Palang Merah: Representasi Perjuangan Perempuan Indonesia Masa Revolusi Kemerdekaan

Sobat Ufuk tentu tahu organisasi kemanusiaan Palang Merah, kan? Setiap tanggal 17 September diperingati sebagai Hari Palang Merah Nasional loh. Pembentukan PMI berkaitan erat dengan sejarah revolusi Indonesia. Revolusi kemerdekaan sebenarnya dibagi dalam tiga periode, tahap pertama berlangsung antara proklamasi kemerdekaan hingga Agresi Militer Belanda I. Tahap kedua yaitu selama Agresi Militer Belanda I hingga 19 Desember 1948. Tahap ketiga, pada 19 Desember 1948 hingga pengakuan kedaulatan Indonesia tahun 1949. Pada rentang tahun 1945 hingga 1949 terjadi banyak peristiwa, khususnya mengenai keterlibatan kaum perempuan dalam perjuangan mempertahankan kemerdekaan Indonesia. Kelompok perempuan memiliki keikutsertaan dan terlibat aktif mendukung kaum pria. Hal ini membuktikan bahwa revolusi kemerdekaan melibatkan banyak segmen masyarakat, termasuk perempuan.

Nah, pada kesempatan ini penulis ingin sharing mengenai perjuangan perempuan Indonesia bahu membahu mempertahankan kemerdekaan sebagai tenaga palang merah yang sangat dibutuhkan pada masa itu. Happy Reading!

Kondisi Indonesia Masa Revolusi Kemerdekaan

Periode revolusi kemerdekaan adalah salah satu masa terpenting dalam perjalanan sejarah Bangsa Indonesia. periode ini dimulai dari kekalahan Jepang (1945) hingga perlawanan fisik terhadap kependudukan Netherlands Indies Civil Administration (NICA) yang membonceng sekutu.

Kekalahan Jepang pada perang pasifik membuka pintu kedatangan sekutu, pada awalnya sekutu disambut dengan sikap netral oleh pihak Indonesia. Hal ini berkaitan dengan wawancara dengan pers di Singapura yang mengatakan bahwa tugas sekutu hanya untuk membebaskan tawanan perang dan melucuti pasukan Jepang. Namun, setelah diketahui bahwa pasukan sekutu membonceng NICA yang bermaksud untuk menegakan kembali pemerintah Hindia Belanda, situasi keamanan cepat memburuk sebab NICA mempersenjatai kembali anggota KNIL. Di Bandung dan Jakarta, anggota KNIL mengadakan provokasi untuk memancing kerusuhan. Bahkan KNIL berusaha membunuh Perdana Menteri Sutan Sjahrir dan Menteri Penerangan Amir Sjarifuddin. Aksi kerusuhan terus dilakukan untuk menebar teror di masyarakat, pihak Indonesia menilai bahwa sekutu melindungi kepentingan Belanda. Kehadiran NICA dan sekutu menimbulkan perlawanan bersenjata yang meledak di berbagai kota.

Di Surabaya, terjadi pertempuran antara Sekutu dengan rakyat Surabaya. Pertempuran Surabaya menewaskan Brigadier Mallaby, Inggris sebagai pemenang Perang Dunia II merasa dihina oleh Indonesia yang merupakan negara baru merdeka di Asia. Inggris menuntut pertanggungjawaban dan membuat ultimatum agar rakyat Surabaya menyerah, jika menolak Surabaya akan dihancurleburkan. ultimatum Inggris dengan tegas di tolak oleh rakyat Surabaya, Bung Tomo mengobarkan semangat perjuangan rakyat melalui radio. Sesudah batas ultimatum habis, kontak senjata disertai dengan pengeboman dilakukan oleh Inggris. Surabaya yang digempur berhasil dipertahankan secara gigih oleh pemuda. Pertempuran di Surabaya berhasil diambil oleh rakyat Surabaya (Poesponegoro, 2019: 187).

Di Sumatera Utara terjadi pertempuran Medan Area, seperti halnya di Surabaya, Pasukan Sekutu mendarat di Sumatra Utara dengan mengikut sertakan NICA yang dipersiapkan untuk mengambil alih pemerintah. Setelah berhasil membebaskan tawanan, NICA membentuk Medan Batalion KNIL, dengan kekuatan ini KNIL menjadi congkak dan banyak membuat kerusuhan. Pada 1 Desember 1945, pihak Sekutu memasang papan-papan yang bertuliskan Fixed Boundaries Medan Area di berbagai sudut kota Medan. Pihak Inggris dan NICA berusaha melalukan pembersihkan terhadap unsur-unsur republik yang berada di Kota Medan. Para pemuda membalas dengan melakukan aksi balas sehinga membuat daerah tersebut menjadi tidak aman. Pada April 1946 tentara Inggris mendesak pemerintah RI ke luar Kota Medan, selanjutnya Inggris berhasil menguasai Kota Medan. Pada Agustus di tahun yang sama, diadakan pertemuan untuk melakukan serangan balik, pertemun tersebut akhirnya menghasilkan keputusan pembentukan Komando Resimen Lasykar Rakyat Medan Area yang bertugas meneruskan perjuangan di Medan Area (Poesponegoro, 2019: 197)

Di Padang, pasukan Inggris mendarat di Telur Bayur, kemudian mengadakan pertemuan dengan Pemerintah Sumatra Barat. Dari pertemuan itu, pasukan Inggris menyatakan bahwa pasukannya hanya bertugas menjalankan tugas-tugas Sekutu dan tidak mencampuri urusan pemerintah RI. Namun kesepakatan tersebut tidak seluruhnya ditaati oleh Inggris, pasukan Sekutu menggeledah rumah penduduk untuk mencari senjata dan menggeledah Kantor Balai Penerangan Pemuda Indonesia (BPPI) yang dicurigai sebagai pusat kegiatan pemuda. Tindakan orang-orang Belanda dibalas oleh TKR dengan melakukan serangan, balas membalas terjadi antara pihak Belanda dan rakyat Padang. Insiden tersebut meluas hingga Mayor Anderson (Perwira Inggris) dan anggota Palang Merah Sekutu yaitu Miss Allingham terbunuh di dekat pemandian Sungai Barameh yang membuat Inggris melakukan pembalasan membakar tiga kampung yang berdekatan dengan tempat kejadian yang menyebabkan anggota TKR dan 12 orang penduduk terbunuh. Peristiwa lain terjadi pada malam tanggal 28 Oktober 1945 yang bertepatan dengan malam takbiran menjelang Idul Fitri. Pertempuran berlangsung dari pukul 00.00 hingga 05.00 WIB, menjelang pagi tentara menarik pasukannya kembali. Ketika rakyat Padang sedang melaksanakan salat Idul Fitri, pihak Inggris berencana untuk menyerang namun hal tersebut dibatalkan (Poesponegoro, 2019: 200).

Pembentukan Palang Merah

Jika mendengar kata PMI, mungkin yang terlintas adalah sekelompok orang yang siap memberikan pertolongan saat bencana. Tentu hal tersebut tidak salah, namun dilain sisi ada sejarah pembentukan dan perkembangannya dalam perjuangan mempertahankan kemerdekaan Indonesia, lho! Palang Merah Indonesia terbentuk pada tanggal 17 September 1945, pembentukan PMI dimaksudkan untuk menunjukan pada dunia Internasional bahwa PMI adalah bentuk nyata Indonesia memiliki badan kepalangmerahan sendiri. PMI merintis kegiatan dengan melakukan bantuan kepada korban revolusi kemerdekaan Indonesia.

Ketika organisasi kepalangmerahan nasional telah terbentuk dan bertugas dengan baik, dampak revolusi kemerdekaan di tiap daerah semakin meluas. Tidak dapat dipungkiri jumlah korban yang berjatuhan di daerah sangat banyak, sehingga mendorong pembentukan cabang Palang Merah di berbagai daerah.

Baca juga: Pendidikan Kedokteran di Weltevreden dan Lahirnya Kesadaran Persatuan

PMI sebagai Wadah Perjuangan Perempuan Masa Revolusi Kemerdekaan

Sobat Ufuk yang masih di bangku sekolah menengah pertama dan atas mungkin ada yang mengikuti ekstrakurikuler Palang Merah Remaja di sekolah. PMR menjadi organisasi binaan PMI yang berpusat di sekolah-sekolah yang bertujuan membangun dan mengembangkan karakter kepalangmerahan agar siap menjadi relawan PMI di masa depan. Maka dari itu, PMR menjadi salah satu ekskul yang banyak diminat, khususnya di FG Putri.

Nah, sejak kedatangan Sekutu yang dibonceng oleh NICA pada September 1945, membuat kondisi Indonesia khususnya Jakarta sebagai Ibu Kota Negara menjadi tidak baik. Sekutu dan Belanda banyak melakukan penyerangan di Jakarta dan daerah lain dengan tujuan melakukan penjajahan kembali. Banyak terjadi konflik bersenjata antar tentara Indonesia dengan tentara Sekutu dan Belanda di berbagai daerah. Hal tersebut membuat banyak korban berjatuhan, baik dari pihak tentara maupun rakyat sipil. Peristiwa ini mendorong PMI sebagai organisasi kemanusiaan, terlibat aktif menolong korban perang. PMI cabang Jakarta di bawah pimpinan Bahder Djohan bermarkas di Jalan Rijswijk 27, berperan membantu korban perang dan memasok obat-obatan. Markas PMI di Jakarta akhirnya diserbu oleh Belanda yang kemudian dipindahkan ke Rumah Sakit Salemba. PMI cabang daerah-daerah juga ikut berperan aktif melakukan koordinasi dengan tujuan memberikan bantuan pertolongan dan obat-obatan (Susilowati, 2013: 24).

Penyebaran informasi proklamasi kemerdekaan dari daerah hingga ke kampung-kampung berhasil menjadi semangat baru yang membuat kesadaran kaum perempuan ikut memecahkan persoalan bangsa yang sedang diancam serangan militer Sekutu dan Belanda. Para perempuan terpanggil untuk ikut menolong korban-korban perang dari kalangan tentara dan rakyat sipil dengan memasuki pusat pelatihan tenaga PMI atau menjadi perawat di rumah sakit (Suprayitno, dkk, 2016: 42).

Himbauan bagi para perempuan menjadi anggota PMI membuat tersentuh seorang wanita bernama Asmah menjadi juru rawat di daerah Gunung Tua, selama menjalankan tugasnya beliau pernah merawat korban tembak yang hanya diberi balsam karena minimnya persedian obat-obatan. Untuk mendapatkan obat-obatan dan makanan, para perempuan anggota PMI sering menyamar, ada yang menyamar sambil menjinjing ember yang berisi air tujuannya untuk menjual sepasang gelang yang akan digunakan membeli belanjaan pasukan sabotase dan obat-obatan. (Suprayitno, dkk, 2016: 8).

Para anggota wanita PMI dengan peralatan yang minim tidak hanya bertugas di garis belakang, kadang ikut langsung berada di garis tengah bersama dengan pasukan tempur republik. Anggota PMI perempuan yang bertugas menjadi perawat secara bergantian membawa korban dengan tandu berjalan kaki tanpa mengawalan. Tidak jarang para perawat perempuan ketika menjalankan tugasnya ditangkap oleh pihak Belanda dan dimasukan ke penjara (Suprayitno, dkk, 2016: 49).

Selain berjuang menolong dan merawat korban di pertempuran, para perempuan di daerah pengungsian atau dalam perjalanan mengungsi mengalami kekurangan makanan sehingga harus meminum air parit. Para wanita juga berperan memasak makanan di tenda darurat atau bahkan ditengah hutan. Selain dibayang-bayangin dengan kekuarangan makanan, mereka juga dibayangi oleh penyakit disentris seperti malaria, faktor utamanya karena kekurangan gizi, gigitan nyamuk, dan keletihan (Suprayitno, dkk, 2016: 51).

Para anggota wanita PMI tidak kehabisan akal, ketika obat-obatan sulit ditemukan dan semakin banyak korban yang harus ditangani, mereka membuat obat tradisional yang bahan utamanya dapat ditemukan di lingkungan sekitar. Seperti mengobati penyakit disentris menggunakan air rebusan jantung pisang, mengobati malaria dengan air rebusan akar pohon papaya, penyakit kembung dan masuk angin diatasi dengan gambir. Selain itu mengobati luka bakar menggunakan daun ubi yang ditumbuk dan ditempel, mengobati luka tembak menggunakan daun sirih yang dilumat setelah pendarahan dapat diredam barulah peluru dikeluarkan dengan menggunakan pisau serta menggunakan sarang tawon sebagai obat penghilang infeksi pada luka memar dan bengkak (Suprayitno, dkk, 2016: 53).

Dari berbagai peristiwa di atas, perjuangan wanita dalam organisasi PMI sangat membantu korban-korban revolusi kemerdekaan, bahkan mereka rela mempertaruhkan keselamatannya. Sejalan dengan firman Allah:

يٰۤاَ يُّهَا الَّذِيْنَ اٰمَنُوا اتَّقُوا اللّٰهَ وَا بْتَغُوْۤا اِلَيْهِ الْوَسِيْلَةَ وَجَاهِدُوْا فِيْ سَبِيْلِهٖ لَعَلَّـكُمْ تُفْلِحُوْنَ

“Wahai orang-orang yang beriman! Bertakwalah kepada Allah dan carilah wasilah (jalan) untuk mendekatkan diri kepada-Nya, dan berjihadlah (berjuanglah) di jalan-Nya, agar kamu beruntung.”(QS. Al-Ma’idah 5:35)

Selain itu, para perempuan terdahulu termasuk ibunda para ulama menjadi tauladan kepada para perempuan saat ini. Diambil dari kisah Asma binti Abu Bakar, beliau menuturkan suatu ketika Abu Jahal dengan beberapa orangnya datang ke rumahnya dan mencari Abu Bakar, kemudian Asma menghadapi mereka. Bertanya lah Abu Jahal tentang keberadaan Abu Bakar dan Asma menjawab tidak tahu keberadaan Abu Bakar. Spontan Abu Jahal menampar pipi Asma keras-keras hingga anting-antingnya lepas lalu pergi (Sufyan, 2021: 52).

Hal ini mencontohkan gambaran sikap keberani dan kepahlawanan sosok Asma sebagai perempuan terdahulu yang berani menghadapi Abu Jahal dan para perempuan anggota PMI yang teguh menolong korban revolusi kemerdekaan dengan sigap. Semoga keberani dan kepahlawanan perempuan-perempuan terdahulu dapat dijadikan contoh dan diambil kebermaknaannya untuk kehidupan saat ini. Akhir kata give blood save live!

Editor: Dimas Ronggo

Referensi:

  • Baswedan, Sufyan. (2021). Ibunda Para Ulama: Edisi Revisi. Jakarta: Pustaka Al-Inabah
  • PMI Kota Medan. Sejarah PMI. URL: https://www.pmimedan.or.id/profil/sejarah-pmi/
  • Poesponegoro, Marwati Djoened dan Nugroho Notosusanto. (2019). Sejarah Indonesia Jilid VI Edisi Pemutakhiran. Jakarta: Balai Pustaka
  • Suprayitno, dkk. (2016). Peranan Wanita dalam Revolusi Kemerdekaan di Sumatera Utara 1945—1949. Banda Aceh: BPNB Aceh
  • Susilowati, Rini. (2013). Palang Merah Indonesia Pada Masa Revolusi Kemerdekaan. Jakarta: Media Kearsipan ANRI

Author

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *