Belajar Mencintai Matematika

Bagi kebanyakan orang, pelajaran matematika bagaikan monster yang menakutkan. Mendengarnya saja sudah terbayang angka-angka dan rumus yang sulit, apalagi mengerjakannya, seringkali menghasilkan rasa pusing dan mengantuk, kadang kala pelajaran belum dimulai pun, sudah dirasakan sakit pada kepala dan berakhir dengan nilai di bawah KKM. Bener gak?

Berdasarkan hasil riset Trends in International Mathematics and Science Study (TIMSS), pada tahun 2015 Indonesia berada di posisi 44 dari 49 negara dalam hal kemampuan matematika pada siswa kelas IV SD. Sedikit banyak hal tersebut menggambarkan bahwa kemampuan matematika siswa Indonesia masih di bawah rata-rata internasional. Kira-kira kenapa ya?

Padahal matematika adalah salah satu ilmu yang mulai dipelajari manusia saat mereka sudah dapat mendengar dan berbicara. Ketika kecil, sering kali orang dewasa sudah mengajarkan berhitung 1 sampai 10. Kemudian berlanjut ke angka-angka besar hingga masuk ke operasi dasar seperti penjumlahan dan pengurangan.

Rendahnya kemampuan matematika dasar para siswa Indonesia sedikit banyak dipengaruhi oleh pendidikan di rumah dan di jenjang sekolah tingkat dasar atau TK. Di rumah, banyak orang tua yang tidak menanamkan bahwa matematika dasar itu sangat penting untuk kehidupan bahkan sebagian mereka menakuti anak-anaknya kalau matematika itu sulit. Hal tersebut berlanjut di sekolah, para guru langsung menjejali siswa dengan rumus-rumus, teori-teori, dan tanpa pandang bulu menyamaratakan standar untuk semua siswa.

Belum lagi metode pengajaran matematika yang membosankan menambah “rapor buruk” mapel matematika di kehidupan siswa. Tidak ada atau minimnya penjelasan serta cerita mengapa matematika itu penting di kehidupan manusia yang seharusnya ditanamkan sejak dini bahkan sebelum anak masuk sekolah.

Efek ketiadaan motivasi siswa dan pengajaran yang dipaksakan di pendidikan dasar membuat siswa membenci dan merasa kesulitan terhadap ilmu matematika. Akhirnya berlanjut ke tingkat menengah pertama dan atas, dimana siswa “dipaksa” menelan kembali teori lanjutan yang tentunya lebih sulit. Di akhir, hanya segelintir siswa yang memang mereka mampu secara kecerdasan untuk dapat mengikuti pembelajaran. Sisanya atau kebanyakan mereka bingung dan hanya asal jawab saja, yang penting mendapat nilai kemudian lolos KKM untuk bisa dapat ijazah. Mereka tidak menjiwai ilmu matematika bahkan hal paling dasar sekalipun (seperti penjumlahan atau pengurangan) ditambah kebencian yang besar terhadap matematika setelah mereka lulus jenjang SMA.

Akhirnya prinsip dasar matematika, yaitu berpikir logis, tidak dimiliki banyak masyarakat Indonesia. Hal tersebut tampak dari sikap dan perilaku masyarakat yang mudah terbawa arus informasi hoaks, penipuan, dan kalah bersaing dengan masyarakat internasional.

Belum lagi jika ditinjau dari kacamata Islam. Ketiadaan cara berpikir logis dan kemampuan dasar matematika menyebabkan banyak masyarakat islam yang buta terhadap syariat zakat, warisan, dan perniagaan. Mudah ditipu oleh orang-orang zhalim dan kaum kuffar dalam segala hal.

Sedih melihat fenomena ini terjadi di Indonesia sepanjang tahun dan senantiasa berulang. Indonesia membutuhkan kerjasama secara menyeluruh dari tingkat pemerintah pusat hingga orang tua untuk mengembalikan mindset tentang matematika itu tidak penting, patut dibenci dan dijauhi, menjadi ilmu penting yang perlu dipelajari oleh banyak orang (ilmu dasarnya) dan tidak patut dibenci. Memang tidak semua orang harus mengerti seluk beluk matematika. Namun suatu hal yang sangat mungkin bagi masyarakat untuk setidaknya melek terhadap angka-angka dan operasi dasar (penjumlahan & pengurangan).

Memang akan sulit jika mengubah mindset dilakukan sekaligus dan besar-besaran dalam skala negara. Karena itulah proses pengubahan hendaknya dimulai dari skala kecil, yaitu dari ruang lingkup keluarga dan pribadi guru-guru matematika.

Dalam skala keluarga atau rumah, orang tua hendaknya mengenalkan angka-angka dengan metode yang menyenangkan bisa menggunakan alat peraga yang ada di dalam rumah, video (yang sangat mudah diakses saat ini), melalui kisah-kisah, diajak ke tempat rekreasi sembari ditunjukkan angka-angka, atau metode lainnya yang menyenangkan. Kegiatan ini bisa dilakukan dengan fleksibel kapan saja dimana saja dan dapat diterapkan semenjak anak sudah bisa berbicara. Yang diajarkan pun hanya sebatas angka-angka satuan hingga puluhan. Jika sudah mahir, maka di umur 4-6 tahun dilanjutkan dengan bilangan yang lebih besar seperti ratusan hingga ribuan.

Kegiatan pengenalan angka-angka hendaknya tidak dilakukan dengan paksaan, yakni jika anak tidak dalam kondisi tenang, hatinya senang, atau tidak sedang penasaran, maka jangan sekali-kali dipaksakan. Karena nanti siswa tidak akan memahami dengan baik dan akan timbul di kemudian hari adalah persepsi yang buruk terhadap ilmu hitung.

Secara umum, porsi pengajaran matematika lebih banyak diambil oleh lembaga pendidikan. Namun hendaknya orang tua tidak melepas begitu saja pengajaran tersebut kepada lembaga pendidikan tanpa ada pengawasan ataupun dukungan. Terlebih jika ternyata lembaga pendidikannya pun tidak memerhatikan pemahaman siswa dalam matematika. Jika orang tua tidak mampu mengajarkan, hal paling minimal yang bisa dilakukan adalah menanamkan ke anaknya bahwa ilmu hitung dasar adalah ilmu yang penting serta harus dikuasai dan sebisa mungkin menghindarkan anaknya memiliki persepsi buruk terkait matematika.

Dalam ruang lingkup guru matematika, para guru hendaknya mengawali pengajaran matematika dengan menanamkan motivasi dan manfaat mempelajari matematika. Penanaman motivasi ini hendaknya dilakukan dengan suasana yang menyenangkan serta melibatkan contoh-contoh nyata di kehidupan sehari-hari. Sehingga siswa lebih mudah memahami esensi mempelajari matematika. Metode pengajaran pun perlu diperhatikan, seperti memberikan games di sela-sela waktu, bercerita, juga meminta siswa untuk aktif berpartisipasi di kelas bahkan memberikan hadiah jika perlu, dapat menghilangkan kejenuhan menerima materi satu arah. Memberikan trik-trik sederhana, tentunya setelah konsep dasar yang benar dijelaskan, juga dapat dilakukan.

Berbagai metode pengajaran dan materi ajar yang diberikan tersebut tidak lain bertujuan untuk menghilangkan mindset bahwa matematika itu tidak penting, menyusahkan, sulit dan lain sebagainya. Setelah itu diharapkan siswa menyadari begitu pentingnya ilmu matematika di kehidupan sehari-hari sehingga mereka pun termotivasi untuk lebih giat dalam memahami ilmu matematika dalam tahap minimal.

Guru juga perlu memiliki acuan yang jelas terkait standar kompetensi lulusan (SKL) matematika di tingkat tersebut. Acuan ini hendaknya bersifat fleksibel dalam artian perlu mempertimbangkan kompetensi tiap peserta didiknya kecuali kemampuan minimum yang perlu dimiliki setiap siswa seperti pengenalan terhadap angka dan operasi dasar. Sehingga dalam pengajaran pun tidak menyama-ratakan potensi setiap siswa dalam matematika. Karena sudah dipahami bahwa ada siswa yang mampu dan ada yang kurang mampu memahami konsep matematika. Hal ini pun perlu disampaikan kepada siswa bahwa mereka semua tidak diwajibkan faham seluruh materi matematika kecuali materi dasar (mengenal angka dan operasi dasar). Sebab, hanya itulah bagian matematika yang wajib difahami, adapun sisanya wajib dipahami bagi siswa yang ingin melanjutkan ke jenjang berikutnya.

Selanjutnya, siswa yang memiliki kemampuan matematika menengah ke atas difasilitasi dengan tambahan materi dan soal-soal sehingga semakin terasah konsepnya. Sedangkan siswa yang memiliki keterbatasan dalam memahami matematika ditekankan untuk cukup memahami ilmu dasar matematika yang nanti akan digunakan dalam kehidupan sehari-hari. Kurikulum “merdeka belajar” yang sedang digarap kementrian pendidikan diharapkan bisa memfasilitasi pendidikan yang mengarah kepada pengembangan potensi siswa bukan lagi semata-mata menjejalkan semua siswa materi yang sama rata.

Penjelasan terkait motivasi, manfaat nyata matematika, ilmu matematika dasar yang harus diketahui, serta tidak adanya pemaksaan dalam memahami semua materi perlu disisipkan secara berkala kepada siswa sehingga sedikit demi sedikit mindset siswa bahwa matematika itu tidak penting, sulit, dan tidak berguna bisa hilang seiring dengan waktu. Dengan hilangnya mindset negatif tersebut, maka diharapkan motivasi dan rasa ingin tahu yang tinggi akan muncul sehingga siswa lebih mudah memahami dan bersemangat dalam mengikuti pembelajaran matematika.

Ada banyak cara dan metode dalam memasyarakatkan matematika. Mengenalkan dan menanamkan mindset positif terhadap matematika di ruang lingkup kecil (keluarga dan kelas) dengan cara-cara sederhana adalah salah satunya, sebagaimana yang telah diuraikan di atas. Cara ini diharapkan dapat meningkatkan pemahaman siswa terhadap logika bepikir dan ilmu dasar matematika yang kelak akan membentuk masyarakat yang lebih baik dan lebih terarah dalam befikir serta mampu bersaing dengan masyarakat asing di berbagai bidang.

Ghazi Zulhazmi
[Matematika dan Sepak Bola.]

About Author

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *