Wisata Sejarah Bahari: Karangantu Pelabuhan Kuno Peninggalan Kesultanan Banten dan Kisah Panjangnya

Pernah dengar kalimat Nenek Moyangku Seorang Pelaut? Keyakinan bahwa pendahulu kita ada pelaut tentu melihat pada kondisi geografis Indonesia, yang sebagian besar adalah laut. Maka kemampuan, sudah dapat dipastikan dong bahwa pengetahuan dan keterampilan pelayaran menjadi kunci utama ketika mereka hendak berinteraksi lintas pulau. Nah, berbicara tentang laut dan aktivitasnya di masa lampau, tidak bisa terlepas dari pengaruh pelabuhan sebagai tempat singgah dan bongkar muat para pelayar dan pedagang. Di pelabuhan, terjadi interaksi antar masyarakat lokal dan pendatang, seperti aktivitas jual beli. 

Di pesisir Jawa sendiri, tersebar banyak pelabuhan kuno yang masih bisa dijumpai hingga saat ini. Ada Pelabuhan Karangantu di Banten, Sunda Kelapa di Batavia, Pelabuhan Cirebon, Semarang, Demak, Jepara, Remban, Lasem, Gersik, dan lain sebagainya. Pada kesempatan kali ini, penulis mau berbagi tentang wisata bahari bersejarah di Banten yaitu Karangantu, pelabuhan kuno masa Kesultanan Islam yang hampir terlupakan namun eksistensinya masih ada hingga saat ini.

Komoditas Kesultanan Banten

Membahas tentang pelayaran dan perdagangan masa lampau, tidak terlepas dari komoditas yang diperjualbelikan. Apa teman-teman tahu, kenapa banyak bangsa asing datang ke Banten? Ada apa ya kira-kira di Banten yang menarik selain letaknya yang strategis? 

Berdasarkan berita Tome Pires yang pernah menyusuri pesisir utara Jawa, menjelaskan bahwa Banten sebagai bandar penting bagi pelayaran dan perdagangan internasional. Banten menjadi pusat perdagangan dan perkebunan lada di pulau Jawa, yang pada sekitar abad ke-16 lada menjadi bahan rempah yang sangat diminati oleh masyarakat Eropa sehingga pedagang asing datang ke wilayah penghasil lada.

Selain dari perkebunan lada di Banten, produksi juga dilakukan di perkebunan lada di wilayah kekuasaan Banten di pulau Sumatra seperti Lampung, Palembang, dan Bengkulu. Sehingga dengan begitu, pelabuhan di Banten menjadi salah satu pusat perdagangan dan pelayaran yang hampir menggantikan kedudukan Malaka yang telah jatuh ke Portugis.

Kesultanan Besar di Barat Pulau Jawa

Sejak akhir abad ke-15 dan awal abad ke-16 beberapa bandar yang terletak di utara Jawa seperti Gersik, Demak dan Banten menjadi salah satu jalur dan pusat islamisasi di Jawa yang dilakukan oleh para wali. Penguasaan bandar atau pelabuhan menjadi upaya menuntaskan islamisasi pantai utara Jawa.

Pada awal abad ke-16 M di pesisir utara teluk Banten telah tumbuh pemungkiman-pemungkiman muslim. Menurut berbagai babad, proses islamisasi di Banten berawal dari Fatahillah—Sunan Gunung Jati, bersama para muridnya dari Cirebon berusaha mengislamkan Banten Ilir dan berhasil. Pelabuhan Kerajaan Sunda-Pakuan di Banten juga berhasil diislamkan. Selanjutnya untuk memperkuat kedudukan Banten, dilakukan pula islamisasi di pelabuhan-pelabuhan lain yang ada di pantai Utara Jawa bagian barat. Kemudian, pelabuhan Sunda Kelapa juga berhasil ditaklukan dan diislamkan.

Di bawah kekuasaan Fatahillah, Banten mengalami kemajuan dalam perdagangan lada. Sejak abad ke-16, Banten di pesisir utara Jawa bagian barat telah tumbuh menjadi bandar internasional yang ramai dikunjungi saudagar dari berbagai bangsa, seperti dari Jepang, Cina, India, Arab, Turki, Belanda, Inggris, Spanyol, dan Portugis. Dan untuk memperlancar keluar masuknya barang yang diangkut oleh kapal-kapal niaga, pemerintah kesultanan membangun sarana dan prasarana pendukung seperti dermaga, gudang, pasar, dan penginapan untuk para saudagar. Di samping itu, Banten sendiri juga menyiapkan kapal-kapal niaga yang dapat mengangkut komoditi perdagangan ke luar wilayah.

Secara fisik, kebesaran pelayaran Kesultanan Banten tercermin pada pelabuhan yang dibangunnya dan kapal-kapal niaga maupun armada perangnya. Kita dapat membayangkan keadaan saat itu lewat sebuah gambar kuno yang melukiskan keadaan kota Banten dengan kanal-kanal yang mengalir ke Teluk Banten dan pintu masuk utama ke pusat kota yang berupa Sungai Cibanten. Pemerintah kesultanan juga membangun galangan tempat memperbaiki kapal yang rusak, tembok penahan gelombang, tempat menambatkan kapal, dan kapal-kapal kecil untuk mengangkut barang dari kapal besar ke pusat kota melalui Cibanten. Keletakan kota Banten dan pelabuhannya di tengah sebuah teluk yang dalam dan terlindung dari ombak besar.

karangantu
Sumber: https://docplayer.info/46641627-Perencanaan-lanskap-wisata-sejarah-banten-lama-kota-serang-provinsi-banten-wondo-hendratmo.html

Pelabuhan Kuno Karangantu dan Kisahnya

Kesultanan Banten di sepanjang pantai Banten memiliki tiga lokasi pelabuhan, yaitu di muara sungai Cibanten (sisi barat kota Banten), di sekitar benteng Speelwijk dan pemukiman orang-orang asing (sisi tengah kota), dan di Karangantu (sisi timur kota). 

Pada masa Kesultanan Banten, pelabuhan utama sebagai pelabuhan dagang dan berkelas nasional dan internasional adalah pelabuhan Karangantu yang lokasinya di sisi timur/timur laut kota Banten. Orang asing yang pernah berkunjung dan mencatat keberadaan Karangantu adalah Tome Pires tahun 1513. Dalam catatannya ia menyatakan bahwa pelabuhan ini kurang penting karena pada saat itu Pelabuhan Sunda Kalapa masih merupakan pelabuhan yang utama. Sejak abad ke-16 barulah pelabuhan Karangantu menjadi bandar internasional di kawasan nusantara sebelah barat, terutama setelah kejatuhan Malaka pada tahun 1511 ke tangan Portugis.

Armada kompeni di bawah komando Cornelis de Houtman berlabuh di Banten tahun 1598. Dalam kunjungannya ke Banten ia membuat peta dan menggambarkan keadaan kota Banten. Digambarkannya bahwa Kota Banten dikelilingi tembok kota dan pasar Karangantu dikelilingi pagar kayu dan bambu. Pada masa itu, kota Banten diperluas ke arah timur ke Karangantu. Sementara itu berdasarkan peta yang dibuat oleh Valentijn pada tahun 1725, situasi di sekitar pasar Karangantu sudah dipenuhi oleh pemukiman penduduk.

Pada sekitar abad ke-17 hingga ke-19, Serrurier membuat peta situasi kota Banten dimana pada peta itu digambarkan Karangantu bukan lagi sebagai pasar. Karangantu digambarkan sebagai sebuah pelabuhan yang dikelilingi oleh tambak-tambak ikan. Pada awalnya pelabuhan Karangantu berfungsi sebagai pelabuhan lokal, kemudian peranannya berkembang menjadi pelabuhan nasional dan internasional. Di Karangantu terdapat pemukiman nelayan, dok kapal, dan tempat pembuatan garam. Kapal-kapal asing yang hendak merapat ke pelabuhan harus mendapat izin dari Syahbandar.

Eksistensi Pelabuhan Kuno Karangantu Saat Ini

Pada saat sekarang ini pelabuhan Karangantu bukan lagi sebagai pelabuhan internasional, meskipun fungsinya masih tetap sebagai pelabuhan. Pelabuhan dan pasar Karangantu sekarang sudah menjadi pelabuhan nelayan yang banyak disinggahi kapal-kapal nelayan dalam berbagai ukuran. Keadaan seperti ini mungkin disebabkan karena pendangkalan Teluk Banten sebagai akibat dari pengendapan material dari pedalaman yang dibawa oleh Sungai Cibanten.

Tetap dijadikan sebagai pelabuhan, Karangantu menjadi destinasi wisata bahari yang menyimpan sejarah kejayaan maritim Kesultanan Banten. Jika berkunjung ke Banten, silahkan singgah ke Karangantu. Di sana terdapat tempat pelelangan ikan segar hasil tangkapan nelayan, jadi bisa belanja ikan banyak-banyak, deh! Selain itu, ada juga pantai gope (nama pantai), teman-teman dapat menikmatin sunset yang indah dengan deburan ombak yang cukup kencang, namun harus tetap berhati-hati. Di sepanjang jalan menuju Karangantu banyak pedagang seafood yang bisa dijadikan rekomendasi tempat makanan enak.

Ohiya, teman-teman juga bisa ikut nelayan menjala ikan loh! Ada juga penduduk yang menyediakan jasa kunjungan ke pulau-pulau di sekitar pelabuhan Karangantu menggunakan kapal mesin. Seru ya aktivitas wisata bahari yang ditawarkan!

Masyaallah, sebagaimana Allah Ta’ala menciptakan langit dan bumi serta isinya, laut bukan menjadi penghalang bagi manusia untuk berinteraksi, melainkan laut menjadi penghubung antar bangsa dengan kearifannya masing-masing. Mereka saling berinteraksi untuk memenuhi kebutuhan masing-masing, menyebarkan berita Islam keseluruh dunia, interaksinya juga menjadikan silang budaya satu dengan yang lain.

Allah Subhanahu wa Ta’ala berfirman,

اِنَّ فِيْ خَلْقِ السَّمٰوٰتِ وَا لْاَ رْضِ وَا خْتِلَا فِ الَّيْلِ وَا لنَّهَا رِ وَا لْفُلْكِ الَّتِيْ تَجْرِيْ فِى الْبَحْرِ بِمَا يَنْفَعُ النَّا سَ وَمَاۤ اَنْزَلَ اللّٰهُ مِنَ السَّمَآءِ مِنْ مَّآءٍ فَاَ حْيَا بِهِ الْاَ رْضَ بَعْدَ مَوْتِهَا وَبَثَّ فِيْهَا مِنْ کُلِّ دَآ بَّةٍ ۖ وَّتَصْرِيْفِ الرِّيٰحِ وَا لسَّحَا بِ الْمُسَخَّرِ بَيْنَ السَّمَآءِ وَا لْاَ رْضِ لَاٰ يٰتٍ لِّقَوْمٍ يَّعْقِلُوْنَ

Sesungguhnya pada penciptaan langit dan bumi, pergantian malam dan siang, kapal yang berlayar di laut dengan (muatan) yang bermanfaat bagi manusia, apa yang diturunkan Allah dari langit berupa air, lalu dengan itu dihidupkan-Nya bumi setelah mati (kering), dan Dia tebarkan di dalamnya bermacam-macam binatang, dan perkisaran angin dan awan yang dikendalikan antara langit dan bumi, (semua itu) sungguh, merupakan tanda-tanda (kebesaran Allah) bagi orang-orang yang mengerti.” (QS. Al-Baqarah: 164)

Kalimat Nenek Moyangku Seorang Pelaut memiliki makna yang dalam, mendeskripsikan bahwa pelayaran dan perdagangan menjadi aktivitas keseharian masyarakat pesisir Indonesia masa lampau, hingga saat ini masih dapat dilihat bukti-bukti kejayaan maritim Indonesia. Telah menjadi negara maritim sejak dulu, seharusnya pemuda dan pemudi penerus bangsa menyadari kekayaan budaya maritim dan sumber daya alam yang tidak dimiliki negara lain. Kekayaan maritim tersebut dapat dimanfaatkan untuk penelitian, pengembangan daerah, aktivitas ekonomi yang berdampak pada kemaslahatan umat.

Sebagai penutup, kalau menjabarkan lagi kalimat nenek moyangku seorang pelaut, bisa jadi maknanya sedalam lautan Indonesia hehe. Jalesveva Jayamahe!

Referensi:

  • Djoened Poesponegoro, Marwati dan Nugroho Notosusanto. (2019). Sejarah Nasional Indonesia Jilid III. Jakarta: Balai Pustaka
  • Pradjoko, Didik dan Bambang Budi Utomo. (2013). ATLAS PELABUHAN PELABUHAN BERSEJARAH DI INDONESIA. Jakarta: Direktorat Sejarah dan Nilai Budaya, Direktorat Jendral Kebudayaan, Kemendikbud
  • Supriatna, Encep. (2020). Kemaritiman di Kesultanan Banten Sebuah Perspektif Historis. Jurnal Kemaritiman: Indonesia Journal of Maritime. 1 (1): 11-14

Author

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *