Serial Hadis Adab #5: Etika Menerima Kebaikan
Published Date: 29 October 2025
عَنْ جَابِرِ بْنِ عَبْدِ اللَّهِ الأَنْصَارِيِّ، قَالَ: قَالَ النَّبِيُّ ﷺ: “مَنْ صُنِعَ إِلَيْهِ مَعْرُوفٌ فَلْيُجْزِهِ، فَإِنْ لَمْ يَجِدْ مَا يُجْزِيهِ، فَلْيُثْنِ عَلَيْهِ، فَإِنَّهُ إِذَا أَثْنَى عَلَيْهِ، فَقَدْ شَكَرَهُ، وَإِنْ كَتَمَهُ، فَقَدْ كَفَرَهُ، وَمَنْ تَحَلَّى مَا لَمْ يُعْطَ، فَكَأَنَّمَا لَبِسَ ثَوْبَيْ زُورٍ.”
Dari Jabir bin Abdullah al-Anshari radhiyallahu ‘anhu, ia berkata:
Rasulullah ﷺ bersabda:
“Barangsiapa diberikan suatu kebaikan, maka hendaklah membalasnya. Jika ia tidak mampu membalasnya, hendaklah ia memujinya. Karena apabila ia memujinya, berarti ia telah berterima kasih kepadanya. Dan barangsiapa menyembunyikannya (tidak mengakuinya), maka sungguh ia telah mengingkarinya. Dan barangsiapa menghias diri dengan apa yang tidak diberikan kepadanya, maka seolah-olah ia mengenakan dua helai pakaian kebohongan.” (Shahih, At-Tirmidzi, dalam Sunan At-Tirmidzi, Kitab al-Birr wa ash-Shilah (Kitab ke-25), Bab Ma Ja’a fil-Mutasyabbi’ bi Ma La Yu’tha (Bab ke-87), no. hadis 1957.)
***
Dalam hidup kita di dunia yang sebentar ini, kita bermuamalah dengan Allah dan dengan sesama manusia. Dalam hal bergaul dengan sesama manusia, kita tahu bersama bahwa manusia adalah makhluk sosial yang hidup saling berdampingan. Konsekuensinya, kita pun harus mengetahui apa saja hal-hal yang semestinya kita perbuat terhadap sesama manusia. Rambu-rambu bermuamalah musti kita perhatikan agar kita bisa menjadi manusia bertakwa, bukan sekadar manusia yang bernyawa.
Allah subhanahu wa ta’ala berfirman dalam surat Al-Hujurat ayat 13:
يَا أَيُّهَا النَّاسُ إِنَّا خَلَقْنَاكُم مِّن ذَكَرٍ وَأُنثَىٰ وَجَعَلْنَاكُمْ شُعُوبًا وَقَبَائِلَ لِتَعَارَفُوا ۚ إِنَّ أَكْرَمَكُمْ عِندَ اللَّهِ أَتْقَاكُمْ ۚ إِنَّ اللَّهَ عَلِيمٌ خَبِيرٌ
“Wahai manusia! Sesungguhnya Kami telah menciptakan kamu dari seorang laki-laki dan seorang perempuan, kemudian Kami jadikan kamu berbangsa-bangsa dan bersuku-suku agar kamu saling mengenal. Sesungguhnya yang paling mulia di antara kamu di sisi Allah ialah orang yang paling bertakwa. Sungguh, Allah Maha Mengetahui, Maha Mengenal.”
Melalui ayat tersebut, kita bisa lihat bahwa hubungan antarmanusia bukanlah semata ikatan sosial (hablum minan-naas), tapi di dalamnya ada juga unsur ketakwaan (hablum minallah). Apa yang kita lakukan terhadap sesama manusia menunjukkan juga sejauh mana ketakwaan kita kepada Allah Sang Pencipta Manusia.
Islam menjelaskan secara rinci tentang etika bersosial, termasuk dalam menerima kebaikan dari orang lain. Dalam hadis yang diriwayatkan Jabir bin Abdullah al-Anshari radhiyallahu ‘anhu di atas, kita dapat mengambil faedah penting tentang bagaimana menyikapi orang yang berbuat baik kepada kita.
Membalas Kebaikan dengan Kebaikan
Sikap utama seorang muslim ketika menerima kebaikan dari orang lain adalah membalasnya dengan kebaikan lain sesuai kemampuan. Ketika kita menerima pertolongan dari orang lain, maka ingatlah pertolongan tersebut. Dan ketika orang itu membutuhkan bantuan, usahakan semampu kita untuk menolongnya. Jika kita menerima kebaikan berupa materi, maka ingatlah kebaikan itu dan balaslah saat kita mampu membalasnya.
Hal ini juga dicontohkan oleh Nabi ﷺ ketika beliau mendapatkan hadiah dari orang lain, beliau pun membalasnya.
Diriwayatkan oleh Aisyah radhiyallahu ‘anha:
كَانَ النَّبِيُّ ﷺ يَقْبَلُ الْهَدِيَّةَ، وَيُثِيبُ عَلَيْهَا.
“Nabi ﷺ biasa menerima hadiah dan membalasnya.”
(HR. Al-Bukhari no. 2585 dan Muslim no. 1077)
Memberikan Pujian atau Doa jika Tidak Mampu Membalas
Kadang, saat kita menerima kebaikan berupa bantuan materi, moril, hadiah, dan sebagainya, kita belum mampu untuk membalasnya. Maka dalam hadis ini, Nabi ﷺ memberikan perintah kepada kita untuk membalas kebaikan yang orang lain berikan dengan pujian yang baik atau mendoakannya, hingga orang tersebut merasa bahwa kebaikannya dihargai dengan baik.
Dalam hadis yang lain, Rasulullah ﷺ bersabda:
“مَنْ صَنَعَ إِلَيْكُمْ مَعْرُوفًا فَكَافِئُوهُ، فَإِنْ لَمْ تَجِدُوا مَا تُكَافِئُوهُ فَادْعُوا لَهُ، حَتَّى تَرَوْا أَنَّكُمْ قَدْ كَافَأْتُمُوهُ.”
“Siapa yang diperlakukan baik oleh orang lain, hendaklah ia membalasnya. Jika tidak mampu, maka doakanlah untuknya, hingga kalian merasa telah membalasnya.”
(HR. Abu Dawud no. 1672, An-Nasa’i no. 2567, dinilai sahih oleh Al-Albani)
Bahaya Menyembunyikan Kebaikan
Ketika kita mendapatkan kebaikan dari orang lain, khususnya berupa barang, maka sebaiknya kita menggunakan barang pemberian tersebut di depan orang yang memberikannya. Harapannya, orang tersebut merasa bahagia karena barang pemberiannya kita manfaatkan dengan baik. Ini juga menunjukkan bentuk rasa syukur kita kepada Allah dan kepada sang pemberi kebaikan.
Menutup-nutupi hadiah pemberian orang lain justru bisa menjadi bentuk kekufuran terhadap nikmat. Diriwayatkan bahwa Nabi ﷺ pernah mendapatkan hadiah jubah sutra, lalu beliau memakainya dan menunjukkannya kepada umatnya. Nabi tidak mencintai sutra, tetapi beliau mengenakannya sebagai bentuk syukur atas pemberian tersebut.
عَنْ عَبْدِ اللَّهِ بْنِ عُمَرَ، قَالَ: “أَهْدَى رَجُلٌ لِرَسُولِ اللَّهِ ﷺ جُبَّةً مِنْ حَرِيرٍ، فَلَبِسَهَا، فَصَعِدَ النَّبِيُّ ﷺ الْمِنْبَرَ وَهُوَ عَلَيْهَا، ثُمَّ قَالَ: إِنَّمَا لَبِسْتُهَا لِتَعْلَمُوا أَنَّهَا حَرَامٌ عَلَى ذُكُورِ أُمَّتِي.”
Dari Abdullah bin Umar, ia berkata:
“Ada seseorang yang menghadiahkan jubah sutra kepada Rasulullah ﷺ. Maka beliau pun memakainya, lalu naik mimbar dengan mengenakannya, kemudian bersabda: “Aku memakai ini agar kalian tahu bahwa ini haram bagi laki-laki dari umatku.”
(HR. Al-Bukhari no. 882 dan Muslim no. 2069)
Hadis lain menyebutkan:
عَنْ أَنَسٍ رضي الله عنه قَالَ: “أَهْدَى كِسْرَى إِلَى النَّبِيِّ ﷺ حُلَّةً، فَلَبِسَهَا، فَقِيلَ: كَيْفَ تَلْبَسُهَا وَهِيَ حَرِيرٌ؟ قَالَ: لَبِسْتُهَا وَلَيْسَ فِي قَلْبِي مِنْهَا شَيْءٌ، وَإِنَّمَا لَبِسْتُهَا لِتُرَوْهَا.”
“Raja Kisra menghadiahkan jubah kepada Nabi ﷺ, lalu beliau memakainya. Lalu dikatakan kepada beliau: Bagaimana engkau memakainya padahal itu terbuat dari sutra? Beliau bersabda: Aku memakainya, dan di hatiku tidak ada rasa cinta kepadanya. Aku hanya memakainya agar kalian melihatnya.” (Disebutkan oleh al-Baihaqi dalam Sunan al-Kubra dan Ibn Sa’d dalam Thabaqat)
Bahaya Sombong dengan Apa yang Tidak Dimiliki
Saat ini banyak orang memamerkan sesuatu yang sebenarnya tidak mereka miliki, demi mendapatkan pujian, kekaguman, atau pengakuan dari manusia. Ada yang meminjam barang lalu memamerkannya, baik secara langsung maupun di media sosial. Ada juga yang membeli sesuatu untuk dipamerkan hanya saat tertentu, seperti menjelang lebaran, lalu setelah itu dijual kembali. Bahkan, ada yang memamerkan kesalehan, keilmuan, atau amal tertentu padahal aslinya tidak seperti itu. Dalam hadis Jabir di atas, orang-orang seperti ini disamakan dengan mengenakan dua helai pakaian kebohongan. Na‘ūdzu billāhi min dzālik.
Selain pentingnya untuk membalas kebaikan orang lain dengan kebaikan juga (baik dengan balasan berupa kebaikan yang setara ataupun dengan cara mendoakan si pemberi kebaikan), hadis Jabir ini juga mengajarkan kita untuk bersikap apa adanya. Jika kita memiliki hanya memiliki sedikit, tidak perlu bersikap seolah-olah kita memiliki banyak. Jika yang kita memiliki hanya segelintir, tidak perlu berlagak seperti orang yang punya setumpuk. Apalagi jika kita melakukan hal tersebut hanya untuk meraup pujian dari manusia. Hendaknya kita perbanyak bersyukur, merasa cukup terhadap ketetapan Allah, dan tidak mengada-ada.
Akhirulkalam, kita perlu ingat bersama bahwa kebaikan itu bukan hanya tentang memberi, tapi juga tentang tahu cara menerima. Dalam Islam, menerima kebaikan pun ada adab dan timbangannya. Jangan sampai kita menjadi orang yang tidak tahu berterima kasih, apalagi berpura-pura memiliki sesuatu yang sebenarnya tidak kita miliki. Karena semua itu bukan hanya soal hubungan antar manusia, tapi juga mencerminkan kualitas hubungan kita dengan Allah. Dan ingatlah, membalas kebaikan dari orang lain tidak harus dengan harta, ketika kita sedang dalam kondisi sulit maka kita bisa mengusahakan untuk membalas kebaikan orang lain dengan semampu kita, bahkan dengan pujian tulus, doa, dan pengakuan yang ikhlas. Semoga Allah menjadikan kita hamba-hamba-Nya yang pandai bersyukur dan tidak mudah tertipu oleh pujian dunia.
