Termasuk Pelanggaran HAM, Pem-bully Bisa Masuk Bui
Published Date: 26 October 2023
Beberapa waktu terakhir kita dikejutkan dengan beberapa kasus bully atau perundungan yang terjadi di berbagai wilayah Indonesia. Kita seakan dibombardir dengan berita-berita ini. Belum selesai kita mencerna kasus bullying yang satu, kasus yang lain datang lagi. Belum jelas kabar sanksi bagi pembully di kota A, sudah muncul lagi pelaku bullying di kota B. Mirisnya, kebanyakan dari mereka masih anak Sekolah Menengah Pertama (SMP).
Dikutip dari Kompas.com, Federasi Serikat Guru Indonesia (FSGI) menyebutkan kasus perundungan (bullying) di satuan pendidikan sejak Januari sampai September 2023 tercatat mencapai 23 kasus perundungan di tiap satuan pendidikan. Dari catatan 23 kasus tersebut, 50 persen terjadi di jenjang SMP, 23 persen terjadi di tingkat SD, 13,5 persen di satuan pendidikan tingkat Sekolah Menengah Atas (SMA), dan 13,5 persen di jenjang Sekolah Menengah Kejuruan (SMK).
Bentuk perundungan yang terjadi beragam. Dari yang hanya berbentuk verbal hingga fisik. Dari yang awalnya hanya bercanda, sampai jadi beneran pukulannya. Motifnya juga bervariasi. Dari yang serius hingga yang remeh temeh.
Seperti peristiwa perundungan yang melibatkan siswa SMP 2 Cimanggu, Cilacap, Jawa Tengah beberapa waktu lalu. Video perundungan ini sempat viral di media sosial. Dalam video tersebut, terdapat satu siswa yang dipukuli oleh siswa lainnya. Bukan hanya dipukul dengan tangan, korban juga sempat ditendang hingga terpental. Dan ternyata motifnya hanya karena korban tidak mau bergabung dengan kelompok pelaku.
Ada juga perundungan atau bullying yang menjijikan yang bahkan terjadi ditingkat Sekolah Dasar (SD). Seorang anak kelas 1 SD dirundung dengan diminta meminum air kencing oleh 4 kakak kelasnya yang berada di kelas 2, 3, 4, dan 5. Meskipun dari laporan diputuskan bahwa keluarga korban dan pelaku sepakat untuk berdamai, tetapi sepertinya ‘bekas luka’ yang korban alami tidak akan hilang dalam waktu yang sebentar. Korban perundungan selalu mengalami trauma. Dia bisa saja tetap bisa pergi ke sekolah, namun sepertinya tidak bisa lagi percaya -minimal- kepada keempat orang pelaku tadi. Bahkan, dia mungkin masih menyimpan rasa takut ketika bertemu mereka. Perasaan ini tentu membuat korban tidak nyaman.
Nasib Korban Bullying
Kasus bullying selayaknya memang harus mendapatkan perhatian serius. Perlu ada treatment yang baik untuk hal ini terutama bagi korban. Korban bullying perlu mendapatkan treatment khusus untuk mengembalikan kepercayaan dirinya dalam bersosialisasi di masyarakat dan mendapatkan ketenangan dalam hidupnya seperti sebelum dia mengalami perundungan. Perlu dipertimbangkan juga kehidupan masa depannya. Jangan sampai menjadi korban membuatnya mengurung diri dan mengisolasi diri dari dunia luar. Apalagi jika pelaku mengalami depresi yang luar biasa berat yang menyebabkannya memilih untuk mengakhiri hidupnya -yang tentu saja ini bukan hal yang baik- dengan bunuh diri.
Apakah bunuh diri bagi korban bullying terkesan berlebihan? Tidak. Nyatanya, ada korban bullying yang melakukan bunuh diri dengan menggantung diri di rumahnya. Yang lebih memprihatinkan, korban masih berusia 11 tahun. Dia merupakan salah satu siswa di Kecamatan Pesanggaran, Banyuwangi, Jawa Timur. Mengutip dari CNN, korban melakukan bunuh diri karena sering diolok-olok statusnya yang merupakan seorang yatim. Dia sebelumnya sering mengeluh dirundung sepulang sekolah. Perasaan tidak nyaman yang hanya bisa dipendam sangat lama, karena ketidakmampuan untuk melawan dan mencari solusi pemecahan masalahnya, membuatnya mengalami depresi yang sangat berat dan akhirnya memilih keputusan yang salah.
Baca juga: Segalanya Berubah dan Anda Tidak Perlu Kaget
Hukuman Bagi Pem-bully
Bagaimana dengan pem-bully? Tak sedikit kasus bullying yang berakhir dengan damai. Artinya, korban telah merasakan pem-bully-an, telah mendapatkan trauma, tetapi pelaku tetap bebas. Pem-bully tidak mendapatkan hukuman apa-apa. Padahal, yang mereka lakukan telah merenggut harga diri orang lain, membuat luka fisik dan psikis, bahkan secara tidak langsung telah merenggut nyawa korban-korbannya. Pelaku bullying telah melanggar hak-hak dasar manusia di dunia; hak mendapat ketenangan, hak mendapat perlakuan baik, dan hak hidup.
Maka, tak salah jika pem-bully dianggap telah melanggar Hak Asasi Manusia (HAM). Ini sesuai dengan yang tertera di dalam Undang-undang Republik Indonesia nomor 39 tahun 1999 tentang Hak Asasi Manusia (HAM) pasal 1 ayat 6.
“Pelanggaran hak asasi manusia adalah setiap perbuatan seseorang atau kelompok orang termasuk aparat negara baik disengaja maupun tidak disengaja atau kelalaian, membatasi, dan atau mencabut hak asasi manusia seseorang atau kelompok orang yang dijamin oleh Undang-undang ini, dan tidak mendapatkan, atau dikhawatirkan tidak akan memperoleh penyelesaian hukum yang adil dan benar, berdasarkan mekanisme hukum yang berlaku.”
Lebih dari itu, dalam artikel Republika.co.id, Kombes Pol Rikwanto (Kepala Bidang Humas Polda Metro Jaya) mengungkapkan bahwa perilaku bullying merupakan tindak pidana dan pelakunya bisa dijerat Pasal 281 tentang tindakan pelanggaran kesusilaan dan kesopanan di muka umum dengan sengaja dan kesadaran. “Ancamannya adalah penjara selama dua tahun dan delapan bulan. Yang jelas, pelaku sudah melakukan pelanggaran pidana Pasal 281 KUHP,” ujarnya di Mapolda Metro Jaya, Senin (18/8).
Selain itu, pelaku perundungan di sekolah juga bisa dijerat dengan pasal serupa. Dikutip dari Hukumonline.com perilaku bullying mempunyai aspek pidana yang bisa menjerat pelakunya ke dalam hukuman bui jika di dalamnya terbukti terdapat kekerasan. Undang-undang yang dipakai adalah Undang-undang Perlindungan Anak yang mana pelakunya bisa mendapat sanksi berupa kurungan paling lama tiga tahun enam bulan dan/atau denda uang paling banyak Rp72 juta.
Bunyi Pasal 54 UU 35/2014 adalah sebagai berikut:
- Anak di dalam dan di lingkungan satuan pendidikan wajib mendapatkan perlindungan dari tindak Kekerasan fisik, psikis, kejahatan seksual, dan kejahatan lainnya yang dilakukan oleh pendidik, tenaga kependidikan, sesama peserta didik, dan/atau pihak lain.
- Perlindungan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dilakukan oleh pendidik, tenaga kependidikan, aparat pemerintah, dan/atau Masyarakat.
Selain pasal-pasal di atas, pem-bully masih bisa diberatkan dengan pasal-pasal yang lain. Mereka juga bisa dituntut ganti rugi iamteriel karena ada aspek perdata dalam perilaku bullying.
Kita semestinya sadar bahwa Allah subhanahu wata’ala telah menciptakan manusia dalam keadaan yang berbeda-beda. Perbedaan itu terletak pada suku, ras, kedudukan sosial, fisik, dan lainnya. Allah tidak menciptakan perbedaan itu untuk membuat kita saling mencela. Justru perbedaan diciptakan untuk membuat kita lebih bijaksana. Lagipula, semua manusia di mata Allah sama, yang berbeda hanya kadar ketakwaannya saja. Maka tak selayaknya kita mengolok-olok atau mem-bully manusia yang lain. Merasa lebih tinggi kedudukannya dibanding orang lain dalam hati saja tidak boleh, apalagi ditunjukkan denga cara mengolok-olok atau perundungan.
Semoga Allah menjaga kita dari sifat sombong dan angkuh. Semoga kita bisa menerima perbedaan di antara kita dan bisa membuat kita lebih menghormati sesama dan menciptakan suasana suportif dalam pergaulan di sekolah dan masyarakat. Wallahu a’lam.
Editor: Dimas Ronggo