Kemerdekaan dalam Perspektif Keislaman

Ketika berbicara tentang kemerdekaan Indonesia maka alur pembicaraannya akan selalu mengarah kepada bagaimana kita berjuang dan memukul mundur para penjajah yang ada di tanah air, sehingga mereka menyingkir dan pergi dari negara Indonesia yang kita cintai, sampai pada titik di mana kita dapat berdaulat dan mengatur negara ini secara independen,[1] akan tetapi pernahkah kita sebagai seorang muslim mempertanyakan tentang makna sebenarnya dari kemerdekaan itu, dan bagaimana sebagai seorang muslim memahami keterkaitan antara Islam dan kemerdekaan.

Merdeka dalam KBBI diartikan sebagai bebas (dari perhambaan, penjajahan, dan sebagainya), berdiri sendiri. Sedangkan kemerdekaan diartikan sebagai keadaan berdiri sendiri tidak terjajah atau bebas atau bahkan kebebasan.[2] Dapat diartikan bahwa sifat merdeka ini adalah sifat yang secara tidak langsung haruslah melekat pada setiap individu manusia.[3]

Dalam perspektif keislaman, kemerdekaan merupakan keistimewaan yang diberikan oleh Allah Ta’ala secara khusus kepada manusia sebagai khalifah di muka bumi.[4] Hal ini selaras dengan firman Allah,

وَلَقَدْ كَرَّمْنَا بَنِىٓ ءَادَمَ وَحَمَلْنَٰهُمْ فِى ٱلْبَرِّ وَٱلْبَحْرِ وَرَزَقْنَٰهُم مِّنَ ٱلطَّيِّبَٰتِ وَفَضَّلْنَٰهُمْ عَلَىٰ كَثِيرٍ مِّمَّنْ خَلَقْنَا تَفْضِيلًا[5]

“Dan sesungguhnya telah Kami muliakan anak-anak Adam, Kami angkut mereka di daratan dan di lautan, Kami beri mereka rezeki dari yang baik-baik dan Kami lebihkan mereka dengan kelebihan yang sempurna atas kebanyakan makhluk yang telah Kami ciptakan.”(QS. Al-Isra 70)

Dalam tafsir Bahrul Muhith dikatakan bahwa ayat ini, disamping menerangkan tentang kemuliaan manusia yang berupa ilmu dan akal, manusia juga memiliki kemuliaan lain yaitu kebebasan.[6] Dari pengertian tersebut dapat dikatakan bahwa kemerdekaan merupakan salah satu bentuk kemuliaan yang harus dimiliki dan didapatkan oleh manusia.

Ketika kita sudah masuk ke dalam pembahasan tentang kemerdekaan, maka kemerdekaan seperti apa yang harus dimiliki agar dapat mencapai derajat kemuliaan sebagai seorang muslim? Dalam sebuah riwayat ada seorang sahabat yang ditugaskan untuk memimpin peperangan dengan Persia, beliau adalah Rib’i bin Amir Radhiyallahu ‘anhu. Sebelum perang Qadisiyyah dimulai, sahabat Rib’i ditanya oleh seorang panglima perang Persia bernama Rustum tentang tujuan daripada kedatangan kaum muslimin, maka sahabat Rib’i menjawab kedatangannya bertujuan untuk memerdekakan manusia dari penghambaan terhadap manusia lainnya, menuju penghambaan manusia kepada Rabb Semesta alam yaitu Allah Ta’ala.[7]

Dalam hal ini dapat disimpulkan bahwa kemerdekaan yang dimaksud oleh Islam adalah kemerdekaan manusia terhadap sifat ketergantungan atau menghamba kepada manusia lainnya menuju penghambaan penuh kepada Allah Ta’ala.

Kemerdekaan Sempurna

Kemerdekaan yang diajarkan Islam merupakan kemerdekaan yang sempurna dan bersifat universal, karena sifatnya yang mengakomodir dari segi lahir dan batin, dari segi kebatinan kemerdekaan yang ditawarkan oleh Islam adalah merdeka atau bebas dari segala bentuk penghambaan kepada selain Allah Ta’ala, sedangkan dari segi lahir nya kemerdekaan yang ditawarkan adalah kemerdekaan dari kesempitan dunia dan ketidakadilan menuju kelapangan dan keadilan Islam.

Kemerdekaan yang asasi adalah ketika manusia berada dalam posisi fitrahnya yaitu berislam dan bertauhid. Karena tidak ada kemerdekaan bagi mereka yang tidak bertauhid kepada Allah Ta’ala, sebab bentuk penghambaan kepada Allah Ta’ala merupakan kemerdekaan sejati yang menolak perbudakan kepada manusia lainnya.[8]

Dalam pandangan Islam, kemerdekaan yang hakiki sejatinya dimiliki manusia ketika ia dilahirkan,[9] disebut demikian karena Islam memandang bahwa makna kemerdekaan adalah berislam dan bertauhid alias tidak ada lagi penghambaan kepada sesama makhluk yang merupakan bentuk dari perbudakan, yang ada hanyalah penghambaan kepada Allah Ta’ala yang merupakan satu-satunya Tuhan yang berhak kita sembah.

Dan mengapa disebutkan bahwa setiap manusia dilahirkan dalam kondisi merdeka (berislam dan bertauhid)? Sebab setiap manusia yang dilahirkan didunia ini telah bersaksi kepada Allah Ta’ala bahwa tiada tuhan selain Allah Ta’ala,[10] maka kemerdekaan yang hakiki ini akan tetap bertahan jika ia tetap memegang fitrahnya yaitu hanya menghamba kepada Allah Ta’ala saja, dan memegang teguh ajaran Islam ini tanpa harus menghamba kepada sesama makhluk yang diciptakan oleh Allah Ta’ala di muka bumi.

Sehingga pemaknaan kemerdekaan yang harus dimiliki setiap muslim di dunia ini dan khususnya di Indonesia semestinya dimaknai sebagai merdeka atau terbebasnya diri dari segala bentuk penyimpangan yang membelokkannya dari jalan fitrah yaitu bertauhid dan berislam. Sehingga kemerdekaan yang hakiki haruslah dapat membuat seorang muslim bebas untuk mengimplementasikan tauhid dan segala macam ajaran agama Islam yang lurus seumur hidupnya, jika hal tersebut sudah tercapai maka manusia tersebut  dapat dikatakan sebagai manusia yang merdeka, insyaallah.

Pada akhirnya, wajib bagi kita mengimani bahwa kemerdekaan ini merupakan salah satu daripada nikmat yang Allah Ta’ala berikan kepada kita kaum muslimin di Indonesia. Tidak dapat dipungkiri bahwa peran seluruh umat Islam sangatlah besar terkait dengan kemerdekaan, hal tersebut selaras dengan pengakuan para pendiri bangsa dalam naskah UUD tahun 1945.[11] Maka, sungguh sangat perlu bagi kita untuk dapat mensyukuri nikmat yang Allah Ta’ala berikan tersebut dengan sebenar-benarnya syukur, bukan tidak mungkin jika kita tidak bersyukur dengan benar maka nikmat ini dapat dicabut kembali.[12]

Kita dapat bersyukur dengan lisan lewat zikir, mendoakan para pahlawan-pahlawan muslim yang gugur pada masa perjuangan, menegakkan syariat Allah Ta’ala, dan menjaga negara ini dengan tidak mengerjakan dan membiarkan perbuatan – perbuatan yang berakibat dosa merajalela, sehingga nikmat kemerdekaan ini tetap di teguhkan kepada kita bangsa Indonesia ini, Amiin.

Wallahua’lamu bishowab.

Referensi:

  • [1] “Freedom, Independence, and Autonomy: A Little More Accuracy Please”. The Tibetan Political Review. 3 Februari 2014.
  • [2]  merdeka/mer·de·ka/ /merdéka/ a 1 bebas (dari perhambaan, penjajahan, dan sebagainya); berdiri sendiri: sejak proklamasi tanggal 17 Agustus 1945 itu, bangsa kita sudah –; 2 tidak terkena atau lepas dari tuntutan: — dari tuntutan penjara seumur hidup; 3 tidak terikat, tidak bergantung kepada orang atau pihak tertentu; leluasa: majalah mingguan –; boleh berbuat dengan –; kemerdekaan/ke·mer·de·ka·an/ n keadaan (hal) berdiri sendiri (bebas, lepas, tidak terjajah lagi, dan sebagainya); kebebasan: – adalah hak segala bangsa; https://kbbi.web.id/merdeka. Diakses pada 08.44/ 03/08/2023.
  • [3] Wilujeng, Sri Rahayu. “Hak Asasi Manusia: Tinjauan dari aspek historis dan yuridis.” Humanika 18, no. 2 (2013).
  • [4] Saihu, Made. “Eksistensi Manusia Sebagai Khalifah Dan Implementasinya Dalam Pendidikan Islam.” Andragogi: Jurnal Pendidikan Islam Dan Manajemen Pendidikan Islam 4, no. 02 (2022): 400-414.
  • [5] https://tafsirweb.com/4674-surat-al-isra-ayat-70.html.
  • [6] Abu Hayyan al-Andalusi, Tafsir Al-Bahr al-Muhith, Dar Al Kitab Al Ilmiyyah, Beirut-Libanon, 1993. P.58-61.
  • [7] Abdul baqi ramdhun, Al Jihad Sabiluna, Surakarta : Al-Alaq Pustaka., 2000. P.159.
  • [8] Syaikh Ibnu Utsaimin rahimahullah, Syarah Al-Aqidah Al-Washithiyyah. Dar Ibnul Jauzi Saudi. Cetakan ke enam. 2001. P. 2.
  • [9]وَاِذْ اَخَذَ رَبُّكَ مِنْۢ بَنِيْٓ اٰدَمَ مِنْ ظُهُوْرِهِمْ ذُرِّيَّتَهُمْ وَاَشْهَدَهُمْ عَلٰٓى اَنْفُسِهِمْۚ اَلَسْتُ بِرَبِّكُمْۗ قَالُوْا بَلٰىۛ شَهِدْنَا ۛاَنْ تَقُوْلُوْا يَوْمَ الْقِيٰمَةِ اِنَّا كُنَّا عَنْ هٰذَا غٰفِلِيْنَۙ Artinya : (Ingatlah) ketika Tuhanmu mengeluarkan dari tulang punggung anak cucu Adam, keturunan mereka dan Allah mengambil kesaksiannya terhadap diri mereka sendiri (seraya berfirman), “Bukankah Aku ini Tuhanmu?” Mereka menjawab, “Betul (Engkau Tuhan kami), kami bersaksi.” (Kami melakukannya) agar pada hari Kiamat kamu (tidak) mengatakan, “Sesungguhnya kami lengah terhadap hal ini,” Q.S. Al A’araf : 172. Diakses di : https://litequran.net/al-araf.
  • [10] Abu Abdillah Muhammad bin Ahmad bin Abi Bakar al-Qurthubi, Tafsir al-Qurthubi” al-Jami’ Li Ahkami al-Quran wa al-Mubayyin Lima Tadhammanahu Mina al-Sunnah wa Ayi al-Furqan, al-Resalah Publisher (Mu’assasah al-Risalah) Beirut – Lebanon, 2006. P.375.
  • [11]“ Atas berkat rakhmat Allah Yang Maha Kuasa dan dengan didorongkan oleh keinginan luhur, supaya berkehidupan kebangsaan yang bebas, maka rakyat Indonesia menyatakan dengan ini kemerdekaannya.”
  • https://www.dpr.go.id/jdih/uu1945
  • [12] وَاِذْ تَاَذَّنَ رَبُّكُمْ لَىِٕنْ شَكَرْتُمْ لَاَزِيْدَنَّكُمْ وَلَىِٕنْ كَفَرْتُمْ اِنَّ عَذَابِيْ لَشَدِيْدٌ Artinya : (Ingatlah) ketika Tuhanmu memaklumkan, “Sesungguhnya jika kamu bersyukur, niscaya Aku akan menambah (nikmat) kepadamu, tetapi jika kamu mengingkari (nikmat-Ku), sesungguhnya azab-Ku benar-benar sangat keras.” Q.S. Ibrahim : 7. Diakses : https://litequran.net/ibrahim.

Author

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *