Bersosmed dengan Sehat, Kenali dan Cegah Cyberbullying!
Published Date: 20 November 2023
Perilaku bullying atau perundungan telah menjadi masalah yang masih terus ada di tengah masyarakat kita. Kompleksitas dan keberagaman kondisi masyarakat disinyalir menjadi sebab munculnya perundungan. Latar belakang pendidikan, ras, agama, serta kondisi ekonomi berbeda antara satu orang dengan yang lain dapat menjadi alasan seseorang ditimpa perundungan. Belum lagi pembiaran yang kadang terjadi karena dianggap bagian dari kenormalan proses dari masa remaja menuju pendewasaan. Kompleksitas itu diperparah dengan berkembangnya teknologi digital yang kemudian mendorong perundungan beralih menggunakan medium baru berupa media sosial. Sehingga kemudian muncul istilah cyberbullying atau perundungan dunia maya.
Cyberbullying berkembang beriringan dengan maraknya penggunaan media sosial di tengah masyrakat. Interaksi sosial yang awalnya terjadi dalam kehidupan nyata kini beralih menggunakan medium dunia maya. Ada kemudahan di sana, tapi juga menghadirkan permasalahan lain termasuk cyberbullying. Apabila sebelumnya kita dapat melihat secara langsung proses dan mungkin dampak dari sebuah perundungan, maka dalam dunia maya perilaku tersebut menjadi lebih rumit untuk dikenali dan diatasi. Dampaknya pun tidak serta merta terlihat, sebab korban perundungan di sana lebih banyak mengenai aspek psikologis dibandingkan fisik. Di mana hal tersebut ternyata juga mendorong perilaku yang lebih jauh sebab korban tidak dapat membalas secara langsung seperti halnya perundungan di dunia nyata.
Perundungan maya memang memiliki kekhasan berbeda dengan perundungan nyata. Dalam penelitian yang dilakukan Dodey, Pylazski, dan Cross (2009) ditemukan bentuk perundungan maya yang sering dilakukan adalah mengirim pesan dengan kata-kata penuh amarah secara terus menerus. Parahnya hal tersebut sering dilakukan hanya untuk bersenang-senang, iseng, dan berkeinginan mempermalukan korban saja. Kemudahan praktik perundungan oleh pelaku di dunia maya juga tidak lepas dari konsep akun anonim yang bisa dibuat untuk menyerang seseorang.
Baca juga: Mengenal Bullying dan Penyebabnya
Faktor-faktor Pendorong Cyberbullying
Ada banyak faktor penyebab munculnya cyberbullying, di antaranya terjadi karena kurangnya pengawasan dari figur terdekat pelaku. Selain itu, ada juga faktor kepribadian yang memang tidak tumbuh dengan baik terutama dalam memahami konsep perbedaan dan keberagaman di tengah kehidupan masyarakat.
Faktor Individu
Faktor individu terkait juga dengan karakteristik yang dimiliki seseorang sampai akhirnya secara sadar melakukan tindakan perundungan. Model kepribadian dari pelaku biasanya dominan dan senang melakukan kekerasan, cenderung temperamental, impulsif, mudah frustasi, dan terlihat kuat di tengah lingkungannya (Camodeca & Goosens, 2005). Pengalaman dirundung juga dapat menjadi sebab lain seseorang melakukan perundungan. Penyintas ingin agar orang lain juga turut merasakan apa yang dirasakannya di masa lalu.
Selain itu, perasaan tidak percaya diri pun turut mendorong seseorang menjadi seorang perundung. Biasanya ini ditunjukkan melalui akun anonim atau membuat akun alter-ego untuk kemudian digunakan memuaskan hasrat buruknya kepada orang lain di dunia maya.
Faktor Lingkungan
Perkembangan teknologi merupakan pendorong utama terjadinya cyberbullying saat ini. Kemudahan menggunakan beragam perangkat teknologi digital saat ini telah membentuk perilaku bebas nilai di antara penggunanya terutama dalam fungsi pengawasan. Setiap orang bebas mengunggah apapun yang mereka mau di internet. Termasuk memberikan komentar yang mungkin tidak sesuai dengan nilai moral yang dianut. Ekosistem di dunia maya tidak dapat mengakomodasi kebutuhan pengawasan secara langsung dari orang di sekitarnya. Maka, yang dapat dilakukan ialah memberikan laporan kepada provider aplikasi media sosial agar memberikan tindakan tegas kepada pelaku cyberbullying.
Faktor Pendidikan
Kurangnya pendidikan serta literasi digital juga dapat menjadi sebab seseorang melakukan tindakan perundungan maya. Ketidakmampuan memahami fungsi dan tujuan dari media sosial membuat seseorang akhirnya malah menjadikannya sebagai sarana untuk berkonflik. Sering kita temukan komentar dari netizen di media sosial terkait konten yang tidak lengkap sehingga menimbulkan kegaduhan. Ada juga komentar berupa serangan terhadap kondisi orang lain di dalam sebuah konten. Maka, tidak salah dikatakan bahwa rendahnya faktor pendidikan dan kemauan berliterasi seseorang dapat merugikan orang-orang lain di sekitarnya.
Faktor Sosial
Faktor sosial di sini erat kaitannya dengan keberadaan orang lain di sekitar pelaku perundungan. Perasaan ingin dianggap oleh teman sebaya, membuat sensasi, atau mencari popularitas di antara teman-temannya dapat menjadikan seseorang bertindak melampaui batas di media sosial. Bukan hanya terjadi antara pengguna media sosial saja, belum lama ini dapat kita temukan adanya proses perundungan di dunia nyata yang kemudian diunggah lewat media sosial untuk mendapatkan pengakuan dari orang lain di komunitasnya.
Baca juga: Termasuk Pelanggaran HAM, Pem-bully Bisa Masuk Bui
Dampak Cyberbullying
Menurut Priyatna (2010) orang yang menjadi korban cyberbullying akan merasa sakit, marah, malu atau takut. Efeknya bermacam-macam: melakukan balas dendam pada pelaku, menarik diri dari lingkungan, bahkan dapat memilih jalan mengakhiri hidup apabila tidak ditemukan solusi dari permalasahan yang menimpanya. Dampak awal dari cyberbullying memang sangat sulit dilihat sebab banyak menyerang ke aspek psikologis korban. Dampak tersebut dapat menjalar ke permasalaan lain seperti psikososial, akademik, hingga ke fisik korban. Diperlukan penanganan yang tepat dari orang terdekat atau bantuan dari ahli agar korban cyberbullying dapat pulih seperti sedia kala.
Pemahaman terhadap dampak tindakan ini perlu dimiliki terutama oleh orang yang aktif berinteraksi di media sosial. Orang tua, guru, tokoh masyarakat, vendor aplikasi, serta pemangku kebijakan juga perlu memahami pentingnya perlindungan terhadap orang yang menggunakan media sosial sehingga jika ditemukan perilaku mengarah ke arah perundungan dapat segera dihindari dan diatasi jika itu memang sudah terjadi.
Pencegahan Cyberbullying
Cyberbullying menjadi permasalahan perilaku modern yang membutuhkan fokus dalam penanganannya. Cepatnya arus informasi di dunia maya membuat indikator dan dampak dari peristiwa ini menjadi semakin sulit untuk dicegah dan diawasi. Maka, yang dapat dilakukan ialah menggunakan langkah preventif sebelum seseorang terjun ke dunia maya yakni memahami karakteristik media sosial tempatnya bergabung untuk berinteraksi dengan pengguna lainnya.
Beberapa langkah pencegahan cyberbullying yang dapat diaplikasikan, antara lain:
- Menutup kolom komentar di setiap posting-an konten media sosial yang kita buat. Beberapa orang sudah melakukan hal ini untuk menghindari ragam komentar yang tidak diinginkan. Menutup kolom komentar juga berarti menghindari pemilik konten menjadi overthinking akibat membaca komentar negatif dari orang lain.
- Melakukan filterisasi terhadap konten yang hendak diunggah ke media sosial. Kita dapat mengurangi konten-konten tentang kehidupan pribadi agar tetap dapat menjaga privasi dengan baik. Selain itu, kita juga harus menghindari konten yang membawa isu sensitif yang sedang marak terjadi (viral) di tengah masyarakat. Namun, jika kita dengan sadar memang hendak mengikuti konten viral yang ada, maka perlu disadari konsekuensi yang akan dihadapi dari tereksposnya konten kita di antara netizen.
- Berikan laporan kepada pemilik aplikasi media sosial apabila menemukan komentar atau konten yang sudah melampaui batas norma dan keumuman di masyrakat. Pembiaran justru menyebabkan pelaku menjadi lebih leluasa melakukan tindakan perundungan. Lagipula, penyedia layanan kini sudah menjamin kerahasiaan data kita ketika melakukan laporan pelanggaran. Jadi, tidak perlu khawatir.
- Batasi pertemanan di media sosial. Kunci akun dan jadikan private jika memang kita tidak nyaman berteman dengan siapa saja bahkan akun anonim. Pembatasan pertemanan juga memudahkan kita merespon perilaku karena terbatas pada circle yang dimiliki saja.
- Pahami literasi hukum digital. Memahami kemungkinan tindak pidana dalam hukum digital membuat kita dapat melakukan pencegahan ketika ada orang yang melakukan cyberbullying. Indonesia sendiri mengatur tindakan tersebut dalam Undang-Undang Nomor 11 Tahun 2008 tentang Informasi dan Transaksi Elektronik (UU ITE) mengatur tentang cyberbullying dan memberikan sanksi pidana bagi pelaku cyberbullying. Pasal 27 ayat (3) UU ITE mengatur tentang penghinaan dan pencemaran nama baik melalui media elektronik dengan ancaman pidana paling lama enam tahun penjara dan/atau denda paling banyak satu miliar rupiah.
Mengetahui faktor penyebab, dampak, dan pencegahan dari cyberbullying dapat membuat kita menjadi lebih waspada apabila menemukan aktivitas tersebut di dunia maya. Kita juga dapat turut memberi peringatan kepada orang-orang di sekitar kita agar tidak mudah terpengaruh dengan komentar dari netizen sehingga dapat lebih menahan diri dalam merespon dan menyikapi perilaku yang tidak terpuji di media sosial.
Referensi Bacaan:
- Isma Fitriana. 2023. Proteksi Korban Cyberbullying di Era Digital untuk Hak Asasi Manusia. Jurnal Kajian Hukum dan Pendidikan Kewarganegaraan. Vol.2 No.5 Hal.20-26. https://jurnal.anfa.co.id/index.php/civilia/article/view/1198/1162
- Catherine Wijaya, et al. 2023. Analisis Tindakan Cyberbullying Di Kalangan Remaja. Nusantara: Jurnal Pendidikan, Seni, Sains dan Sosial Humanioral. 1:2, Hal.1-25. https://journal.forikami.com/index.php/nusantara/article/view/196/125