Keajaiban Jalan Kaki
Published Date: 10 November 2022
Beberapa hari lalu saya melewati suatu jalan yang sudah sering saya lintasi. Jalan itu berada dekat dengan rumah saya. Setiap kali bersepeda atau membonceng motor, hampir dipastikan saya akan melewati jalan tersebut. Namun pada malam itu, saya terkejut saat mendapati sudut-sudut yang tak saya sadari sebelumnya di jalan tersebut. Saya mendapati gang-gang kecil berisi deretan rumah yang tampak asing dan anyar bagi saya. Padahal bagian itu bukanlah hal baru, melainkan sama tuanya dengan sudut-sudut lain di area tersebut. Rasanya seperti mendapati sebuah detail adegan pada film yang telah saya tonton berulang-ulang. Saya bertanya-tanya mengapa hal itu bisa terjadi. Saya bertanya-tanya sambil berjalan kaki. Hanya perlu beberapa langkah bagi saya untuk mengetahui jawabannya.
Jawaban pertanyaan tersebut adalah apa yang sedang saya lakukan kala itu: jalan kaki. Ya, biasanya saya melewati jalan itu dengan berkendara—entah menaiki sepeda, sepeda motor, atau mobil. Jarang sekali saya melewati jalan itu dengan berjalan kaki. Tak heran, begitu saya berjalan kaki, saya menemukan sudut-sudut yang tak pernah saya lihat sebelumnya. Orang-orang boleh saja memuja berbagai jenis kendaraan yang seiring waktu terus-menerus dimutakhirkan, tapi ada banyak hal yang hanya bisa kita dapati dengan berjalan di atas kaki sendiri.
Kendaraan-kendaraan bermotor memang menjanjikan kecepatan. Namun, kecepatan bukanlah segalanya. Ada harga yang harus kita bayar demi kecepatan. Ketika kita menumpangi kereta cepat, kita tidak akan bisa menikmati pemandangan pepohonan yang ada di luar jendela kereta. Ketika kita mengemudikan sepeda motor atau mobil dengan kecepatan di atas rata-rata, kita bukan hanya tidak bisa menikmati pemandangan atau menyapa orang-orang di sekitar kita, tapi juga memiliki potensi lebih tinggi mengalami kecelakaan. Bandingkanlah dengan jalan kaki. Jalan kaki bukan hanya bagus untuk kesehatan (sudah terlalu banyak penelitian soal ini), tapi dengan berjalan kaki kita bisa melihat sudut-sudut yang sebelumnya kita abaikan, menyapa orang-orang yang kita lewati (Anda bisa saja menyapa seseorang ketika sedang berkendara, tapi sadarlah itu agak berbahaya), menghirup udara segar, menghidu aroma bunga di tepi jalan, mendengar kicauan burung, menikmati pemandangan di sekitar kita, merenungi berbagai hal yang sebelumnya hanya kita pikirkan sambil lalu, dan seterusnya. Ada banyak sekali manfaat berjalan kaki dan saya tak perlu menyebutkan semuanya. Satu-satunya cara untuk mengetahui manfaat berjalan kaki adalah dengan melakukannya sendiri.
Sejumlah orang di Stanford University pernah melakukan penelitian soal jalan kaki. Penelitian yang melibatkan 176 orang mahasiswa dan orang dewasa lainnya ini berusaha mengukur keterkaitan antara berjalan kaki dengan pemikiran kreatif. Menurut penelitian tersebut kreativitas seseorang meningkat 60% ketika berjalan kaki. Dan ini bukanlah hasil yang mencengangkan. Beberapa pemikir dan penulis hebat semisal Friedrich Nietzsche, Arthur Rimbaud, hingga Henry David Thoreau senang berjalan kaki. Thomas de Quincey memperkirakan bahwa temannya, William Wordsworth—seorang penyair Inggris abad 19—telah berjalan kaki sekitar 250.000 kilometer sepanjang hidupnya. Novelis Susan Froetschel berujar, “Ketika saya sedang merasa mentok (dalam menulis), saya akan pergi keluar dan berjalan kaki, dan seringkali seketika itu saya mendapat ide-ide dan pendekatan-pendekatan baru.”
Baca juga: Resensi Buku: Filosofi Jalan Kaki
Jalan Kaki dalam Islam
Dalam konteks agama Islam, jalan kaki juga bukanlah aktivitas yang asing. Dalam sejumlah hadis, terutama dalam bab-bab kepribadian Nabi Muhammad, kerap kali dituturkan perihal cara jalan Nabi. Salah satunya hadis dari Abu Hurairah yang mengatakan, “Tidaklah aku melihat sesuatu yang lebih cakap dibandingkan Rasulullah. Wajahnya berkilau seolah-olah disinari mentari. Dan tidaklah aku melihat seseorang yang berjalan lebih cepat dibandingkan Rasulullah hingga seolah-olah bumi ini dibentangkan untuknya.” Rasulullah dikenal sebagai orang yang berjalan dengan cepat tapi penuh ketenangan. Tentunya mustahil bagi kita mendapati riwayat-riwayat seputar cara jalan Nabi Muhammad jika beliau tidak dikenal sebagai orang yang rajin berjalan kaki. Di dalam hadis lain dalam konteks lain Nabi Muhammad juga pernah bersabda, “Barangsiapa bersuci di rumahnya, kemudian dia berjalan kaki menuju salah satu dari rumah Allah (masjid) untuk menunaikan kewajiban yang telah Allah wajibkan, maka salah satu langkah kakiya akan menghapuskan dosa sedang langkah kaki lainya akan meninggikan derajatnya.” (HR. Muslim)
Meskipun banyak orang hebat sudah mengatakan dan mempraktikkan betapa ajaibnya berjalan kaki, nyatanya berjalan kaki bukanlah aktivitas yang banyak dipilih orang—terutama di negeri ini. Menurut penelitian Stanford University, Indonesia adalah negara yang paling malas berjalan kaki. Rata-rata orang Indonesia tercatat hanya berjalan kaki sebanyak 3.513 langkah per hari (jauh di bawah angka rata-rata global, yaitu 5.000 langkah per hari). Tentu ada banyak alasan mengapa orang Indonesia malas berjalan kaki, antara lain fasilitas umum yang tidak memadai, lingkungan yang tidak aman, hingga cuaca yang kurang bersahabat. Tetapi saya kira ada lebih banyak alasan lagi mengapa kita harus berjalan kaki. Toh, berjalan kaki tidak hanya bisa dilakukan di luar ruangan, tapi juga di dalam ruangan.
Sebagai penutup, saya hendak mengutip perkataan Friedrich Nietzsche dalam buku A Philosophy of Walking: Filosofi Jalan Kaki karya Frederic Gros (ini buku yang layak dibaca untuk memahami lebih jauh perihal jalan kaki). Begini kata filsuf asal Jerman tersebut: “Kita bukanlah orang yang hanya mendapatkan inspirasi melalui buku, meski buku-buku itu juga bisa memberikan inspirasi. Sudah menjadi kebiasaan kita untuk berpikir di ruang terbuka—berjalan kaki, melompat, mendaki, menari, terlebih di gunung-gunung sepi atau di tepi pantai—tempat di mana jalan kaki bisa menjadi aktivitas yang sangat bermakna.”
1 thought on “Keajaiban Jalan Kaki”