Susahkah Berinvestasi di Pasar Saham ?
Published Date: 15 September 2022
Jawaban dari pertanyaan di atas adalah “tergantung”. Dibilang susah: bisa iya, bisa tidak. Sebaliknya dibilang gampang juga memiliki jawaban sama seperti sebelumnya: bisa iya dan bisa tidak. Jawaban itu semua tergantung kepada siapa yang kita tanya. Jika bertanya kepada orang yang berhasil mengembangkan asetnya di pasar modal, tentu jawabannya, “Gampang!” Tapi jika bertanya kepada orang yang boncos/rugi maka jawabannya adalah, “Susah sekali!” Bahkan ada yang lebih parah jawabannya dari itu semua, yakni, “Saham itu judi, jauhi!” Padahal dia sendiri yang memperlakukan pasar saham sebagai arena judi.
Mari kita batasi pertanyaan di atas dengan parameter “Bisa menumbuhkan aset minimal 6% pertahun”. Jika itu batasannya maka berdasarkan pengalaman penulis pribadi selama 3 tahunan di bursa saham sebenarnya relatif mudah. Batas 6% diambil dari rata-rata return obligasi/surat utang negara (SUN)/deposito yang berkisar diangka itu (riba, tidak sesuai syariah, tidak direkomendasikan). Logikanya, jika imbal hasil dibawah itu, maka tidak sepadan apabila berinvestasi di pasar saham. Sederhananya, pasar saham lebih berisiko daripada surat hutang, jika imbal hasilnya di bawah itu, “Ngapain susah-susah investasi di saham? Sudah resiko hilang/bangkrut, imbal hasil dibawah instrumen yang lebih ‘aman’.”
Ada juga yang menggunakan parameter 5% s.d. 10% di atas kinerja IHSG”. Misal IHSG pada tahun tersebut tumbuh sekitar 5%, maka sebaiknya kinerja total portofolio1 kita tumbuh 10 % s/d 15%. Berlaku juga jika IHSG tahun tersebut sedang -7% misalnya, maka portofolio kita juga sebaiknya tidak minus lebih dari -2%. Ini yang menurut penulis cukup menantang dan fair. Jadi jika memang pasar saham tahun itu bullish (naik/tumbuh) maka sebaiknya kita berusaha agar pertumbuhan portofolio kita bisa diatas indeks atau istilahnya beat the market. Jika imbal hasil portofolio kita = imbal hasil indeks maka bisa dikatakan wajarlah, lha wong pasar saham lagi bullish.
Bagaimana dengan penulis sendiri? Alhamdulillah sampai dengan saat ini masih beat the market dengan kinerja YTD (year to date)2 2022 sekitar 33,5% (31 Juli 2022). Tapi jika dihitung sejak awal terjun di bursa saham (sekitar pertengahan 2019) maka kinerja portofolio3 sudah mencapai 100% lebih sedikit secara kapitalisasi pasar. Jadi dari total dana yang disetor sejak pertama kali investasi saham 3 tahun yang lalu sampai dengan saat ini, sudah berkembang sebanyak 2x lipat. Walau pun demikian, penulis berpendapat bahwa itu masih dalam kategori “beginner luck”, sebab dari sisi dana penulis masih tergolong kelas teri dibandingkan ribuan bahkan jutaan investor lain di pasar saham. Ohya, perlu diketahui semakin besar dana yang dikelola, maka semakin lambat pertumbuhannya dibandingkan dengan dana kelolaan yang masih kecil. Umur penulis di bursa dapat dikatakan masih seumur jagung alias baru 3 tahunan. Ingat! pasar saham adalah ‘permainan jangka panjang’.
Menurut penulis kinerja seorang investor baru bisa dinilai secara objektif jika sudah mencapai minimal berumur 5 tahun di bursa saham. Kenapa 5 tahun? Karena dalam 5 tahun tersebut dianggap sudah melewati fase naik dan turun kinerja sebuah perusahaan. Jika saat naik dan turun siklus perusahaan tersebut seorang investor bisa bertahan dan bahkan “istiqomah” mencatatkan kinerja yang positif maka bolehlah dipertimbangkan track record-nya.
Dan tentu saja, kenaikan portofolio penulis tidak semulus dan seindah ending-nya saat ini. Masih ingat market crash awal tahun 2020 yang lalu gara-gara pandemi Covid-19? Saat itu indeks (IHSG) turun sekitar -37% YTD (Januari s/d Maret 2020), namun portofolio penulis turun sekitar 50% YTD. Alias dana penulis yang disetor sampai dengan awal tahun 2020 hanya bernilai kurang lebih separuhnya saja. Namun penulis mencoba bertahan lalu evaluasi, analisis ulang, restrukturisasi ulang portofolio sampai pada akhirnya bisa kembali bertumbuh sampai dengan saat ini.
Belajar Mencermati Keadaan Pasar
Perlu diketahui juga bahwa penulis belajar tentang pasar saham secara otodidak, latar belakang penulis sama sekali tidak ada kaitannya dengan ekonomi maupun bisnis. Mulai dari keluarga yang basic-nya adalah PNS (bapak dan alm. ibu), saat SMA juga jurusannya IPA, lanjut kuliah di Teknik Komputer. Namun itu tidak menjadi halangan untuk bisa belajar secara mandiri. Bahkan saat awal terjun di dunia saham, penulis sempat kebingungan membedakan angka milyar dan triliun pada laporan keuangan perusahaan. Penulis harus memecah angkanya pertiga digit. “Ini ribu, ini juta, ini ratus juta, ini milyar dan ooo.. ini triliun”. Nah, sampai saat ini penulis masih juga belajar cara membaca laporan keuangan, mempelajari mindset yang benar di pasar saham, bagaimana money management yang lebih efisien dan maksimal.
Sambil terus berproses saat ini penulis sudah bisa membaca laporan keuangan perusahaan sebatas untuk mengetahui rasio-rasio penting, menganalisa ini perusahaan sehat/tidak itu sudah cukup. Mengetahui ada apa dibalik neraca keuangan, laporan laba-rugi, laporan arus kas, dan apa pengaruhnya dengan makro ekonomi, kebijakan pemerintah dll. Dengan mengetahui itu semua maka akan terjalinlah sebuah cerita tentang prospek, valuasi dan pertumbuhan suatu emiten (perusahaan).
Makin ke sini makin matang pula ilmu dan pengalamannya dalam berpetualang di lantai bursa. Jika investasi saham hanya untuk orang jenius secara IQ, tentu yang sukses hanyalah para Profesor, Doktor, Ph.D, dan sebagainya, namun nyatanya Isaac Newton pun malah boncos di pasar saham (saat itu). Jika kemampuan akuntansi dan audit laporan keuangan adalah syarat mutlak bisa sukses di pasar saham, tentunya pasar modal hanya akan diisi oleh para akuntan dan auditor saja, akan tetapi faktanya banyak juga orang-orang diluar bidang itu yang sukses di pasar saham. Walaupun tidak dapat dipungkiri juga bahwa kemampuan membaca dan menganalisis laporan keuangan (LK) adalah sesuatu yang sangat membantu anda jika ingin menjadi investor (bukan trader) di pasar modal, sehingga menurut pendapat penulis pribadi ‘cukup pahami saja, tidak perlu sampai level akuntan atau auditor profesional’ untuk bisa sukses di pasar modal. Karena selain itu ada faktor psikologis yang juga berperan besar menentukan kinerja seseorang di pasar modal.
Daripada bertanya susah atau gampang, lebih tepat jika pertanyaannya adalah, “Cocokkah saya berpetualang di pasar saham?” Nah, bila sudah demikian pertanyaannya, maka yang bisa menjawab adalah diri sendiri. Selamat menelaah!
Keterangan:
- Total Portofolio: Total dana yang sudah dibelanjakan saham maupun yang masih berupa cash.
- YTD: Year to date, hitungan yang dimulai dari awal Januari sampai dengan saat ini.
- Portofolio penulis sudah menggunakan metode pencatatan Net Asset Value (NAV) atau Nilai Aktiva Bersih (NAB) seperti pencatatan pada reksadana, jadi return sudah mempertimbangkan setoran dana cash berkala maupun kenaikan karena take profit, deviden atau penurunan karena cut lost, maupun pencairan RDN.
Referensi gambar:
Gb 1. https://stockbit.com/#/symbol/IHSG/chartbit
Gb 2. Screen shoot aplikasi siminvest
Gb 3. Catatan NAV pribadi penulis via spreadsheet