Pemuda Harapan Bangsa, Saatnya Merdeka dari Teman Toxic
Published Date: 16 August 2023
Pernah gak sih, kamu merasa harus selalu hadir saat teman-teman circle kamu lagi nongkrong? Bukan karena kamu memang dengan senang hati mau hadir, melainkan karena terpaksa. Kamu juga merasa kalau ketidakhadiranmu bakal membuatmu ketinggalan berita atau bahkan kamu merasa khawatir bakal jadi bahan gibah teman-teman kamu. Hal seperti itu terkadang terjadi tanpa disadari sampai-sampai terbawa jadi kebiasaan sehari-hari. Kalau kamu merasa ada di posisi itu, fix, kamu terjebak di circle yang toxic dan masih terjajah alias belum merdeka di dalam pertemanan.
Masa remaja memang penuh dengan lika-liku didalamnya. Di fase ini, mereka mulai menjumpai berbagai masalah yang sebelumnya tidak dijumpai, seperti percintaan hingga pembuktian “kesetiakawanan” pada teman-temannya. Pada fase ini juga tak jarang muncul toxic circle dari kumpulan anak remaja. Menurut teori perkembangan Erikson, fase remaja berada pada fase 5. Fase ini merupakan masa yang mempunyai peranan penting karena dalam fase ini para remaja sedang mencoba mencari identitas pribadi -mereka berusaha mengetahui siapa dirinya dan bagaimana cara seseorang terjun ke tengah masyarakat. Jika remaja gagal melewati fase ini, maka mereka bisa mengalami kekacauan atau krisis identitas dan tidak dapat sepenuhnya menjadi dewasa.
Tahapan |
Konflik |
Usia |
Hasil yang diharapkan |
1 |
Trust vs. mistrust |
Lahir sampai 12-18 bulan |
Rasa kepercayaan dan keamanan |
2 |
Autonomy vs. shame & doubt | 18 bulan sampai 3 tahun | Perasaan kemandirian yang mengarah pada kepercayaan pada diri sendiri dan kemampuan diri |
3 |
Initiative vs. guilt | 3 sampai 5 tahun | Percaya diri; kemampuan untuk mengambil inisiatif dan membuat keputusan |
4 |
Industry vs. inferiority | 5 sampai 12 tahun | Perasaan bangga dan berprestasi |
5 |
Identity vs. confusion | 12 sampai 18 tahun | Rasa identitas yang kuat; gambaran yang jelas tentang masa depan |
6 |
Intimacy vs. isolation | 18 sampai 40 tahun | Hubungan yang aman dipenuhi dengan komitmen dan cinta |
7 |
Generativity vs. stagnation | 40 sampai 65 tahun |
Keinginan untuk memberi kepada keluarga dan masyarakat, dan untuk sukses di tempat kerja |
8 |
Integrity vs. despair |
Di atas 65 tahun |
Kebanggaan atas apa yang telah kita capai, mengarah pada perasaan puas |
Tabel 1. Teori Perkembangan Erikson
Fase remaja terbagi lagi menjadi tiga bagian, yaitu fase remaja awal (12 – 14), remaja tengah (15 – 17), dan Remaja akhir (18 – 21). Pada masing-masing fase ini ditandai oleh berbagai perubahan-perubahan yang tampak baik pada fisik maupun psikologis yang bisa kamu pahami. Pada fase ini, tak jarang bermunculan sekumpulan remaja yang menyebarkan toxic ke teman-temannya.
Karakteristik periode remaja awal (early adolescent) ditandai oleh terjadinya perubahan-perubahan psikologis; krisis identitas, jiwa yang labil, meningkatnya kemampuan verbal untuk ekspresi diri, pentingnya teman dekat/sahabat, berkurangnya rasa hormat terhadap orang tua, kadang-kadang berlaku kasar, menunjukkan kesalahan orang tua, mencari orang lain yang disayangi selain orang tua, kecenderungan untuk berlaku kekanak-kanakan, dan terdapatnya pengaruh teman sebaya (peer group) terhadap hobi dan cara berpakaian.
Periode selanjutnya adalah periode remaja tengah (middle adolescent) yang ditandai dengan terjadinya perubahan-perubahan, seperti mengeluhkan orang tua yang terlalu ikut campur dalam kehidupannya, sangat memperhatikan penampilan, berusaha untuk mendapat teman baru, tidak atau kurang menghargai pendapat orang tua, sering sedih/moody, mulai menulis buku harian, sangat memperhatikan kelompok main secara selektif dan kompetitif, dan mulai mengalami periode sedih karena ingin lepas dari orang tua.
Akhir fase remaja adalah periode remaja akhir (late adolescent). Idealnya fase ini ditandai dengan tercapainya kedewasaan fisik secara sempurna, antara lain, identitas diri menjadi lebih kuat, mampu memikirkan ide, mampu mengekspresikan perasaan dengan kata-kata, lebih menghargai orang lain, lebih konsisten terhadap minatnya, bangga dengan hasil yang dicapai, selera humor lebih berkembang, dan emosi lebih stabil. Perubahan fase ini akan terjadi secara ideal apabila tidak terjebak pada teman-teman atau circle yang toxic.
Teman-teman atau circle yang toxic merupakan istilah untuk seseorang yang berada dalam lingkungan sekitar yang memberikan dampak atau efek negatif ke dalam diri seorang individu tersebut. Sebuah hubungan yang toxic terjadi ketika setidaknya salah seorang teman atau pasangan menguras energi mental, emosional, psikologis, atau spiritual teman atau pasangannya secara signifikan.
Untuk lebih memahami mengenai circle yang toxic, berikut ciri-cirinya menurut Psikolog remaja Dr. Trubus Raharjo, M.Si:
1. Membuat Seseorang Tidak Menjadi Diri Sendiri
Teman-teman toxic yang hadir di sekitar kamu biasanya akan menuntut kamu untuk mengikuti apa yang menjadi prinsip dan cara pandang mereka. Mulai dari gaya hidup, cara berpakaian, dan gaya bicara. Bahkan, mereka akan berupaya untuk memaksa kamu untuk mengikuti prinsip hidup yang sesuai dengan kemauan circle yang toxic tersebut. Pada akhirnya, kamu akan bersikap super hati-hati dalam berkata dan bertindak karena kamu takut dengan reaksi yang akan timbul dari teman-teman kamu. Mereka akan sering memberikan komentar kepadamu yang akhirnya kamu akan lebih sering ikut dan manut saja. Kamu jadi jarang untuk mengutarakan pendapat dan perasaan kamu. Efek dari sering berinteraksi dengan orang-orang seperti itu adalah kamu jadi terbiasa untuk tidak mendengarkan isi pikiran kamu sendiri dan tidak percaya diri akan langkah yang kamu ambil.
2. Selalu Ingin Dipahami dan Tidak Ingin Memahami
Biasanya teman-teman yang toxic akan meminta kamu untuk memberikan toleransi akan keadaan maupun kesalahan yang mereka perbuat. Di sisi lain, saat kamu membutuhkan pengertian dan toleransi, kamu tidak akan mendapatkannya dari teman-teman yang toxic itu. Tipe teman yang toxic seperti ini biasanya cenderung tidak akan meminta maaf apabila mereka salah dan akan cenderung menyalahkan orang lain. Namun, di saat kamu yang berbuat salah, jangan harap dia akan melupakan kesalahanmu dengan gampang. Kamu akan dibayang-bayangi rasa bersalah karena telah mengecewakan mereka.
3. Manipulatif (Memakai Topeng)
Apa yang mereka bicarakan mengenai keburukan orang lain bersamamu, biasanya itulah yang mereka lakukan saat kamu lagi gak ada. Teman toxic seringkali menyembunyikan maksud aslinya dan bisa berpura-pura menjadi yang terbaik yang akan memuaskan hati kamu. Berdasarkan jurnal yang berjudul Manipulation in Close Relationships: Five Personality Factors in Interactional Context karya David M. Buss, manipulator biasanya akan melakukan berbagai macam taktik untuk memperoleh “kekuasaan” serta keinginannya. Hal ini biasanya dilakukan dengan memanfaatkan pesonanya, melakukan pemaksaan, memberikan silent treatment, memberikan pujian palsu, menipu, serta menyalahkan orang lain.
4. Senang Mengkritik tapi Tidak Mau Dikritik
Jika kamu ada di lingkungan yang termasuk ke toxic circle, biasanya kamu akan sering kali mendengar kritikan teman-teman kamu untuk orang lain. Apapun yang dilakukan orang lain ada saja yang salah dan gak pernah benar. Jangan terlarut dengan diskusi yang seakan-akan begitu kritis, kalau kamu tidak hadir di “majelis” diskusi mereka, biasanya kamu juga akan jadi bahan diskusi mereka, loh. Coba deh, kamu gantian kasih kritik ke mereka. Yang sudah-sudah, hanya jadi angin lalu dan tidak ada yang akan mempedulikan kritikan kamu itu.
5. Suka Merendahkan
Merendahkan orang lain, bahkan sampai merundung orang lain, juga jadi makanan sehari-hari teman-teman kamu yang toxic. Berawal dari kritikan pedas untuk orang lain, sampai-sampai nyangkut di hati dan dilampiaskan lewat perundungan. Biasanya, melakukan perundungan ini merupakan mekanisme pertahanan seseorang untuk menutupi kekurangannya. Merundung orang lain membuat mereka seakan bermasalah dan mereka akan merasa mendapatkan pengakuan dari perlakuan perundungan itu. Hal tersebut akan menjadi kebiasaan dan akan berulang perlakuannya ke siapa pun.
6. Membuat Tidak Berkembang
Ini adalah poin terpenting, berada di sekitaran teman-teman yang toxic akan mencegah kamu untuk melangkah lebih jauh lagi dalam proses menjadi manusia yang lebih baik. Kamu akan dipaksa untuk mengikuti ritme dan cara mereka menjalani hidup (secara tidak sadar). Di saat kamu mau berkembang mereka akan berusaha untuk menahan kamu agar tetap berada di level yang sama. Saat kamu sudah berkembang, biasanya mereka akan merasa tidak senang dan akan melakukan segala cara untuk membawamu ke dalam “genggaman” mereka lagi. Akan banyak momen penting dalam hidup yang hilang kalau kamu masih dijajah dan belum merdeka dari toxic circle ini.
Merasa ada di keadaan tersebut? Berarti kamu masih dijajah dan belum merdeka dari teman-temanmu yang beracun alias toxic. Dampak dari teman-teman toxic tidak hanya dirasakan saat itu saja, tapi juga berdampak pada fase di saat kamu sudah dewasa dan harus menjalani hidup selayaknya orang dewasa. Akan tertinggal serpihan-serpihan toxic dalam diri kamu yang akan kamu bawa di lingkungan kehidupan orang dewasamu.
Lalu, bagaimana untuk menghindari teman-teman yang toxic?
Yang pertama dan sudah jelas adalah mendekatkan diri kepada Allah karena Allah tahu apa yang terbaik untuk kita dan akan menyelamatkan kita lewat agama yang indah ini, yaitu islam. Kalau ada yang bilang, dalam berteman gak usah milih-milih, justru dalam islam kita sudah diberikan jawaban yang terbaik dengan dianjurkannya untuk memilih teman untuk menyelamatkan diri kita karena telah disebutkan dalam hadist berikut bahwa sosok dan kehadiran seorang teman memiliki dampak terhadap diri kita:
مَثَلُ الْجَلِيسِ الصَّالِحِ وَالسَّوْءِ كَحَامِلِ الْمِسْكِ وَنَافِخِ الْكِيرِ ، فَحَامِلُ الْمِسْكِ إِمَّا أَنْ يُحْذِيَكَ ، وَإِمَّا أَنْ تَبْتَاعَ مِنْهُ ، وَإِمَّا أَنْ تَجِدَ مِنْهُ رِيحًا طَيِّبَةً ، وَنَافِخُ الْكِيرِ إِمَّا أَنْ يُحْرِقَ ثِيَابَكَ ، وَإِمَّا أَنْ تَجِدَ رِيحًا خَبِيثَة
“Permisalan teman yang baik dan teman yang buruk ibarat seorang penjual minyak wangi dan seorang pandai besi. Penjual minyak wangi mungkin akan memberimu minyak wangi, atau engkau bisa membeli minyak wangi darinya, dan kalaupun tidak, engkau tetap mendapatkan bau harum darinya. Sedangkan pandai besi, bisa jadi (percikan apinya) mengenai pakaianmu, dan kalaupun tidak engkau tetap mendapatkan bau asapnya yang tak sedap.” (HR. Bukhari 5534 dan Muslim 2628)
Yang kedua, membangun efikasi diri positif. Menurut Bandura (1986), efikasi diri mengacu pada kepercayaan individu akan kemampuannya untuk sukses dalam melakukan sesuatu. Dengan membangun efikasi diri yang positif, semakin kuat efikasi diri yang kamu miliki, akan semakin tinggi tujuan yang ditetapkan oleh kamu sendiri serta akan memperkuat tujuan kamu kedepannya yaitu komitmen yang baik. Dengan memiliki efikasi diri yang baik, kamu akan mempunyai kemampuan coping individu dalam mengatasi besarnya stres dan depresi yang individu alami pada situasi yang sulit dan menekan. Efikasi diri yang positif bisa menghindarkan kamu dari hadirnya sosok-sosok teman toxic dan membuka diri pada tujuan yang jauh lebih baik.
Yang ketiga, positif thinking. Dengan berhusnudzon atau positif thinking, kamu gabakal terhasut oleh bujuk rayu serta kepalsuan orang-orang toxic. Kamu akan tetap menjaga pikiran kamu dengan hal-hal yang positif dan tidak akan banyak merasa overthinking dengan hal-hal sepele yang semestinya tidak dipikirkan. Dengan positif thinking, dengan sendirinya orang-orang toxic ini akan memberi jarak dan tidak akan meracunimu.
Yang keempat dan terakhir adalah membangun self regulation. Self regulation menurut Schunk (1995), merupakan kemampuan untuk mengontrol diri sendiri. Regulasi diri merupakan penggunaan suatu proses yang mengaktivitasi pemikiran, perilaku, dan perasaan yang terus menerus dalam upaya untuk mencapai tujuan yang telah ditetapkan. Dengan memiliki self regulation yang baik, kamu akan menjadi lebih baik dan fokus kepada tujuan yang ingin kamu capai. Ini juga bisa mencegah kamu dari toxic circle, atau bahkan kalau kamu sudah terlanjur terjebak dalam toxic circle, kemampuan self regulation yang baik akan membantumu cepat keluar dari toxic circle dan menghirup udara segar sesegar-segarnya.
Teman-teman yang toxic tak jarang juga hadir dari kalangan yang sudah tidak remaja. Kalau kamu bukan lagi remaja, dan sudah memasuki fase dewasa dan masih merasakan penjajahan toxic circle berarti sampai sekarang kamu masih terjebak dan belum merdeka. Setelah mengetahui ciri-ciri teman-teman yang toxic, dampak dari teman-teman yang toxic, serta bagaimana menanggulanginya, semoga kamu bisa menghindari mereka atau untuk yang sudah terlanjur ada di lingkungan teman-teman yang toxic, semoga artikel ini dapat membantu kamu agar segera merdeka dari belenggu teman-teman yang toxic, yaa.
Referensi:
- Batubara, J. R. (2016). Adolescent development (perkembangan remaja). Sari pediatri, 12(1), 21-9.
- Buss, D. M. (1992). Manipulation in close relationships: Five personality factors in interactional context. Journal of personality, 60(2), 477-499.
- Schunk, D. H. (2001). Self-regulation through goal setting.
- Syed, M., & McLean, K. C. (2017). Erikson’s theory of psychosocial development.