Sakit Satu, Sakit Semua

Beberapa hari belakangan, saya kembali mengenakan masker ketika pergi ke luar rumah. Tentu bukan karena wabah corona merebak lagi. Tetapi karena soal lain, yang sebetulnya tidak jauh berbeda dengan virus yang sempat bikin heboh dunia itu. Alasan saya pakai masker kembali ada dua: polusi udara yang kian buruk dan penyakit flu-batuk yang tengah saya derita. Rupanya soal polusi dan flu-batuk bukan masalah saya saja, tapi masalah bagi banyak orang di sekitar saya. Perihal polusi, telah banyak berita beredar mengenai semakin parahnya kualitas udara di Jakarta dan sekitarnya. Sementara soal flu-batuk, telah saya dengar juga berbagai kabar dari kenalan dekat maupun jauh bahwa mereka juga mengidap flu-batuk.

Saat ini penyakit yang saya derita sudah jauh membaik, walau belum sepenuhnya pulih. Pada masa-masa ketika penyakit yang saya derita mencapai puncaknya, saya sering teringat betapa indahnya nikmat sehat. Saat sakit, melakukan apa pun atau tidak melakukan apa pun sama-sama tidak enak. Memang tepat sekali bunyi sebuah pepatah Arab: ash-shihhatu taajun ‘alaa ruusil-ashihhai laa yaraaha illa al-mardha. Kesehatan adalah mahkota di kepala orang-orang sehat yang hanya dapat dilihat oleh orang-orang yang sakit. Dan betapa sahih sebuah hadis yang diriwayatkan oleh Imam Bukhari: “Ada dua nikmat yang kerap manusia lalaikan, yaitu nikmat sehat dan waktu luang.”

Sekilas perkara kesehatan tampak sebagai urusan perseorangan belaka, urusan individu yang seakan-akan tak ada kaitannya dengan kepentingan umum. Namun, kini saya melihat bahwa perkara kesehatan individu tidak bisa dipandang sesederhana itu. Ketika satu orang sakit, sesungguhnya masyarakat sebagai satu-kesatuan terganggu, bagaikan sebuah bangunan besar yang salah satu sisinya retak. Jika ada banyak orang yang sakit, jelas keutuhan dan kekuatan bangunan itu makin goyah. Dengan kata lain, kesehatan individu berpengaruh besar terhadap kemaslahatan masyarakat.

Sekitar seminggu lalu kakak saya yang ikut berjualan nasi goreng dengan suaminya cerita bahwa lapak jualannya beberapa waktu terakhir lebih sepi dari biasanya. Sepi dan ramai tentu urusan biasa bagi orang yang berjualan. Namun kakak saya menyebut, sepi kali ini terlihat tidak wajar. Memang setelahnya jumlah pembeli berangsur normal, tapi ada yang perlu dicatat soal sepinya lapak beberapa hari lalu. Saya dan kakak saya menimbang-nimbang apa kiranya penyebab berkurangnya jumlah pembeli kala itu. Dengan spontan saya bilang barangkali banyaknya orang yang terserang demam serta flu-batuk belakangan ini menjadi faktor utamanya. Sebab, nasi goreng jelas adalah salah satu hal yang bakal dihindari oleh orang-orang yang tengah dilanda batuk. Dugaan itu perlu diuji lebih lanjut. Namun setidaknya dugaan itu menjadi faktual sehubungan dengan saya dan bapak saya. Biasanya kami membeli nasi goreng di lapak jualan kakak saya setidaknya dua kali seminggu, tapi lantaran pada waktu itu kami berdua sakit, kami tidak memesan nasi goreng selama hari-hari itu.

Dalam skala yang lebih luas, kita bisa mengambil banyak contoh lain. Di lingkungan sekolah, umpamanya. Jika ada seorang guru yang sakit, lantas tidak bisa datang ke sekolah untuk mengajar, itu bisa berimbas kepada berkurangnya efektivitas pendidikan yang didapat oleh para siswa di sekolah. Siapa tahu, sekiranya guru itu tidak sakit dan bisa datang mengajar, ia bisa menyampaikan sebuah informasi atau pengajaran yang dapat menggugah diri beberapa siswa serta memberi dampak positif jangka panjang untuk siswa-siswa itu. Kita tidak pernah tahu betapa besar peran seorang guru di dalam kelas. Dan kita tidak pernah tahu bagian manakah tepatnya dari pengajaran seorang guru yang kelak sanggup menginspirasi para siswanya. Dan yang jelas, peran seorang guru hanya bisa optimal jika mereka dalam keadaan sehat walafiat.

Dalam bentuk lain, terkait pentingnya kesehatan individu, saya memperhatikan tukang cukur. Kebetulan pagi tadi saya melintasi sebuah kios pangkas rambut. Saya lihat kios itu sepi dan sang pemilik kios tengah tertidur di sebuah bangku panjang dalam kiosnya. Kios pangkas rambut itu membuat pikiran saya mengawang ke mana-mana. Saya jadi membayangkan bagaimana kiranya jika tiba-tiba semua orang (atau setidaknya sebagian besar orang) mengalami kelainan pada pertumbuhan rambutnya. Rambut mereka berhenti tumbuh atau tumbuh tapi dengan lambat. Kita mungkin berpikir masalah kesehatan rambut hanya akan jadi urusan si pemilik rambut. Tapi jika kita lihat dengan pandangan lebih luas, rupanya tidak. Kesehatan rambut seseorang juga bisa berdampak terhadap kemaslahatan para tukang cukur! Bayangkan jika semua orang mengalami suatu penyakit yang mengakibatkan kebotakan. Tentu itu akan jadi kabar buruk bagi para tukang cukur sedunia. Dan kita bisa mengganti “tukang cukur” dengan profesi-profesi lain. Tidak bakal ada bangunan jika para kuli bangunan mendadak terkena encok. Kita tidak akan makan nasi jika para petani mengalami sesak napas. Kita tidak akan bisa pergi ke mana-mana jika operator lalu lintas dan transportasi umum tiba-tiba cuti lantaran terserang gangguan pencernaan.

Singkatnya, kesehatan individu adalah urusan semua manusia secara umum. Oleh karena itu, menjaga kesehatan diri sendiri dan mengusahakan lingkungan yang sehat untuk masyarakat merupakan sebuah upaya untuk menjaga stabilitas dunia. Terdengar berlebihan memang. Stabilitas dunia! Tapi mau bagaimana lagi, memang demikianlah kenyataannya. Dan dari sini kita juga jadi mengerti bahwa doa “semoga kamu sehat selalu!” ataupun saran dari orang-orang dekat supaya kita rajin berolahraga dan menjaga pola makan bukanlah sekadar basa-basi pembasah bibir. Tips-tips kesehatan adalah rangkaian informasi yang sepatutnya kita jaga dan amalkan—karena memang sepenting itulah posisinya.

Dengan pembacaan yang lebih luas, ini juga menjadi peringatan penting bagi pemerintah yang memiliki wewenang untuk membuat aturan dan kebijakan agar lebih memperhatikan lagi sisi kesehatan dalam tiap langkah-langkah kebijakannya. Menjaga kesehatan adalah frasa yang bisa berwujud apa saja. Tidak membuang sampah sembarangan adalah menjaga kesehatan. Tidak menebang pohon secara liar adalah menjaga kesehatan. Tidak menyalahgunakan sebuah lahan adalah menjaga kesehatan. Tidak membakar sampah adalah menjaga kesehatan. Tidak membakar hutan adalah menjaga kesehatan. Kita bisa berperan untuk menjaga kesehatan masyarakat dengan merawat lingkungan dan diri sendiri semampu yang kita bisa. Sebab ketika kita mengalami batuk-batuk atau pohon-pohon di sekitar kita bertumbangan, itu bisa mengusik stabilitas masyarakat. Dan masyarakat yang stabilitasnya terusik bukanlah jenis dunia yang baik, bukanlah jenis dunia yang kita inginkan.

Author

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *