah aksesoris untuk sepeda motornya yang sangat menarik bagi dia, harganya sama dengan jumlah uang makan siangnya pada hari itu.

Pelajar dengan literasi keuangan yang baik pasti memprioritaskan makan siang dibanding dengan aksesoris motor dan berusaha menahan diri dengan menunda kesenangannya. Karena makan siang memang lebih urgen dan sebagai sumber energi dalam proses belajarnya. Sebaliknya pelajar dengan tingkat literasi keuangan yang rendah akan tergiur untuk memprioritaskan keinginannya dan rela untuk menahan lapar ditengah-tengah proses belajarnya hanya untuk memenuhi rasa inginnya.

Dapat disimpulkan bahwa kebutuhan dan keinginan merupakan kekuatan yang terpisah, namun keduanya sama-sama mendorong seseorang untuk melakukan suatu tindakan demi tujuan kepuasan. Tindakan yang tepat dipengaruhi oleh seberapa paham seorang pelajar memahami tentang literasi keuangan, jika sudah mampu memahami dengan baik ilmunya maka akan dengan mudah si pelajar menahan diri dan mempertimbangkan skala prioritas.

Membuat Anggaran Keuangan (Pemasukan dan Pengeluaran)

Anggaran keuangan termasuk salah satu solusi untuk mengatur pengeluaran dan membaginya berdasarkan skala proritas. Bagi pelajar ini sangat bermanfaat untuk melatih kedisiplinan pengelolaan keuangan mereka di masa depan. Salah satu metode yang bisa digunakan adalah metode 50/30/20. Maksudnya adalah mengalokasikan uang saku pelajar 50% untuk kebutuhan, 30% untuk keinginan dan 20% untuk tabungan. Untuk lebih jelasnya bisa dilihat pada tabel berikut ini.

Anggaran Pendapatan

NO URAIAN JUMLAH
1 Waktu Sekolah 5 hari
2 Uang saku per hari Rp 25.000
Total Pemasukan 1 Pekan Rp 125.000

 

Anggaran Belanja

NO NAMA URAIAN TOTAL JUMLAH / PEKAN
1 Makan siang di kantin Perpekan Rp 50.000 Rp 50.000
2 Transport Perpekan Rp 15.000 Rp 15.000
3 Jajan Perhari Rp 7.000 Rp 35.000
4 Menabung Perhari Rp 4.000 Rp 20.000
5 Sodaqoh Perhari Rp 1.000 Rp 5.000
Total Pengeluaran 1 Pekan Rp 125.000

Tabel di atas adalah contoh gambaran yang ideal sebuah perencanaan anggaran keuangan seorang pelajar dalam 1 pekan.

Belajar Berinvestasi Untuk Masa Depan

Yang dimaksud belajar berinvestasi disini bukanlah investasi seperti saham, deposito, reksadana, forex dan lain sebagainya, melainkan berinvestasi untuk pendidikan dan keahlian demi mengasah skill sesuai dengan potensi minat dan bakat. Sedini mungkin mulai harus mengenali potensi bakat dan minatnya agar dapat memilih bidang yang ingin digeluti secara mendalam. Para pelajar dilatih untuk membiayai sendiri pelatihan atau kursus yang ingin diikuti dengan uang tabungannya yang telah dikumpulkan.

Dengan mengetahui dan mendalami skill sesuai minatnya sedini mugkin, diharapkan para pelajar akan lebih siap dalam menghadapi persaingan global di masa mendatang. Melalui bekal skill yang mereka miliki diharapkan akan mampu menghasilkan income yang cukup dalam meningkatkan taraf hidup teman-teman muda, sehingga akan mampu mengangkat perekonomian di Indonesia dari hal kecil dan tak ragu untuk berani memulai. Sehingga lengkaplah keahlian mereka dibidang literasi finansial dan bidang keahlian yang meraka geluti masing-masing. Setelah mempunyai pendapatan yang mumpuni, mereka paham dan lebih siap dengan pengelolaan penghasilan yang telah mereka peroleh sehingga good behavior dalam finansial bisa tercapai.

Referensi

Author

2 thoughts on “Belajar Literasi Finansial untuk Pelajar

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *