Dilema Orang Tua Dalam Menyapih Anak

Salsa, bayi berusia 2 tahun 3 hari, sering menangis keras di malam hari. Tangisnya pecah setiap kali dia lapar dan haus. Namun, makanan dan minuman yang diberikan orang tuanya tak mampu meredakan tangisnya. Rengekan Salsa berhenti saat dia sudah lelah, mengantuk, dan kemudian tidur. Hal itu sudah terjadi sejak tiga hari terakhir.

Orang tua Salsa merasa pilu setiap kali melihatnya menangis. Mereka hampir menyerah. Namun, dengan tekat kuat dan demi mendorong Salsa berkembang lebih dewasa, mereka tak goyah. Mereka mulai mencari ilmu dari berbagai sumber terkait hal ini. Hasilnya, mereka semakin mantap pada pilihannya. Mereka tetap berusaha menyapih bayinya. Alhamdulillah, dalam waktu kurang dari dua pekan, Salsa sudah bisa rela tidak mengonsumsi ASI.

Ilustrasi kisah di atas mungkin juga dialami banyak orang tua yang baru memiliki anak. Mereka kadang merasa gamang antara melanjutkan proses menyapih atau berhenti setelah melihat anaknya menangis. Dari sisi si anak, tentu berhenti menyusu bukanlah hal yang mudah. Mereka sudah melakukannya dari usia 0-2 tahun.

Menyusu, bagi anak, adalah proses pemenuhan gizi. Sebagaimana dikutip dari tulisan Pengaruh Penyapihan pada Kesehatan Anak oleh Tim Promkes RSST, Air Susu Ibu (ASI) menjadikan bayi lebih sehat karena mengandung zat kekebalan yang akan melindungi bayi dari berbagai penyakit. Manfaat lainnya, ASI dapat meningkatkan kecerdasan dan jalinan kasih sayang antara ibu dan si anak. Selain itu, terkadang menyusu juga menjadi ‘penenang’ saat sang anak terbangun di malam hari, ketika menangis karena sakit, dan bisa mengurangi stres pada bayi.

Berhenti Memberi ASI Saat Bayi Berusia 2 Tahun

ASI memang bermanfaat bagi bayi. ASI memiliki kandungan gizi yang sangat dibutuhkan bayi, seperti karbohidrat, protein, lemak, vitamin, dan mineral (zat besi, zink, kalsium, dll.). Meskipun demikian, pemberian ASI dianjurkan untuk dihentikan setelah anak menginjak usia 2 tahun karena kebutuhan gizi anak kian bertambah dan ASI tidak bisa lagi memenuhinya.

“Selama 6 bulan (bayi diberi) ASI full. Sesudah itu, harus ditambahkan pendamping dan makanan tambahan yang akhirnya menggantikan ASI sebagai makanan utama. Dua tahun itu sudah cukup (untuk) proses penyapihan. Jadi, memang makanan itu harus jadi (konsumsi) utama,” terang Dokter Spesialis Anak dr. Jahja Zacharia, Sp.A dalam video edukasi Apa yang Terjadi Bila Anak Lebih dari 2 Tahun Tetap Diberikan ASI?

Pernyataan tersebut sesuai dengan arahan dari Organisasi Kesehatan Dunia (WHO). Dikutip dari WHO, kebutuhan bayi akan energi dan nutrisi telah bertambah mulai usia 6 bulan. Kebutuhan tersebut sudah tidak bisa disediakan oleh ASI lagi. Maka, makanan pendamping diperlukan untuk memenuhi kebutuhan tersebut. Jika bayi tidak diberi makanan pendamping ASI, pertumbuhannya mungkin terhambat. Lebih lanjut, WHO menyarankan untuk memberi makanan dengan porsi sedikit dan secara bertahap menambahkan porsi serta variasinya. Tingkat frekuensi pemberian makan juga dianjurkan meningkat secara bertahap, yakni: 2-3 kali sehari untuk bayi usia 6-8 bulan dan 3-4 kali sehari untuk bayi usia 9-23 bulan, dengan camilan tambahan sebanyak 1-2 kali.

Selain sisi pemenuhan kebutuhan gizi, menyapih juga bermanfaat bagi psikologis anak. Pemberian ASI bisa berfungsi membangun mother-infant bonding atau ikatan emosional antaran ibu dan si bayi. Namun, jika bayi terus-menerus menyusu, perkembangan kedewasaannya tidak akan berkembang optimal.

“Kalau (menyapih) lewat dari dua tahun, ada kemungkinan juga dia (si bayi) mengambil sikap posisi sebagai bayi terus. Jadi, ada hambatan terhadap proses yang mesti dijalani berikutnya, yaitu mentas (selesai) dari masa bayi dan menjadi anak yang lebih besar,” sambung Dokter Spesialis Anak dr. Jahja Zacharia, Sp.A dalam video yang sama.

Menyapih sebenarnya telah dijelaskan dalam Al-Qur’an. Anjuran untuk menyapih anak saat berusia 2 tahun telah disebutkan dalam potongan surat Al-Baqarah ayat 233.

Allah subhanahu wa ta’ala berfirman,

…وَالْوَالِدَاتُ يُرْضِعْنَ أَوْلَادَهُنَّ حَوْلَيْنِ كَامِلَيْنِ

 “Para ibu hendaknya menyusui anak-anaknya selama dua tahun penuh bagi yang ingin menyempurnakan penyusuannya…” (Al Baqarah, 2: 233)

Ayat ini telah banyak ditafsir oleh beberapa ulama. Salah satunya ialah Syaikh Abdurrahman bin Nashir as-Sa’di. Dalam tafsirnya, beliau menjelaskan bahwa ayat tersebut berisi sebuah kabar tapi maknanya adalah perintah, yakni hendaklah ibu-ibu “menyusui anak-anaknya selama dua tahun”. Dalam tafsir yang lain, Tafsir Al-Muyassar, ayat tersebut berlaku sebagai kewajiban, yakni kewajiban bagi para ibu untuk menyusui anak-anak mereka selama dua tahun penuh bagi ibu yang berniat menyempurnakan proses penyusuan.

Dari tafsir tersebut, bisa disimpulkan bahwa para ibu bisa menyapih anak kurang dari dua tahun. Lalu, jika ingin menyusui secara sempurna, maka waktunya adalah dua tahun.

Tips Menyapih Anak

Cara menyapih yang baik adalah bertahap dan tidak mendadak. Proses penyapihan yang mendadak akan membuat anak kaget dan bahkan bisa menyebabkan dia mengalami tantrum.

Cara yang bisa dilakukan dalam proses menyapih adalah: merencanakan proses penyapihan dengan matang, mengomunikasikannya dengan anak, mengurangi proses menyusui secara bertahap, dan menyiapkan aktivitas positif sebagai pengalih, sebagaimana dijelaskan dalam tulisan 7 Tips Sukses Menyapih Anak dengan Cinta (Weaning with Love) oleh Hello Sehat.

Orang tua yang ingin menyapih anaknya, sebaiknya mulai sering mengajak ngobrol dengan sang bayi. Misal, dua bulan sebelum anak genap berusia dua tahun, setiap sesi menyusui, anak selalu diingatkan bahwa sebentar lagi si bayi sudah tidak bolah menyusu. Dengan demikian, si anak akan lebih siap. Pemberian ASI juga bisa dikurangi secara bertahap. Misalnya, yang biasanya setiap 2 jam, menjadi setiap 4 jam atau lebih. Sementara itu, orang tua mungkin bisa menyiapkan cemilan atau aktivitas bermain yang bisa mengalihkan anak dari menyusu.

Hal lain yang juga penting ialah perencanaan itu haruslah disepakati oleh ayah dan ibu. Jangan sampai keduanya tidak bersepakat tentang kapan harus menyapih si anak, karena tanpa dukungan keduanya proses penyapihan tidak bisa berjalan optimal.

Ada setidaknya dua hal yang perlu diperhatikan dalam menyapih anak. Pertama, usahakan tidak menyapih saat anak sedang sakit. Kedua, tidak disarankan untuk menggunakan benda pengganti ASI seperti empeng bayi atau botol susu. Kedua benda tersebut jika digunakan untuk jangka waktu lama akan membuat bayi sukar minum seperti orang dewasa, yakni dengan gelas.

Menyapih memang sering diiringi rasa sedih, bahkan air mata, baik dari si bayi maupun orang tua (terutama ibu). Ikatan yang telah terjalin selama dua tahun tentulah susah untuk dipisahkan. Namun, para orang tua perlu paham bahwa di balik rasa sedih itu, ada kebahagiaan yang lebih besar. Menyapih bukan hanya menumbuhkan kemandirian anak, tetapi juga merupakan anjuran syariat.

Jadi, menyapih bukannya tindakan kejam, melainkan bukti cinta sesungguhnya dari orang tua kepada anaknya. Bahkan, selama gizi anak dipenuhi dengan baik, pertumbuhan anak bisa jadi lebih optimal setelah proses penyapihan. Semangat, ayah-bunda!

Author

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *