Kemarau Boleh Panjang, Tapi Iman Pantang Gersang
Published Date: 8 October 2023
Suhu udara di sebagian besar wilayah Pulau Jawa dan Sumatra mengalami puncak hawa panas tinggi. Salah satu penyebabnya ialah fenomena El Nino di wilayah Indonesia. Sehingga pemberitaan mengenai waduk irigasi kering, warga tidak bisa menanam kembali sawahnya, defisit air di tengah permukiman masyarakat, problem polusi udara yang kian berkepanjangan, permasalahan kesehatan dan sanitasi lingkungan yang datang silih berganti menjadi topik berita baik secara domestik maupun nasional.
Masalah ini bukan hanya dirasakan oleh manusia. Hewan-hewan juga mulai terdampak. Dalam berbagai warta, dihadirkan bahwa hewan-hewan yang sebelumnya tinggal di hutan, menuju ke rumah-rumah warga untuk mencari makanan. Di beberapa objek wisata, seperti di Goa Kreo Jawa Tengah, sekelompok kera memasuki warung-warung warga mencari apa yang dapat menuntaskan laparnya dan meminta makanan kepada para pengunjung baik secara paksa dengan mengambil atau mengiba tanda butuh. Di Kalimantan terdapat rekaman video dua ekor Orang Utan yang terdiri dari induk dan anak, sedang berjalan melintasi tempat tandus dengan kondisi tubuh memprihatinkan.
Tidak hanya hewan, kebakaran hutan dan lahan (karhutla) juga menjadi problema serius. Bahkan hal ini memunculkan protes dari negeri jiran karena polusi asapnya mengganggu kehidupan mereka. Walau agak ironis, saat polusi asap kebakaran hutan mereka protes, namun saat udara bersih dan pasokan oksigen negaranya tercukupi, mereka juga tak memberikan apresiasi atau kompensasi sebagai bentuk ucapan terima kasih. Tapi, hal itu tidak masalah karena memang bangsa kita adalah bangsa yang hadir sebagai bangsa suka berderma.
Permasalahan udara ini diungkap oleh Dr. Erma Yulihastin, seorang klimatolog, peneliti BRIN, dan dosen di ITB dalam cuitan di Twitter-nya (X) secara berkala memberitakan fenomena kering, lembab, panas, dan suhu udara terus meningkat tinggi atau dengan sebutan Clear Sky. Informasi-informasi tersebut secara rutin dibagikan melalui profilnya https://twitter.com/EYulihastin. Ia menegaskan bahwa adanya Clear Sky tadi merupakan kondisi cuaca panas terik tanpa awan. Cuaca panas dan kering merupakan cuaca dominan yang dialami sebagian besar wilayah RI selama musim kemarau. Telah diteliti, El Nino dan IOD positif berperan memperpanjang durasi musim kemarau dan menunda musim hujan. Meski demikian, di tengah krisis iklim, terjadi dualisme di wilayah RI: kekeringan dan hujan ekstrem pemicu banjir terjadi dalam waktu bersamaan. Hal ini dapat terjadi semakin sering (frequent and intensify). Sebab udara basah di utara dan kering di selatan akan terus terjadi. Udara basah dan lembab yang terkonsentrasi di bagian utara Kalimantan beberapa hari terakhir bahkan telah memicu banjir secara luas.
Lantas apa saja konsekuensi dari fenomena Clear Sky tersebut? Dr. Erma melanjutkan, bahwa konsekuensi adanya hal itu berdampak pada (1) Radiasi matahari yang sampai ke bumi mengalami durasi lebih lama dengan intensitas lebih tinggi. Maksimum intensitas bervariasi dari pukul 11.00-15.00 WIB. Karena itu, jangan lupa selalu gunakan tabir surya pelindung kulit dari UV A dan B. (2) Clear sky dengang angin yang tenang dapat menebalkan lapisan inversi yang umumnya terbentuk pada malam hingga dinihari sehingga partikel polutan terjebak semakin lama di lapisan permukaan batas atmosfer. (3) Panas dan kering tentu mudah mengakibatkan api yang telah menyala menyebar secara cepat dan meluas serta sulit dipadamkan.
Pelik memang permasalahan yang disebabkan adanya musibah cuaca panas saat ini. Kemarau berkepanjangan mengubah berbagai fungsi ekosistem. Rantai makanan pada hewan terganggu, peralihan profesi para petani karena minimnya sumber irigasi menjadi pekerja serabutan atau membuka lahan sawahnya sementara sebagai lahan tambak, dan tak kalah problematik adalah cuaca panas dapat mengubah kondisi kesehatan fisik maupun psikis secara drastis.
Untuk itu, diperlukan adanya pengingat dan kesadaran untuk saling menguatkan, ketika menghadapi problem cuaca yang ada. Persoalan perubahan iklim (climated change) atau pemanasan global dengan berbagai sebabnya, tetap menjadi isu besar. Namun, sebagai muslim, selayaknya dapat menyelesaikan pendekatan-pendekatan proporsional menghadapi musibah cuaca panas berkepanjangan ini.
Pertama, menjaga kesehatan dengan baik. Sehat adalah investasi paling mahal. 2 tahun kemarin telah teruji bagaimana tubuh kita menghadapi pandemi, dan saat ini karena pandemi sudah dihapus, bukan berarti Covid telah pergi. Statusnya saja yang diturunkan menjadi endemi, sehingga penyelesaiannya berada dalam ruang lingkup lokal.
Tentu hari ini kita mendapati, satu persatu di sekitar bergantian terpapar penyakit dengan gejala sama. Dimulai dari panas suhu tubuh secara gradual, lalu batuk kering disertai pilek tak kunjung tuntas, kepala pusing dan berat untuk diajak berpikir jernih, tubuh mudah lelah dan cepat letih, hingga di malam hari problema cukup sesak untuk bernapas tak jarang ditemui. Tanda-tanda tersebut menjadi gejala umum yang didapati sekarang. Gejala-gejala yang hampir mirip Covid dengan varian terbaru ini, menjadi kelaziman tersendiri. Obat-obatan apotek paling laris adalah obat-obat untuk menghadapi radang tenggorokan, menghilangkan pusing, menurunkan demam, vitamin c, sampai obat batuk.
Oleh karena itu, menghadapi musim panas yang prediksinya masih panjang hingga bulan November nanti, ritual untuk kembali menjaga pola hidup sehat harus kembali difungsikan. Dengan memulai untuk senantiasa minum air putih baik saat merasa haus atau tidak untuk mengurangi bahaya dehidrasi, memperbanyak memakan buah dan sayur, meninggalkan gorengan secara perlahan, menghentikan minum es untuk sementara waktu walau pun itu menyegarkan tapi bisa jadi kondisi tubuh tidak siap untuk mengkonsumsi hal demikian sehingga menjadi pemicu timbulnya penyakit, mengusahakan istirahat secukupnya khususnya tidur dengan membatasi waktu penggunaan gawai, serta kembali rutin berolahraga, apapun itu walau secara sederhana untuk dirutinkan. Bila khawatir akan polusi udara di luar rumah, kegiatan olahraga dapat dilakukan dengan aktifitas kegiatan dengan melihat pada YouTube.
Selain itu, tak kalah pentingnya jika terpaksa untuk aktifitas keluar rumah, tak ada salahnya untuk memakai penutup kepala seperti topi atau payung, melindungi kulit dengan tabir surya atau pemulas bibir agar tidak kering dan pecah, memakai kacamata hitam, memakai masker, menggunakan pakaian yang menyerap keringat, memakai sepatu, dan meminimalisir kegiatan di luar ruangan bila hal itu tidak benar-benar mendesak.
Kedua, mempedulikan kesehatan mental. Selain kesehatan fisik, kesehatan jiwa perlu untuk diperhatikan. Kondisi jalan yang macet ditambah cuaca panas, menaikkan tensi dalam berkendara atau bertransportasi di tengah kota. Tak ayal, kepenatan, pusing kepala, hingga lelah mata menjadi hal tak terelakkan. Orang-orang tidak sabar untuk sampai rumah, melanggar lalu lintas karena dianggap ia paling berkepentingan, hingga bertindak seenaknya karena sudah lelah untuk dituntut berpikir dan bergerak secara bersamaan di cuaca yang panasnya menyengat.
Kesabaran menjadi hal penting dalam keadaan seperti ini, tidak berlaku tergesa-gesa. Mengambil jeda saat mulai merasa jenuh, dan menyampaikan apa yang seharusnya disampaikan pada orang yang dapat dipercaya, bisa menjadi solusi agar jiwa tetap terjaga kewarasannya. Hal penting lainnya juga, dibutuhkan perhatian dan toleransi dari pimpinan atau atasan, atas keadaan yang ada di lingkungan kerja. Mengaktifkan kembali aktifitas kerja di rumah dalam beberapa hari di setiap pekan, bisa menjadi solusi agar jiwa tetap sehat.
Ketiga, membangun empati secara kolektif. Setelah menyelesaikan dengan hal-hal dari dalam diri. Sudah saatnya, menggerakkan secara kolektif untuk mengajak sekitar dalam memulai hal-hal kecil dan sederhana. Tentu panasnya cuaca hari ini dirasakan dengan sadar betul bagi setiap kita yang tingal khususnya di kota besar. Kemampuan menghadapi pandemi kemarin dan melewati krisis secara bersama, sudah saatnya kembali dibangun. Ada kesadaran-kesadaran kecil yang bisa dihadirkan kembali untuk menumbuhkan empati kolektif dalam menghadapi cuaca panas hari ini. Hal-hal kecil dan sederhana tersebut bisa dimulai dari menyisihkan harta yang dimiliki secara kolektif dalam ruang lingkup bertetangga atau tempat bersosialisasi. Dari donasi yang dikumpul, dapat melalui RT setempat, atau koordinator lingkungan, untuk mengusahakan pengadaan obat-obatan siap pakai dalam mengantisipasi penyakit yang mungkin ada di sekitar tempat tinggal.
Obat-obatan untuk mencegah demam dan pusing seperti paracetamol atau ibuprofen, untuk mengantisipasi radang tenggorokan seperti cetirizine, dexamethasone, atau methylpredmisolon, obat-obatan untuk flu dan batuk yang terbaik dan kandungan paten, serta penyediaan multivitamin dan dapat diakses oleh warga lingkungan setempat.
Selain obat-obatan kolektif, dapat juga dikoordinir untuk melakukan pengasapan lingkungan, sebab musim kemarau panjang, bukan tidak mungkin dapat menghadirkan nyamuk berkembangbiak. Jika demikian, penyakit yang perlu diwaspadai juga ialah Demam Berdarah Dengue. Pengasapan dapat bekerjasama dengan instansi terkait, mengajak juga untuk bergotong royong membersihkan lingkungan melalui pemberantasan sarang nyamuk (PSN) atau program 3M yang digalakkan pemerintah.
Fungsi-fungsi kepedulian akan kesehatan harus dihidupkan kembali, terlebih kepedulian pemerintah terhadap Covid dan perubahan variannya, belakangan tidak menjadi perhatian secara intens. Sehingga gugus-gugus kekuatan masyarakat harus diinisiasi. Derma atau donasi yang dihimpun untuk kebaikan, menjadi jaring pengaman kesejahteraan lingkungan, semoga menjadi realisasi dari cara untuk mendatangkan kebaikan dari Allah. Sebagaimana sabda Nabi shalallahu ‘alaihi wa sallam,
وَلَمْ يَمْنَعُوا زَكَاةَ أَمْوَالِهِمْ إِلَّا مُنِعُوا الْقَطْرَ مِنْ السَّمَاءِ وَلَوْلَا الْبَهَائِمُ لَمْ يُمْطَرُوا
“Dan tidaklah mereka menahan zakat dari harta-harta mereka, melainkan hujan akan ditahan dari langit untuk mereka, dan kalaulah bukan karena binatang-binatang ternak, tentulah mereka takkan dihujani.” (HR. Ibnu Majah)
Keempat, sebagai seorang muslim, tentunya musibah cuaca panas berkepanjangan ini adalah bentuk ujian dari Allah. Maka sejatinya amalan-amalan untuk meraih kebaikan dari sisi Allah juga harus ditempuh. Memperbanyak istighfar dan berdoa kepada Allah adalah hal yang dianjurkan oleh agama. Allah Ta’ala berfirman,
وَيَا قَوْمِ اسْتَغْفِرُواْ رَبَّكُمْ ثُمَّ تُوبُواْ إِلَيْهِ يُرْسِلِ السَّمَاء عَلَيْكُم مِّدْرَارًا وَيَزِدْكُمْ قُوَّةً إِلَى قُوَّتِكُمْ
(Hud berkata) “Wahai kaumku, beristighfarlah kepada Rabb-mu kemudian bertaubatlah kepada-Nya, maka Dia akan mengirim hujan kepada kalian dengan deras dan akan menambah kekuatan pada kekuatan kalian.” [QS. Hud: 52].
Al-Imam Ibnu Katsir berkata,
أمرهم بالاستغفار الذي فيه تكفير الذنوبالسالفة، وبالتوبة عما يستقبلون [من الأعمال السابقة] ومن اتصف بهذه الصفة يسر الله عليه رزقه، وسهل عليه أمره وحفظ [عليه] شأنه [وقوته]
“Nabi Hud memerintahkan mereka untuk memohon ampun kepada Allah dengan keutamaannya adalah menghapuskan dosa-dosa yang telah lalu dan memerintahkan untuk bertobat dari apa yang telah mereka kerjakan di waktu lalu. Barangsiapa yang keadaannya seperti ini, niscaya akan Allah mudahkan rezekinya, Allah mudahkan dan jaga urusannya, serta Allah berikan keteguhan di atasnya” ( Tafsīr Ibnu Katsīr, 4/329).
Doa kepada Allah dapat terus menerus dipanjatkan, khususnya pada waktu yang dikabulkan. Di antaranya ialah saat hari Jum’at pada saat khotib Jum’at menyampaikan bimbingan kepada kaum muslimin. Dengan diaminkan oleh para jamaah secara lirih dan khatib mengangkat tangannya.
Berkata asy-Syaikh al-‘Allamah ‘Abdul ‘Aziz bin Baz rahimahullah,
“لا يشرع رفع اليدين في خطبة الجمعة لا للإمام ولا للمأمومين؛ لأن الرسول ﷺ، لم يفعل ذلك ولا خلفاؤه الراشدون، لكن لو استسقى في خطبة الجمعة شرع له وللمأمومين رفع اليدين؛ لأن النبي ﷺ، لما استسقى في خطبة الجمعة رفع يديه ورفع الناس أيديهم، وقد قال الله ﷻ: (لَقَدْ كَانَ لَكُمْ فِي رَسُولِ اللَّهِ أُسْوَةٌ حَسَنَةٌ) .أما التأمين من المأمومين على دعاء الإمام في الخطبة فلا أعلم به بأسًا بدون رفع صوت”.
“Mengangkat tangan ketika khutbah Jum’at tidak ada ajarannya dalam sunnah, (baik) bagi imam maupun bagi makmum. Karena Rasul shalallahu ‘alaihi wa sallam tidak melakukannya. Begitu pula perbuatan semisal tidak pernah dilakukan oleh Khulafaur Rasyidun. Akan tetapi jika doa tersebut untuk doa istisqa’ (meminta hujan) pada khutbah Jum’at, disunnahkan bagi makmum untuk mengangkat tangan. Sebab Nabi shalallahu ‘alaihi wa sallam mengangkat tangan ketika berdoa minta hujan ketika khutbah Jum’at. Allah Ta’ala berfirman,
لَقَدْ كَانَ لَكُمْ فِي رَسُولِ اللَّهِ أُسْوَةٌ حَسَنَةٌ
“Sesungguhnya telah ada pada (diri) Rasulullah itu suri teladan yang baik bagimu”. (al- Ahzab: 21).
Adapun makmum mengaminkan doa imam ketika khotbah, maka menurutku tidak masalah, namun dengan tidak mengeraskan suara”. (Fatawa Islamiyyah, 1/427)
Memperbanyak istighfar adalah penjaga bagi seorang muslim agar tidak melupakan dosanya yang bisa jadi itu menjadi sebab terhalangnya hujan yang diharapkan. Ibnu al-Qayyim rahimahullah berkata,
وَقَالَ مُجَاهِدٌ: إِنَّ الْبَهَائِمَ تَلْعَنُ عُصَاةَ بَنِي آدَمَ إِذَا اشْتَدَّتِ السَّنَةُ، وَأُمْسِكَ الْمَطَرُ، وَتَقُولُ: هَذَا بِشُؤْمِ مَعْصِيَةِ ابْنِ آدَمَ
‘Mujahid berkata, ‘Sesungguhnya hewan-hewan melaknat para pelaku maksiat dari manusia apabila ditimpa paceklik yang sangat dan tertahan dari hujan.’
Mereka berkata, ‘Hal ini disebabkan keburukan dari maksiat yang dilakukan oleh manusia.'” (Al-Jawābu al-Kāfī, 1/58).
Kelima, tidak ada salahnya untuk mengajak kaum muslimin menyelenggarakan sunah yang pelan-pelan telah hilang dan seakan asing, yakni salat Istisqa’ atau salat meminta hujan. Mengajak kaum muslimin di lingkungan tempat tinggal untuk berkumpul di tempat luas atau di masjid, mengajak para pelajar maupun siswa di sekolah-sekolah Islam mengadakan kegiatan shalat ini, selain bentuk pendidikan. Di dalamnya juga terdapat bentuk pengharapan, ada nilai-nilai tauhid kepada Allah dalam meminta pertolongan di masa paceklik atau kemarau berkepanjangan ini.
Abu Hurairah radhiallahu ‘anhu berkata,
اسْتَسْقى النبي ﷺ فصلى ركعتين بلا أذان ولا إقامة ثم خَطَبنا
“Nabi shalallahu ‘alaihi wa sallam meminta hujan, dengan shalat dua rakaat tanpa adzan dan iqomat, lalu beliau berkhutbah dihadapan kami.” (HR. Al Baihaqi).
Momentum kemarau panjang ini, perlu menjadi cara untuk kembali pada keimanan. Memperbaiki kesalahan dan dosa. Membangun sistem kesehatan dalam diri baik jiwa dan raga, mengajak membentuk simpul pengaman kesejahteraan dan kesehatan di tengah kita, hingga tak kurang, memperbanyak meminta ampun kepada Allah seraya memanjatkan doa. Sebagaimana doa Al Imam Asy Syafi’i rahimahullah,
Berkata Asy Syafi’i: diriwayatkan dari Salim bin Abdullah, dari bapaknya, secara marfu’ bahwasanya dia dahulu bila meminta hujan berdoa:
اللَّهُمَّ اسْقِنَا غَيْثًا هَنِيئًا مَرِيئًا مَرِيعًا غَدَقًا مُجَلَّلًا عَامًّا طَبَقًا سَحًّا دَائِمًا، اللَّهُمَّ اسْقِنَا الْغَيْثَ وَلَا تَجْعَلْنَا مِنَ الْقَانِطِينَ، اللَّهُمَّ إِنَّ بِالْعِبَادِ وَالْبِلَادِ وَالْبَهَائِمِ وَالْخَلْقِ مِنَ اللَّأْوَاءِ وَالْجَهْدِ وَالْفَتْكِ مَا لَا يَشْكُو إِلَّا إِلَيْكَ، اللَّهُمَّ أَنَبِتْ لَنَا الزَّرْعَ، وَأَدِرَّ لَنَا الضَّرْعَ، وَاسْقِنَا مِنْ بَرَكَاتِ السَّمَاءِ، وَأَنْبِتْ لَنَا مِنْ بَرَكَاتِ الْأَرْضِ، اللَّهُمَّ ارْفَعْ عَنَّا الْجَهْدَ وَالْجُوعَ وَالْعُرْيَ، واكْشِفْ عَنَّا مِنَ الْبَلَاءِ مَا لَا يَكْشِفْهُ غَيْرُكَ، اللَّهُمَّ إِنَّا نَسْتَغْفِرُكَ، إِنَّكَ كُنْتَ غَفَّارًا فَأَرْسِلِ السَّمَاءَ عَلَيْنَا مِدْرَارًا
“Yaa Allah turunkanlah kami hujan yang baik, tenang, elok, bermanfaat, lebat, memperbaiki, menyeluruh, berkelanjutan. Ya Allah siramilah kami hujan dan janganlah jadikan kami termasuk orang yang berputus asa. Yaa Allah sesungguhnya kami para hamba-hamba yang hidup di negeri-negeri ini, binatang-binatang ternak, dan makhluk-makhluk yang Engkau ciptakan, berada dalam kesulitan dan tekanan, tidaklah mengadu serta mengeluh kecuali hanya kepada-Mu. Yaa Allah tumbuhkanlah untuk kami tanam-tanaman, limpahkan untuk kami air, siramilah kami keberkahan dari langit, tumbuhkan untuk kami beragam keberkahan. Yaa Allah angkatlah kami dari keterpurukan, kelaparan, kealpaan, dan angkatlah dari kami bala bencana yang tidak ada yang bisa membuangnya melainkan hanya Engkau. Yaa Allah sesungguhnya kami memohon ampun pada-Mu, sesungguhnya Engkau Maha Pengampun, kirimlah dari langit untuk kami hujan yang lebat”
Berkata Ahmad: “Dan sungguh telah diriwayatkan kepada kami sebagian teks lafadz-lafadz ini dan sebagian makna-maknanya dalam hadits Anas bin Malik tentang Istisqa meminta hujan, dan dalam hadits Jabir dan Ka’ab bin Murrah, dan Abdullah bin Zubair dan selain mereka.” (Riwayat Al Baihaqi dalam Ma’rifatus Sunnan wal Atsar, http://www.baynoona.net/ar/article/183)