Mengajak Guru Meningkatkan Potensi Diri

Semua sepakat bahwa profesi menjadi seorang guru, merupakan profesi yang kekal dalam ingatan sepanjang masa. Negara dibangun di atas nilai-nilai pikiran serta perjuangan guru di dalamnya. Generasi tumbuh disemai lalu memanen masa depan karena campur tangan guru yang tidak sederhana. Itulah mengapa guru merupakan potret mulia dalam ingatan abadi siapa saja.

Namun, tiap tahun kita memperingati Hari Guru, tiap tahun itu pula guru merasa mendapat nilai mulia di hari tersebut. Sisanya, para guru menjalani kehidupan dengan rutinitas sama, seperti halnya dengan profesi lain. Profesi guru ini merupakan karir seumur hidup dan ada konsekuensinya atas pekerjaan dibidang ini, dan fokus utanya terletak pada pengabdin dan tanggung jawab moril sesuai dengan bidang keilmuan keguruan (Lestari, 2021)

Guru di Indonesia sudah menjadi profesi penting dalam kehidupan sejarah bangsa. Sebelum dimulainya Politik Etis oleh Belanda di awal abad ke 19, profesi guru banyak diambil oleh dalam pengajaran nilai agama yang bermuatan moral serta kemampuan kecakapan hidup. Lembaga yang memfasilitasi hal tersebut didominasi oleh pondok pesantren, surau, dayah, atau meunasah. Disana para murid didik dengan penuh kesederhanaan di hadapan guru. Momentum tersebut dikemudian hari menjadi model perlawanan dalam pergerakan nasional saat melawan kolonialisme. Sehingga tak heran jika Belanda akhirnya mulai merasa perlu memodernisasikan beberapa lembaga pendidikan untuk mentransformasikan nilai kurikulum Barat.

Kahin dalam Nasionalisme dan Revolusi di Indonesia (2013) menggarisbawahi dengan memberikan pendidikan Barat kepada penduduk Indonesia, setidaknya kepada kaum elite, maka mereka dapat dibuat menyimpang dari jalur Islam ke arah kesatuan budaya dengan orang Belanda, dan hal itu akan “melenyapkan semua signifikansi sosial maupun politik dari perbedaan agama.”

Maka tak heran bila profesi guru adalah profesi paling rentan dengan berbagai kepentingan dan politisasi. Sehingga cukup maklum pula bila belakangan data menunjukkan guru merupakan korban terbanyak yang terjerat dalam tipu muslihat pinjaman online. Tak jadi barang baru juga bila akhirnya profesi guru menjadi bulan-bulanan indikator sukses atau tidaknya pendidikan dalam pandangan para orang tua siswa. Padahal, pendidikan milik bersama, sama halnya dengan pengasuhan.

Jumlah guru di Indonesia, bisa disebut sebagai profesi paling banyak dipilih sebagai tempat akhir dari kebingungan ijazah pendidikan tinggi. Walau pemerintah telah mengeluarkan regulasi berupa standar sebagai guru, tetap hal demikian tidak menjawab jumlah kebutuhan sekolah yang ada dan terus tumbuh. Pemerintah tidak diam saja, berbagai aturan kembali didorong agar guru sampai pada kompetensi profesionalitas di hadapan siswa demi terwujudnya kemajuan bangsa. Walau sekali lagi, tak jarangdi mata guru, pemenuhan ini tergolong sebagai formalitas untuk memperoleh tunjangan sertifikasi, memperbanyak cakupan tugas administrasi guru, hingga membuat guru kian sulit untuk menjadi sehat mentalnya.

Kemendikbudristek dan Litbang Media Indonesia pada terbitannya 26 November 2023 merilis beberapa permasalahan guru yang mengemuka, di antaranya kurangnya perhatian pemerintah terhadap kesejahteraan guru, status guru sebagian besar masih honorer, kompetensi yang masih rendah dengan tuntutan pembelajaran di kelas yang tinggi, dan pemerintah masih membeda-bedakan status guru. PR tersebut adalah pekerjaan kebijakan yang belum selesai dan kian menambah daftar panjang permasalahan guru nantinya dari masa ke masa.

Memang sudah ada beberapa langkah antisipatif pemerintah dalam hal tersebut seperti transformasi tata kelola guru, menjadikan guru sebagai profesi nomor satu, perguruan tinggi perlu menyiapkan calon guru unggul, profesional, dan berkelas dunia. Selain itu juga pemerintah mendorong pembinaan dan pengembangan karir guru sesuai basis kebutuhan dengan pemberian penghargaan dan penghormatan. Tak lupa juga pemberian penghasilan memadai dan kebutuhan hidup yang layak bagi seluruh guru.

Artinya, pemerintah sudah cukup serius melakukan upaya penyelesaian tersebut, namun perlu juga menghidupkan kesadaran dari dalam diri guru itu sendiri. Hal ini bagi seorang guru dengan keterbatasan waktu yang dimiliki, tersebab tuntutan kurikulum serta pemenuhan administrasi, membuat para guru, sekali pun memiliki keluangan waktu, hal itu belum tentu digunakan untuk menyiasati rencana masa depan mereka yang lebih menjanjikan dan membuat hari tua cukup nyaman melalui penanaman benih di masa produktif kala mereka menjadi guru.

Pada titik ini, kekuatan dan ketangguhan guru sangat diperlukan. Di tengah gempuran tantangan, mereka tetap bertahan menemani anak-anak bangsa dengan beragam problem pribadinya. Para guru tersebut mungkin tak mendapat gaji memadai, tak terjamin ketika mereka sakit, tak dapat jaminan hari tua, atau dengan mudah disepelekan masyarakat karena kurang sejahtera. Namun, hidup selalu menghadirkan kejutan. Kita sering mendapat cerita tentang guru-guru tangguh yang tetap bertahan menemani anak-anak dengan telaten. Penggerak utama guru-guru ini untuk tetap bersetia menemani anak-anak bangsa adalah hati yang lapang dan dedikasi yang luhur. Mereka menjadi anomali dan paradoks yang indah. (Anggi Afriansyah dalam artikel Dedikasi Luhur Guru pada Harian Kompas Digital, 28 November 2023).

Memaksimalkan Potensi Guru

Setidaknya ada dua potensi setiap manusia yang dimiliki, terlebih saat mereka tumbuh menjadi manusia dewasa. Dua potensi tersebut adalah ilmu dan waktu. Pun halnya ia adalah seorang guru. Dua senjata tersebut merupakan citra diri seorang guru yang berlandaskan pada nilai prinsip serta ideal. Perhatian masyarakat saat disebut guru, ia adalah sosok berilmu dan perhatian pada waktu. Tak heran bila M. Natsir seringkali mewanti-wanti pada para muridnya untuk berkomitmen pada 3 hal, yakni mengikhlaskan perbuatan dan dedikasi karena Allah dalam tugas mendidik serta dakwah, senantiasa berbenteng di hati umat dalam segala langkah serta tindakan, dan terakhir ialah selalu ingat waktu atau menunjuk pada jam yang dipakan seraya menyatakan “jam berapa ini?” sebagai bentuk komitmen atas waktu yang dipunya.

Bila sudah demikian, maka ada beberapa investasi yang perlu dilakukan seorang guru dalam memaksimalkan potensi kebermanfaatan dirinya. Bila hal tersebut berkaitan dengan ilmu, hendaklah para guru senantiasa memacu dirinya untuk tak pernah berhenti belajar. Ironis bila seorang guru hanya mengajar hal sama dari waktu ke waktu sekali pun jaman sudah berubah dan generasi telah berganti. Itu artinya, apa yang diajarkan, hanya sebatas apa yang ia ketahui sejak ia masih belajar. Padahal hari ini lapangan informasi telah terbuka luas untuk diakses dan dapat menjadi medium improvisasi ilmu serta pengalamannya.

Aktualisasi ilmu seorang guru juga dapat dilakukan melalui giat untuk menulis, karena kemampuan membaca dan memperbarui informasi, semestinya selaras dengan kemauan menulis hingga menerbitkannya. Tulisan seorang guru, seharusnya merupakan tulisan jernih, objektif, mewakili kegelisahan, dan selalu menghadirkan solusi. Sebagaimana karakter seorang guru yang menjadi patron atas nilai-nilai kebaikan di tengah masyarakat.

Potensi lain yang dapat dioptimalkan seorang guru, ialah kemampuan untuk mengalokasikan waktu. Seorang guru, semestinya tak perlu lagi diragukan koitmennya atas waktu dan disiplinnya atas agenda yang telah diketahui dan tersusun dengan baik. Itulah mengapa, waktu seorang guru bisa dioptimalkan secara simultan dengan menggunakan berbagai konsep pengaturan waktu ideal. Meminimalisir penggunaan gawai, khususnya hal yang dapat menarik diri pada tindakan layanan pinjaman online, merupakan dampak bahwa guru tak bisa memanfaatkan waktu dengan baik. Kepuasan intrinsiknya dalam melihat sesuatu untuk memnuhi kebutuhan sekunder atau bahkan tersier, membuat dirinya terlena untuk mengambil cicilan dan terlilit utang di atasnya. Jika demikian, gaji hanya habis sebagai pemenuhan angsuran semata.

Padahal gawai dan waktu bisa dioptimalkan dengan biak, semisal guru dapat mencari peluang belajar investasi keuangan dengan baik dan cermat. Memulai suatu dari hal sederhana sebagai bentuk progres perencanaan keuangan di masa datang. Uang tersebut dapat juga diputar di koperasi yang amanah, selain tentunya mengikuti arisan di kalangan komunitas guru.

Bila guru-guru masa lalu, banyak waktu karena tak banyak beban administrasi di masa itu, sehingga mereka dapat memiliki peternakan ayam atau kios kelontong untuk kesejahteraan keluarga. Maka guru hari ini dituntut untuk lebih inovatif dalam menyiapkan proses kehidupan selanjutnya setelah tak lagi menjadi guru. Dua hal kebiasaan di atas, baik investasi atas ilmu dengan memulai menulis buku dan menerbitkannya, serta mengalokasikan waktu untuk mempelajari investasi keuangan dengan cermat. Bisa menjadi alternatif menyambut hari tua lebih baik. Sebab, tak sedikit di antara para guru, setelah ia pensiun, mereka benar-benar menjadi purna atas segala hal, purna ilmunya, dan tuna (kehilangan) waktunya, untuk hal-hal yang saat muda tak benar-benar disiapkan dengan sebaik-baiknya.

Author

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *