Ya’juj dan Ma’juj: Ketika Nama Allah Disebut dalam Usaha Mereka!

Umat muslim meyakini bahwa dunia yang manusia tinggali saat ini akan berakhir. Keyakinan tersebut merupakan perkara mutlak sebagai salah satu rukun iman yang wajib diyakini. Meski hari kiamat menjadi kepastian yang akan datang namun tidak ada seorang pun di dunia yang mengetahui hal tersebut kecuali Allah, selaku Tuhan semesta alam. Allah berfirman dalam surat Al-A’raf ayat 187, “Katakanlah: Sesungguhnya pengetahuan tentang bari kiamat itu adalah di sisi Allah, tetapi kebanyakan manusia tidak mengetahui”. Hanya saja Allah tetap memberikan ‘clue‘ kepada umat manusia melalui tanda-tanda semakin dekatnya hari kiamat, salah satunya dengan kehadiran satu kaum bernama Ya’juj dan Ma’juj di muka bumi.

Kehadiran Ya’juj dan Ma’juj bahkan menjadi salah satu tanda-tanda besar menjelang hari kiamat. Kedatangan kaum tersebut terjadi setelah hadirnya fitnah Dajjal dan turunnya Nabi Isa alaihissalam dari langit. Menunjukkan bahwa Ya’juj dan Ma’juj bukanlah kaum sembarangan. Bahkan dalam kisah lampau dan cerita tentang munculnya mereka di masa mendatang selalu identik dengan kehancuran dan kebinasaan bagi manusia yang lain.  Interaksi gerombolan Ya’juj dan Ma’juj dengan bangsa lain, pada puncak gejolak dan klimaks kekuatan mereka, adalah keliaran, keganasan, dan barbar, tidak mengenal belas kasihan di hati mereka (Al-Mahi Ahmad, 2022). Gambaran tersebut menjadi kengerian tersendiri bagi umat manusia di manapun berada.

Saking ngerinya visualisasi tentang Ya’juj dan Ma’juj membuat mereka jadi seperti mitos bagi sebagian manusia yang tidak percaya tentang adanya hari kiamat. Ya’juj dan Ma’juj dianggap sebagai kisah fiksi saja, terlalu berlebihan dan mengada-ada. Apalagi sampai kini belum ada yang mengetahui di mana letak mereka ‘disembunyikan’ dari manusia lain. Bagi mereka yang hanya meyakini segala sesuatu secara empiris dengan panca indera, ketiadaan tanda-tanda di masa kini tentang keberadaan mereka tentu saja membuatnya sulit dipercayai. Mendorong banyak penelitian dan riset untuk mencari tahu keberadaan mereka. Apakah Ya’juj dan Ma’juj memang sungguh ada atau hanya sekadar kisah rekaan saja.

Menurut Dr. asy-Syafi’ al-Mahi Ahmad, dalam Ya’juj dan Ma’juj: Riwayat Sang Penghancur Peradaban Bangsa-Bangsa di Dunia Sepanjang Masa, kisah tentang kaum ini telah disebutkan tidak hanya di dalam Al-Qur’an tetapi juga terserak di dalam kitab Injil. Diketahui bahwa nama lain mereka adalah Gog dan Magog. Mereka dianggap keturunan dari Nabi Nuh dari salah satu anaknya yang bernama Yafits. Mereka terus beranak pinak di satu wilayah yang telah ditentukan di permukaan bumi. Ya’juj dan Ma’juj dianggap memiliki kedekatan karakteristik dengan bangsa Mongol yang tinggal di wilayah pegunungan yang tinggi serta memiliki cuaca ekstrim, di mana memiliki suhu yang sangat dingin pada satu waktu, tapi dapat berubah menjadi panas menyengat di waktu lainnya. Budaya penaklukan juga berkembang menjadi tujuan hidup kaum ini. Hal itu tentu saja sangat mengkhawatirkan bangsa lain di muka bumi, hingga pada satu waktu di zaman Duzlqarnain ada yang mengadukan keberadaan Ya’juj dan Ma’juj.

Hingga apabila dia telah sampai di antara dua buah gunung, dia mendapati di hadapan kedua bukit itu suatu kaum yang hampir tidak mengerti pembicaraan. Mereka berkata: “Hai Dzulkarnain, sesungguhnya Ya’juj dan Ma’juj itu orang-orang yang membuat kerusakan di muka bumi, maka dapatkah kami memberikan sesuatu pembayaran kepadamu, supaya kamu membuat dinding antara kami dan mereka?” (Al-Kahfi: 93-94)

Permintaan tersebut disambut baik Dzulqarnain dengan menolak imbalan mereka, sebab apa yang Allah anugerahkan lebih baik dari yang mereka tawarkan. Maka beliau meminta kekuatan mereka untuk membuat dinding pembatas untuk menjadi penghalang antara dua kaum tersebut. Hingga kemudian jadilah pembatas dari potongan-potongan besi yang telah dialiri tembaga mendidih untuk mengokohkan bangunan pembatas tersebut.

“Dzulkarnain berkata: “Ini (dinding) adalah rahmat dari Tuhanku, maka apabila sudah datang janji Tuhanku, Dia akan menjadikannya hancur luluh; dan janji Tuhanku itu adalah benar” (Al-Kahfi: 98). Perkataan Dzulqarnain tersebut memperlihatkan bahwa tiada daya dan upaya yang dapat sukses selain karena bantuan dari Allah semata. Begitu juga dengan Ya’juj dan Ma’juj yang kehidupannya hanya berkutat di balik tembok besi saja. Dengan jumlah yang bisa jadi terus berkembang seiring berjalannya waktu hingga menjelang hari kiamat. Usaha dari mereka untuk dapat keluar dari tembok penghalang tidak pernah berhasil sampai Allah izinkan. Tapi, nyatanya mereka tidak pernah lelah untuk berusaha keluar dari penghalang tersebut.

Nabi Muhammad Shallallahu ‘alaihi wa sallam pernah mengabarkan bahwa Ya’juj dan Ma’juj berhasil melubangi tembok besi sebesar ibu jari dan jari telunjuk. Dalam kutipan dari hadis dari Riwayat Al-Bukhari, Nabi bersabda (yang artinya), “Celakalah bangsa Arab karena keburukan yang kian mendekat. Pada hari ini, dinding Ya’juj dan Ma’juj telah terbuka seukuran ini.” Beliau melingkarkan dua jari beliau, yaitu ibu jari dan jari telunjuk.” Namun usaha mereka untuk dapat keluar dari balik tembok tidak pernah berhasil sebab ketika lubang telah dibuat, mereka kemudian beristirahat untuk melanjutkan usahanya keesokan hari. Pada saat itulah Allah mengembalikan keadaan tembok seperti semula dan mereka pun harus mengulangi usaha mereka, terus menerus.

Baca juga: Persiapkan Bekal Terbaik Sebelum Hari Kiamat!

Ya’juj Ma’juj yang Jumawa

Meskipun kita belum dapat menemukan keberadaan tembok besi dari Ya’juj dan Ma’juj bukan berarti bahwa tembok itu tidak ada. Allah-lah yang memiliki kuasa atas segala sesuatu di bumi ini. Termasuk ketika nanti mereka dapat keluar untuk ‘menyapa’ para penduduk bumi yang eksis hingga akhir zaman. Toh, tidak ada perlunya juga untuk menemukan eksistensi mereka saat ini. Yang ada malah huru-hara yang tidak terbayangkan jika memang Ya’juj dan Ma’juj berhasil keluar dari tempatnya. Sampai saat itu tiba, Ya’juj dan Ma’juj masih terus berusaha untuk menggali dan melubangi tembok pembatasnya. Sampai pada akhirnya ada satu masa di mana Ya’juj dan Ma’juj menyertakan Allah dalam usahanya tersebut.

Nabi mengisahkannya dalam hadis dari Abu Hurairah, yang artinya, “Sesungguhnya Ya’juj dan Ma’juj menggali lubang setiap harinya. Hingga ketika mereka hampir bisa melihat sinar matahari, pemimpin mereka berkata, “Pulanglah, kita akan menggali lagi besok.” Maka Allah mengembalikan dinding yang digali itu lebih kokoh dari sebelumnya. Hingga ketika tiba waktunya mereka keluar dan Allah hendak mengeluarkan mereka menuju manusia, mereka pun menggalinya lagi, dan ketika mereka hampir melihat sinar matahi, pemimpin mereka berkata: “Kembalilah, kita akan menggali lagi esok hari, insyaallah.” Mereka mengucapkan insyaallah.” Keesokan harinya, mereka kembali (ke tempat galian), dan ternyata keadaan lubang itu tetap seperti saat terakhir mereka menggalinya. Lalu mereka pun meneruskan galiannya hingga akhirnya mereka keluar menuju manusia.””

Segala sesuatu terjadi karena takdir Allah. Begitu juga dengan Ya’juj dan Ma’juj yang berhasil keluar dari tempat mereka dikurung. Namun, coba perhatikan bagaimana mereka dapat keluar dari usahanya selama itu, yakni dengan menyebutkan Allah dalam usaha mereka. Perkara tersebut tentu sudah Allah ketahui. Namun, selayaknya kita juga dapat mengambil pelajaran dari hadis yang disampaikan Rasulullah, bahwa ketika Ya’juj dan Ma’juj menyebutkan bahwa usaha mereka esok hari dapat terlaksana atas kehendak Allah, maka perubahan pun terjadi. Dari sebelumnya selalu gagal berubah menjadi keberhasilan. Meski keberhasilan buat mereka sama dengan artinya kehancuran bagi umat manusia secara umum.

Setelah Ya’juj dan Ma’juj berhasil keluar maka dengan segera mereka membuat kerusakan di muka bumi. Tidak ada yang dapat menghentikan mereka karena jumlahnya yang banyak. Air sungai yang mereka lewati pun dapat kering karena saking banyaknya jumlah mereka yang meminum air tersebut. Banyaknya jumlah mereka membuat kaum muslimin juga lari menghindari mereka beserta dengan ternaknya. Sesiapapun tidak ada yang sanggung berhadapan dengan mereka. Bahkan saking jumawanya, mereka pun mengarahkan senjata mereka ke langit dan merasa mampu membunuh para penduduk langit. Sampai pada akhirnya Allah turunkan makhluknya berupa ulat di tengkuk mereka yang menyebabkan kehancuran kisah dari Ya’juj dan Ma’juj.

Dalam kisah Ya’juj dan Ma’juj, kita dapat mengambil pelajaran bahwa usaha sekeras apapun tidak akan ada hasilnya jika Allah tidak menghendaki itu terjadi. Pun di sisi lain, kejayaan yang didapat terkadang dapat mendorong kita berbuat melampaui batas seperti halnya Ya’juj dan Ma’juj yang bahkan menombak dan memanah langit untuk membunuh penduduknya. Sebuah perkara yang berlebihan, tentu saja.

Referensi:

  • Dr. Umar Sulaiman al-Asyqar (2014). Serial Akidah & Rukun Iman Berdasarkan Al-Qur’an dan Sunnah: Tanda-tanda Kiamat. Pustaka Imam Asy-Syafi’i: Jakarta.
  • Dr. asy-Syafi’ al-Mahi Ahmad (2022). Ya’juj dan Ma’juj: Riwayat Sang Penghancur Peradaban Bangsa-bangsa di Dnia Sepanjang Zaman. Pustaka Alvabet: Tangerang Selatan.
  • https://tafsirweb.com

Author

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *